Jakarta – Pasar pembiayaan properti “tertidur” selama empat tahun terakhir. Menurut Biro Riset Infobank, ketika pada 2012 BI memperketat aturan LTV menjadi 70% untuk rumah pertama, 60% untuk rumah kedua, dan 50% untuk rumah ketiga, KPR dan KPA masih tumbuh 26,59% pada 2013.
Justru “palang pintu” yang menghalangi kucuran deras KPR dan KPA adalah ketatnya kondisi likuiditas dan melemahnya daya beli masyarakat seperti terjadi mulai 2014. Waktu itu, KPR dan KPA hanya naik 12,69%.
“Kebijakan LTV tidak pas waktunya di tahun 2012. Filosofinya untuk ngerem spelulasi properti, padahal properti masih tumbuh karena duit komositas masih oke. Tapi begitu tahun 2014 mulai ada tanda tanda penurunan dan BI mengubah LTV lagi agar masyarakat bisa punya rumah dengan DP terjangkau, berharap dari pajak amnesti tapi tidak terjadi dan BI kembali akan mengeluarkan LTV untuk wilayah berbeda,” jelas Biro Riset Infobank.
Kebetulan waktu itu tahun politik, tapi penyebabnya lemahnya pasar KPR lebih disebabkan oleh likuiditas perbankan yang ketat serta jatuhnya harga komoditas yang menyeret daya beli masyarakat.
Buktinya, pertumbuhan yang melambat berlanjut pada 2015 yaitu sebesar 7,32%, karena pertumbuhan ekonomi mencapai titik terendah atau 4,09% selama satu dekade terakhir sehingga otomatis mempengaruhi daya beli masyarakat yang sudah terpukul oleh beban kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi.
Pada Agustus 2016, BI merileksasi aturan LTV menjadi 80% untuk rumah pertama dan 15% untuk KPR bank syariah. Namun, pertumbuhan KPR dan KPA hanya terangkat sebesar 8,04% pada akhir tahun.
Sampai September tahun lalu, pertumbuhan KPR dan KPA hanya 6,94%. Melambungnya harga-harga properti yang dipicu oleh booming dan motif “spekulatif” para pemilik uang pada periode 2011 hingga 2013, makin tidak terjangkau oleh masyarakat yang daya belinya melemah sejak 2014.
Masyarakat yang membeli properti pada saat booming menginginkan gain dengan menawarkan properti berdasarkan asumsi kenaikan harga setiap tahunnya.
Padahal, menurut Survei Harga Properti Residential yang dilakukan BI, indeks harga properti hunian menurun sejak semester dua 2013 hingga 2016 dan baru mulai naik tipis pada 2017.
Menurut responden, penghambat utama lambatnya KPR paling banyak disebabkan oleh tingginya suku bunga KPR yang rata-rata 9,69% hingga 13,02%. Bahkan, banyak bank yang masih mematok suku bunga KPR hingga 13,50%. Bagaimana pasar KPR dan KPA 2018? Baca selengkapnya di Majalah Infobank Edisi Januari 2018 edisi cetak maupun digital. (*)
Jakarta – Sejumlah perusahaan modal ventura merespons rencana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 persen… Read More
Jakarta – PT Bank QNB Indonesia Tbk ("Bank"), anak usaha QNB Group, institusi finansial terbesar… Read More
Jakarta - PT Adaro Energy Indonesia Tbk (ADRO) pada hari ini (18/11) telah melangsungkan Rapat… Read More
Dukung Akses Telekomunikasi danInformasi, IIF Salurkan Kredit SindikasiRp500 miliar. PT Indonesia Infrastructure Finance (IIF)bekerja sama… Read More
Jakarta - PT Agung Podomoro Land Tbk (APLN) resmi menjual salah satu kepemilikan aset propertinya, yakni… Read More
Jakarta - Saham PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (kode saham: BBNI) menempati posisi penting… Read More