Perang harga mobil pada 2016 berpotensi akan kembali terjadi. Industri penjualan mobil pun diperkirakan masih stagnan. Peluangnya bagi industri keuangan? Dwitya Putra
Bogor – Industri otomotif nasional sampai dengan Oktober 2015 tercatat masih mengalami perlambatan. Hal ini tercermin dari menurunnya penjualan otomotif nasional pada periode sepuluh bulan pertama tahun ini. Penjualan kendaraan bermotor misalnya, hanya mencapai 853.008 unit. Sementara pada diperiode yang sama tahun sebelumnya bisa mencapai 1.037.890 unit.
Belum pulihnya kondisi ekonomi global, masih menjadi pemicu menurunnya kinerja otomotif nasional. Bahkan perusahaan otomotif sebesar Astra juga mengalami penurunan penjualan kendaraan. Berdasarkan data yang dipublikasi PT Astra International Tbk pada Jumat, 4 Desember 2015, penjualan Astra mengalami penurunan sebesar 18,61% dari 525.973 unit pada Oktober 2015 menjadi 428.027 pada Oktober 2015.
Penurunan ini berimbas pada terkoreksinya laba bersih Astra dari bisnis otomotif. Hingga Oktober 2015, laba bersih dari bisnis otomotif tercatat menurun sebesar 10% menjadi Rp5,3 triliun dari Rp5,9 triliun pada periode Oktober 2014.
Lalu bagaimana proyeksinya tahun depan? Sebelumnya, Presiden Direktur PT Astra International Tbk, Priyono menyatakan, kinerja pereroan pada 2016 mendatang kemungkinan tidak akan jauh berbeda dengan hasil di tahun ini. Hal ini mengingat bisnis Astra tidak terlepas dari kondisi perekonomian di Tanah Air. Artinya, jika perekonomian dalam negeri melemah, kinerja Astra kemungkinan juga akan melemah. Sebab, pelemahan ekonomi dinilai sangat mempengaruhi daya beli masyarakat.
“Kedepan tidak akan jauh berbeda, dengan GDP (Gross Domestiic Bruto) sebesar 5,25%. Mungkin kalau ada peningkatan tidak terlalu banyak. Tapi kami jaga itu suistanability grup Astra secara keseluruhan. Saya tegaskan, tahun 2016 tidak akan jauh berbeda dengan tahun 2015 ini,” tegas Priyono beberapa waktu lalu.
Astra sebagai pemain besar dan salah satu market leader di otomotif dapat menjadi cerminan, betapa bisnis otomotif kedepan sepertinya masih loyo. Berkaca dari pesimisme bos astra tersebut, kemungkinan besar tahun depan kondisi industri otomotif tidak akan jauh berbeda dengan tahun ini. Artinya, perang diskon harga untuk menggenjot penjualan masih akan mewarnai kompetisi di industri otomotif.
Direktur marketing PT Astra Daihatsu Motor, Amelia Tjandra mengatakan, tahun depan pemain industri otomotif sendiri tidak begitu semangat memasang target pertumbuhan. Pasalnya faktor ekonomi yang melambat masih akan membayangi industri. Apalagi, Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) masih mematok penjualan mobil dikisaran 1 juta unit saja. Padahal di 2014, penjualan mobil tercatat mencapai 1,2 juta unit. “Pasar mobil belum bergerak dari 1 juta unit secara nasional, tapi semoga lebih baik, ” ujar Amelia.
Melambatnya tren penjualan mobil ini tentu akan berdampak kepada pengucuran atau pembiayaan kredit otomotif di industri keuangan. Penyaluran Kredit Kendaraan Bermotor (KKB) perbankan dan pembiayaan kendaraan oleh multifinance terancam ikut melambat. Begitu juga dengan bisnis asuransi kendaraan yang dijalankan oleh asuransi umum, yang perolehan preminya berpotensi kembali melambat. Padahal, kredit konsumer masih menjadi andalan perbankan dalam mendorong pertumbuhan kredit, sementara pembiayaan kendaraan masih menjadi tulang punggung pembiayaan di multifinance. Begitupun di asuransi umum, dimana, perolehan premi kendaraan masih menjadi penopang pertumbuhan premi.
Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan, penyaluran KKB hingga September 2015 hanya tumbuh 4,88% dari Rp123,17 triliun pada September 2014 menjadi Rp129,18 triliun. Menurunnya kemampuan ekonomi nasabah membuat kredit bermasalah di KKB mengalami peningkatan. Pada periode tersebut, nilai kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL) naik signifikan hingga 40,78% dari Rp1,31 triliun menjadi Rp1,85 triliun. Kendati demikian, rasio (NPL)-nya masih terjada di level 1,43%.
Di industri multifinance, perlambatan pembiayaan kendaraan dapat dilihat dari angka piutang pembiayaan konsumen. Sebab, mayoritas pembiayaan konsumen disalurkan untuk pembiayaan kendaraan. Berdasarkan data OJK, piutang pembiayaan konsumen di multifinance hanya tumbuh 2,49% saja, dari Rp241,27 triliun pada Agustus 2014 menjadi Rp247,27 triliun pada Agustus 2015.
Lesunya pembiayaan dan penjualan kendaraan juga mengoreksi perolehan premi asuransi umum. Hal itu diakui oleh Yasril Y. Rasyid, Ketua Umum Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI). Menurut dia, pertumbuhan premi tahun ini yang hanya mencapai sekitar 10% lebih kecil dari tahun lalu yang bisa mencapai 19%. Hal itu dipicu oleh melambatnya dua linis bisnis penopang premi, yakni asuransi harta benda dan asuransi kendaraan. Berdasarkan data AAUI, asuransi kendaraan berkontribusi hingga 28% terhadap total premi asuransi umum. (*) Dwitya Putra
Jakarta - PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk atau BNI mencatatkan kontribusi terhadap penerimaan negara… Read More
Jakarta - PT Astra Digital Arta (AstraPay) merespons kebijakan anyar Bank Indonesia (BI) terkait biaya Merchant Discount… Read More
Jakarta - Aplikasi pembayaran digital dari grup Astra, PT Astra Digital Arta (AstraPay) membidik penambahan total pengguna… Read More
Labuan Bajo – PT Askrindo sebagai anggota holding BUMN Asuransi, Penjaminan dan Investasi Indonesia Financial… Read More
Jakarta - Presiden Prabowo Subianto memperoleh tanda kehormatan tertinggi, yakni “Grand Cross of the Order… Read More
Jakarta – PT PLN (Persero) telah melakukan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), pada Kamis (14/11).… Read More