Jakarta – Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk atau BRI, Sunarso, mengaku krisis akibat pandemi Covid-19 jauh lebih berat dibandingkan krisis 1998, terutama bagi bank yang banyak menangani UMKM. Sektor UMKM yang pada krisis sebelumnya relatif tahan banting, di krisis kali ini paling terpukul. Sunarso menganalogikan krisis ini dengan kompetisi sepak bola sistem gugur. Maka setiap pertandingan harus dimenangkan.
“Saya pakai ilmu main sepak bola. Sekarang ini bukan full kompetesi, tapi sistem gugur. Siapa yang gugur di awal tidak akan jadi juara, karena akan tersisi. Maka setiap pertandingan harus menang supaya bisa sampai di babak final. Kalau kondisi normal, kita mungkin ingin menang 3-0. Artinya likuiditasnya kuat, kualitas aset sehat, dan profitabilitas maksimal. Tapi di kondisi sekarang, yang penting menang dulu, supaya bisa ikut pertandingan selanjutnya. Tidak perlu 3-0, cukup menang 2-1,” kata Sunarso dalam Webinar Leading In Unprecedented Time bertema “Tantangan Setelah Relaksasi Restrukturisasi Kredit Berakhir” yang dihelat Infobank, Selasa, 7 September 2021.
Sunarso memaparkan analagi menang dengan skor 2-1 sebagai berikut ; pertama, dari sisi likuiditas tidak boleh terganggu. Untungnya di situasi sekarang likuiditas perbankan justru sangat melimpah. Ini diyakini Sunarso disebabkan loan demand yang melemah. Kedua, perbankan harus menang dari sisi kualitas. Di kondisi sekarang, di mana semua dibatasi, portofolio kredit harus diwaspadai. Lewat program restrukturisasi kualitas terjaga. Ketiga, merelakan sisi profitabilitas. Ini diibaratkan kebobolan 1 gol.
Cara mengorbankan profitabilitas ada 3 kemungkinan. Pertama, rugi. Kalau terpaksa berarti skornya 2-1. Likuiditas dan kualitas aset terjaga artinya masih bisa sustain. Rugi sementara tidak menjadi masalah, ada kemungkinan recovery. Ini alternatif terburuk. Kedua, bankir juga bisa memanage profit and loss sekaligus memanage asset liabilities, Maka tidak untung, tapi juga tidak rugi. Ketiga, Tetap mencadangkan dan tetap membukukan laba meskipun labanya menurun. Ini yang banyak ditempuh bank-bank sekarang ini.
“Tidak rugi ya tapi laba menurun. Saya rasa ini strategi yang tepat untuk menghadapi kondisi saat ini. Jadi menangnya cukup 2-1 lah,” kata Sunarso.
Saat ini, lanjut Sunarso, perbankan masih menghadapi tantangan tingginya loan at risk (LAR). Maka itu pencadangan harus terus dipupuk sebagai langkah antisipasi. Perbankan harus bisa menjaga jangan sampai LAR turun kelas menjadi NPL. Di saat seperti ini, mengorbankan laba dengan memperkuat pencadangan adalah langkah bijak. (*) Ari Astriawan
Jakarta - PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk atau BNI mencatatkan kontribusi terhadap penerimaan negara… Read More
Jakarta - PT Astra Digital Arta (AstraPay) merespons kebijakan anyar Bank Indonesia (BI) terkait biaya Merchant Discount… Read More
Jakarta - Aplikasi pembayaran digital dari grup Astra, PT Astra Digital Arta (AstraPay) membidik penambahan total pengguna… Read More
Labuan Bajo – PT Askrindo sebagai anggota holding BUMN Asuransi, Penjaminan dan Investasi Indonesia Financial… Read More
Jakarta - Presiden Prabowo Subianto memperoleh tanda kehormatan tertinggi, yakni “Grand Cross of the Order… Read More
Jakarta – PT PLN (Persero) telah melakukan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), pada Kamis (14/11).… Read More