Moneter dan Fiskal

Pasca Pandemi, RI Diyakini Mampu Hadapi Ancaman Resesi Dengan Andalkan Ekonomi Domestik

Jakarta – Dalam menstabilkan perekonomian Indonesia menghadapi pandemi Covid-19 dan resesi global, sejumlah langkah strategis diambil pemerintah, sehingga membawa Indonesia tetap terjaga pertumbuhan ekonominya. Keberhasilan pemerintah tersebut, harus terus berlanjut pada upaya membangun kembali ekonomi Indonesia.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, masa-masa perlambatan ekonomi yang terjadi saat pandemi Covid-19, juga menjadi kesempatan bagi negara-negara seperti Indonesia untuk melakukan reformasi struktural di sektor perekonomian. Berbagai kebijakan telah dilakukan pemerintah saat pandemi berlangsung, salah satunya yakni program kartu Pra Kerja.

“Reformasi yang mungkin bisa membutuhkan waktu 70 tahun untuk menyelesaikannya, namun Indonesia bisa melakukannya selama pandemi Covid-19 sehingga ketika pandemi hampir berakhir, kami mulai melakukan restrukturisasi dan reformasi ekonomi,” ujar Menko Airlangga dikutip 26 Oktober 2022.

Menko Airlangga yang juga Ketua Umum Partai Golkar ini, menyebutkan salah satu pelajaran yang diperoleh Indonesia di masa pandemi yakni, dalam situasi ekonomi yang sulit, pendekatan kebijakan harus tetap fleksibel dengan semua instrumen kebijakan yang harus siap dan memiliki kapasitas maksimal. Diantaranya program sukses seperti layanan digital kesehatan, Kartu Pra Kerja dan beragam bentuk bantuan untuk masyarakat. 

Sementara itu, Pakar Perdagangan Ekonomi Dunia dan Politik Internasional UGM Riza Noer Arfani menilai, bantuan untuk masyarakat masih terus dibutuhkan, terlebih tahun depan dikhawatirkan akan terjadi resesi global. “Pertahankan daya beli pada level yang ada, subsidi harus tepat sasaran, yang nantinya bisa mempertahankan kondisi pasar domestik jadi penopang pertumbuhan,” ucapnya. 

Menurutnya, pemerintah bisa memberikan bantuan langsung maupun yang sifatnya produktif bagi mereka yang berpotensi terdampak resesi. “Menyasar sektor yang menopang pertumbuhan, sektoralnya harus dilihat kontribusinya. Jangan sampai insentif salah sasaran. Secara umum yang diperhatikan, insentif diberikan ke menengah bawah,” ungkapnya.

“Sektor UMKM, jasa, perdagangan, dimana pusaran ekonomi domestik berputar, dibantu  agar daya beli masyarakat terjaga. Selain itu pemerintah juga bisa mengidentifikasi sektor riil yang memiliki peluang ekspor,” tambah Riza.

Sedangkan, Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Andry Satrio Nugroho menyatakan, bahwa kebijakan ‘gas dan rem’ itu memang sangat terlihat dalam situasi pandemi kemarin. Menurutnya, keberhasilan Indonesia dalam menerapkan kebijakan tersebut juga didukung oleh banyak pihak.

“Saya rasa sih memang gas dan rem ketika pandemi covid memang kita rasakan. Saya rasa sih bukan hanya bukan hanya Kemenko Perekonomian saja yang punya peran di situ ya, tetapi juga seluruh kementerian,” jelasnya.

Meski demikian, Andry menilai keberhasilan mengatasi pandemi itu harus berlanjut pada upaya membangun kembali ekonomi Indonesia. “Meskipun saya rasa sih sekarang persoalannya bukan di arah sana. Persoalannya adalah bagaimana kita bisa membangkitkan industri kembali pasca covid-19,” papar dia.

Lebih lanjut Andry menyarankan pemerintah, dalam hal ini Kemenko Perekonomian, agar dapat memperhatikan berbagai tantangan yang muncul akibat kondisi global. “Beberapa juga beberapa tantangan yang kita ke depan seperti geopolitik atau krisis yang saat ini juga memberikan dampak terhadap harga bahan baku dan juga harga energi. Ini juga perlu di-address oleh Kemenko,” tukas dia.

Andry juga menyoroti beberapa persoalan dalam kawasan ekonomi khusus (KEK). Menurutnya, hingga saat ini beberapa KEK tidak terlalu berhasil. Hal itu patut dijadikan catatan tersendiri oleh pemerintah.

“Ada beberapa kawasan ekonomi khusus yang cukup laku, tetapi banyak juga kawasan ekonomi khusus yang saya melihatnya masih yang masih tertinggal. Dan belum ada evaluasi yang secara menyeluruh oleh Kemenko. Padahal Kemenko sendiri kan yang punya urusan terkait dengan kawasan ekonomi khusus tersebut,” tuturnya.

Selain itu, masih ada serangkaian permasalahan yang masih terjadi. Salah satunya adalah insentif fiskal dan non fiskal yang masih belum tersalurkan di kawasan-kawasan tersebut. Oleh karena itu, menurut Andry, hal yang perlu dilakukan adalah fokus menjadikan KEK sebagai pendorong untuk kemajuan industri Indonesia.

“Apa yang perlu dilakukan upaya yang perlu dilakukan agar kawasan ekonomi khusus ini juga bisa menjadi kawasan strategis untuk mendorong industri kita,” pungkasnya. (*)

Rezkiana Nisaputra

Recent Posts

BRI Blokir 3.003 Rekening yang Terindikasi Judi Online

Jakarta — PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk terus menunjukkan komitmennya dalam mendukung pemerintah untuk memberantas aktivitas… Read More

1 min ago

Rilis Laporan LPSI Triwulan II 2024, OJK Ingatkan 2 Risiko Ini ke Perbankan

Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerbitkan Laporan Surveillance Perbankan Indonesia (LSPI) triwulan II 2024… Read More

33 mins ago

IHSG Dibuka pada Zona Merah ke Level 7.151

Jakarta - Pada pembukaan perdagangan pagi ini pukul 9.00 WIB (18/11) Indeks Harga Saham Gabungan… Read More

2 hours ago

Harga Emas Antam Naik Rp8.000, Sekarang Segram Dibanderol Segini

Jakarta -  Harga emas Antam atau bersertifikat PT Aneka Tambang hari ini, Senin, 18 November… Read More

2 hours ago

IHSG Berpotensi Melemah, Simak 4 Saham Rekomendasi Analis

Jakarta - MNC Sekuritas melihat pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) secara teknikal pada hari… Read More

3 hours ago

PLN Perkuat Kolaborasi dan Pendanaan Global untuk Capai Target 75 GW Pembangkit EBT

Jakarta - PT PLN (Persero) menyatakan kesiapan untuk mendukung target pemerintah menambah kapasitas pembangkit energi… Read More

16 hours ago