BI mendukung penuh putusan MK terkait pengalihan sebagian pengawasan perbankan kepada OJK. Seperti apa kordinasi yang berjalan antara BI dan OJK? Rezkiana Nisaputra.
Jakarta–Mahkamah Konstitusi (MK) akhirnya menerbitkan Putusan menolak gugatan masyarakat yang dilayangkan melalui Tim Pembela Kedaulatan Ekonomi Bangsa (TPKEB) atas Undang-Undang (UU) OJK yang dianggap bertentangan dengan UUD 1945. Dalam gugatan tersebut, TPKEB mengajukan permohonan pengalihan fungsi pengawasan perbankan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) ke Bank Indonesia (BI).
Gubernur Bank Indonesia, Agus Martowardojo pun menyambut baik hasil putusan. Ia juga berharap bahwa pengawasan dan pengaturan perbankan di OJK bisa dijalankan dengan baik. Lalu seperti apa kordinasi yang sudah berjalan antara BI dan OJK terkait pengawasan dan pengaturan perbankan? Sejauh mana pula efektiftasnya? Berikut penuturan Agus kepada Infobanknews.com. Petikannya:
Sejauh ini bagaimana kordinasi antara OJK dan BI?
Keputusan MK itu adalah banding dan final. Saya ingin menjelaskan bahwa ini adalah pemahaman antara semua pelaku keuangan. Bahwa Bank Indonesia sebagai bank sentral itu sejak didirikan sampai amandemen UU terkahir adalah otoritas moneter, otoritas sistem pembayaran dan peredaran uang, dan otoritas pengawasan bank. Nah UU OJK itu mengamanatkan untuk pengawasan bank dialihkan ke OJK.
Tetapi di UU OJK juga ditulis, yang dipindah, itu adalah pengawasan bank yang mikroprudensial. Sementara, pengawasan makropurudensial itu tetap di Bank Indonesia. Jadi sekarang, kewenangan dari Bank Indonesia adalah sebagai otoritas moneter, otoritas peredaran uang dan sistem pembayaran, dan otoritas pengawas makroprudensial atau stabilitas sistem keuangan.
Kalau ada kalimat di dalam pembahasan di MK bahwa terkait dengan transmisi kebijakan otoritas moneter yang paling utama itu mengatur tentang peredaran uang, dan peredaran uang itu apakah terlalu longgar atau terlalu ketat dikendalikan oleh BI melalui kebijakan-kebijakan moneter baik nilai tukar maupun tingkat bunga (BI rate).
Efektifitasnya?
Nilai tukar dan tingkat bunga ini, kebijakannya kalau mau ditransmisikan kepada publik itu pasti lewat perbankan. Jadi kebijakan otoritas moneter pasti tidak lepas dengan sektor perbankan, sektor IKNB (Industri Keuangan Non bank) maupun sektor pasar modal. Tetapi yang paling utama adalah perbankan.
Otoritas moneter itu juga mengendalikan terkait valuta asing. Karena kita punya mandat menjaga stabilitas nilai rupiah dan itu tercermin dari infalsi dan stabilitas nilai tukar. Nilai tukar itu harus ditransmisikan melalui perbankan. Karena pengelola valas itu adalah bank khususnya bank devisa. Jadi tidak bisa dihindarkan BI sebagai otoritas moneter atau otoritas peredaran uang atau otoritas sistem pembayaran itu kalau melakukan kebijakan pasti berkaitan dengan sektor perbankan.
Jadi semua regulator harus jelas fungsi dan tugasnya. Misalnya, Menkeu pasti punya akses ke perbankan karena Menkeu bertanggung jawab atas pajak dan penerimaan negara. Jadi kalau di perbankan ada yang tidak bayar pajak, tidak memnuhi kewajiban pajaknya itu Menteri Keuangan melalui Dirjen pajak akan masuk.
Pemisahan tugas sudah jelas dan terkordinasi dengan baik?
OJK akan mengawasi bank-bank atau IKNB itu secara mikro perusahaannya. Tetapi kalau terkait otoritas moneter kalau sudah besaran uang terkait dengan tingkat bunga, valas dan nilai tukar itu otoritas BI dan BI akan melakukan kebijakan transmisi melalui perbankan. Ada lagi LPS (Lembaga penjamin Simpanan). Dia juga punya otoritas karena nanti LPS adalah yang memberikan jaminan kalau terjadi ketidaktasbilan lalu terjadi krisis, kemudian ada bank yang collaps, itu nanti LPS yang akan merespons. Tetapi dari keempat ini adalah FKSSK (Forum Komunikasi Stabilitas Sistem Keuangan), masing-masing punya otoritasnya.
Selanjutnya, yang bisa memberi opini bank sehat atau tidak sehat itu adalah OJK. Ini adalah yang kami desain sejak awal. Dan ini jelas. Tetapi kalau sekarang ada pembahasan kami menunggu hasilnya.
Selama ini ada kendala dengan OJK?
Sekarang ini yang kami sebut koordinasi makroprudensial dan mikroprudensial itu berjalan dengan baik antara BI dan OJK. Kalau mau lebih luas FKSSK juga melakukan koordinasi. Ini yg saya yakini UU OJK sudah betul dan sudah bisa dijalankan fungsinya. Tetapi tentu kalau ada pembahasan di MK itu sesuatu amanah dari UU.
Jakarta - PT Prudential Life Assurance atau Prudential Indonesia mencatat kinerja positif sepanjang kuartal III-2024.… Read More
Jakarta - Di era digital, keinginan untuk mencapai kebebasan finansial pada usia muda semakin kuat,… Read More
Jakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat indeks pembangunan manusia (IPM) mencapai 75,08 atau dalam… Read More
Jakarta - PT Caturkarda Depo Bangunan Tbk (DEPO) hari ini mengadakan paparan publik terkait kinerja… Read More
Jakarta - Bank Indonesia (BI) melaporkan posisi Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia pada triwulan III 2024 tercatat… Read More
Jakarta - Wakil Menteri Koperasi (Wamenkop) Ferry Juliantono turun tangan mengatasi kisruh yang membelit Koperasi Produksi Susu… Read More