Jakarta – Pemerintah Aceh berencana merevisi Qanun Nomor 11 tahun 2018 tentang Lembaga Keuangan Syariah (LKS) pasca terjadinya gangguan layanan Bank Syariah Indonesia (BSI) yang menghambat laju perekonomian di Aceh. Hal ini pun menuai pro kontra bagi sejumlah pihak.
Pakar Keuangan Islam, Mulya E. Siregar mengatakan, revisi Qanun Aceh di mana peluang bank konvensional bisa kembali beroperasi di Aceh, sebenarnya tidak relevan dengan kasus serangan siber yang menimpa BSI beberapa waktu lalu.
“Itu kalau tidak salah usulan Bapak Walikota karena kejadian transaksi tidak berlangsung di Aceh oleh karena BSI, tapi MPU (Majelis Permusyawaratan Ulama) Aceh gak setuju. Jadi, kalau memang balik lagi boleh ke bank konvensional kalau menurut saya set back. Karena sudah berjalan sedemikian jauh kok balik lagi ke konvensional,” ujar Mulya kepada awak media di Jakarta, Senin 29 Mei 2023.
Baca juga: Revisi Qanun LKS, Peluang Besar Bank Konvensional Rajai Perbankan di Aceh
Lebih lanjut, menurutnya, yang perlu diperbaiki adalah sistem teknologi informasi dari perbankan syariah bukan malah merevisi aturan Qanun Aceh.
“Masalahnya barang kali seharusnya bank syariah melayani masyarakat anytime any where dan tidak ada masalah IT seperti kemarin. Jadi ini kan masalah IT kenapa ke solusinya konvensional ini aneh, mestinya diperkuat IT-nya,” kata Mulya.
Dia menambahkan, saat ini bank syariah seharusnya bisa berinovasi dalam layanan transaksi untuk melayani pengusaha atau pedagang berorientasi ekspor dan impor atau melayani trade finance.
“Karena saya dengar di Aceh ketika transaksi masih menggunakan bank konvensional di Medan, ini barang kali pelajaran bank-bank syariah di sana harus siap untuk bisa melakukan trade finance dan menjaga IT-nya dengan baik. Artinya pengembangan aplikasi harus diimbangi dengan IT security yang memadai,” tegasnya.
Sebelumnya, Kepala Eksekutif Pengawasan Perbankan OJK, Dian Ediana Rae mengatakan, pada saat penyusunan Qanun Nomor 11 Tahun 2018 tersebut OJK telah menyampaikan saran dan concern (kekhawatiran) terkait dampak pemberlakuan pengaturan tersebut terhadap kesejahteraan masyarakat, perekonomian dan kesiapan perbankan syariah di Aceh.
Dian pun menegaskan, meminta agar rencana revisi Qanun Aceh jangan sampai direvisi lagi di masa mendatang.
“Tugas pemerintah adalah memastikan pilihan itu tersedia dan dapat melayani masyarakat dengan sebaik-baiknya. Tanpa kepastian hukum seperti itu, maka tidak mudah untuk menjamin bahwa revisi yang sedang dipertimbangkan saat ini tidak akan direvisi lagi di masa depan,” kata Dian. (*)
Editor: Galih Pratama
Jakarta - Masyarakat perlu bersiap menghadapi kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025. Salah… Read More
Jakarta - Kementerian Ekonomi Kreatif/Badan Ekonomi Kreatif (Kemenkraf/Bekraf) memproyeksikan tiga tren ekonomi kreatif pada 2025. … Read More
Jakarta - Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengungkapkan bahwa sejumlah barang dan jasa, seperti… Read More
Jakarta - Pemimpin tertinggi Gereja Katolik Sedunia Paus Fransiskus kembali mengecam serangan militer Israel di jalur… Read More
Jakarta - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berbalik dibukan naik 0,98 persen ke level 7.052,02… Read More
Jakarta – Pengamat Pasar Uang, Ariston Tjendra, mengungkapkan bahwa kebijakan pemerintah terkait kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN)… Read More