Yogyakarta – Pemerintah dinilai belum melakukan optimalisasi terhadap Komite Nasional Keuangan Syariah (KNKS) hasil bentukan pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla (JK). Padahal secara kuantitatif, Indonesia merupakan negara dengan jumlah industri keuangan syariah terbanyak di dunia.
“Ini kan peluang besar bagi industri keuangan syariah di Indonesia, tapi belum bisa dimaksimalkan,” ujar Peneliti Muda Ekonomi Syariah dari Wiratama Institute, Muh. Taufiq Al Hidayah dalam siaran persnya di Yogyakarta, belum lama ini.
Besarnya potensi industri keuangan syariah di Indonesia, kata dia, terlihari dari market share (pangsa pasar) yang nampak stagnan di level 5 persen. Terlebih, angka tersebut, sudah termasuk kontribusi dari Bank Aceh dan Bank NTB yang konversi ke Bank Syariah.
Dia menilai, KNKS merupakan lembaga yang dibentuk oleh Presiden, dan dikomandoi sendiri oleh Presiden, namun sepak terjang, manuver dan gebrakan-gebrakannya belum terasa. Oleh sebab itu, kata dia, pemerintah tak perlu malu untuk belajar dengan negara tetangga.
“Sepertinya kita tak perlu alergi belajar dengan murid kita sendiri seperti Malaysia yang market share-nya mencapai 23 persen. Meski sebenarnya kalah start dari Indonesia, atau dengan Negara Oman yang notabene baru tahun 2013 berjalan industri keuangan syariah-nya, tetapi sudah capai 10 persen market share-nya,” ucapnya.
Lebih jauh, Taufiq mengatakan, Dewan Pengawas Syariah (DPS) ini adalah mata elangnya Perbankan Syariah. Karena itu, integritas dan independensinya harus terus dipantau, sebab tugasnya menjaga reputasi Bank Syariah agar tidak mirip dengan Konvensional.
Sejujurnya, kata dia, masyarakat awam masih terlihat bingung dengan perbedaan mendasar antara Bank Syariah dengan Bank Konvensional. Ke depan, tegas dia, harus dipertajam lagi perbedaan keduanya dan keunikannya sehingga akan terlihat jelas dan tidak abu-abu.
“Nah disinilah peran DPS, ada baiknya memang DPS itu dibayar oleh pemerintah, bukan oleh lembaga yang menaunginya, agar indepedensinya senantiasa terjaga,” paparnya lagi,” jelasnya.
Menurutnya, Wakaf merupakan salah satu alternatif untuk menghindari gejala finansialisasi dalam struktur keuangan global, tidak seperti lembaga syariah yang prosesnya mirroring ataupun imitating. Wakaf asli berasal dari tradisi Islam dan mampu dijadikan sebagai counter-balance antara market economy dan kesejahteraan sosial (social welfare).
“KNKS juga harus memaksimalkan hal ini, sebab akan dibentuk pula Bank Wakaf. Ini juga peluang besar, apalagi wakaf uang. Presiden Jokowi juga sudah siap jadi investor awal bank Wakaf ini,” terang Taufiq. (*)
Jakarta - PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) resmi membuka penjualan tiket kereta cepat Whoosh… Read More
Jakarta - PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) terus berkomitmen mendukung pengembangan sektor pariwisata berkelanjutan… Read More
Tangerang - Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) bekerja sama dengan Kementerian Perdagangan (Kemendag) meluncurkan program… Read More
Jakarta - PT Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat bahwa data perdagangan saham selama periode 16-20… Read More
Jakarta – Bank Indonesia (BI) mencatat di minggu ketiga Desember 2024, aliran modal asing keluar… Read More
Jakarta - PT Asuransi BRI Life meyakini bisnis asuransi jiwa akan tetap tumbuh positif pada… Read More