News Update

Pakar Hukum Fintech: Pimpinan OJK Terpilih Harus Prioritaskan Reformasi Struktural

Jakarta – Pakar hukum fintech yang juga Komisaris di perusahaan fintech Digiscore dan Direktur di Finpedia, Chandra Kusuma, mengatakan pimpinan OJK yang kelak terpilih harus memprioritaskan reformasi struktural internal OJK dengan fokus pembangunan pada integritas, kompetensi/kapabilitas, dan kredibilitas sumber daya manusia di OJK secara ekstensif, merata dan berkelanjutan berdasarkan prinsip meritokrasi, baik di OJK pusat maupun OJK daerah atau regional.

“SDM yang cerdas dan berintegritas itu merupakan anugerah sekaligus aset yang besar sekali. Untuk tujuan tersebut, sebaiknya anggaran OJK di setiap kompartemen harus semakin lagi ditingkatkan alokasi penggunaannya untuk pelatihan dan edukasi pegawai OJK di masing-masing grup atau divisi secara kontinyu dan sistematis. Kenapa? Karena para pelaku kejahatan dan pelanggar hukum di sektor jasa keuangan juga pastinya non-stop belajar tentang cara efektif menutupi, mengelabui atau menemukan loop hole untuk menjustifikasi atau menyembunyikan pelanggaran hukum mereka,” kata Chandra (8/3/2022).

Bahkan tidak menutup kemungkinan, ungkap Chandra mereka telah memiliki tim teknis dan konsultan khusus baik dari internal maupun eksternal yang berbekal pengalaman dan expertise untuk menutupi kesalahannya dan mengelabui OJK.

“Ditengah persaingan mengejar revenue tanpa standar dan komitmen terhadap regulatory compliance dan perlindungan konsumen yang baik, ini rawan terjadi,” ujarnya.

Lebih lanjut dikatakan, jangan sampai ada ketimpangan antara OJK Pusat dan Daerah dari aspek pengetahuan dan pemahaman yang sifatnya mendasar, teknis dan operasional, baik konvensional maupun digital. OJK Pusat dan OJK Daerah harus sama-sama kuat dan secara berkala menjadi semakin cerdas mengimbangi strategi, kreatifitas dan pemikiran pelaku usaha.

“Sehingga diharapkan segala wujud dan dinamika permasalahan, aduan konsumen hingga pelanggaran hukum dan tindak pidana di sektor jasa keuangan dapat dicegah, terawasi dan ditangani dengan efektif. Tentunya dengan sinergi kelembagaan yang intens, kooperatif dan transparan dengan institusi terkait, misalnya Kemenkominfo dan Kepolisian,” tutur Chandra.

Dirinya menegaskan, Jangan ada celah pegawai OJK baik di level manapun bisa mudah dikelabui oleh oknum pelanggar hukum di sektor jasa keuangan.

“Saya yakin, ketika orientasinya hanya profit, maka mereka bisa lebih cerdik, total dan terlatih untuk mengelabui OJK guna menutupi atau kabur dari kesalahan, apalagi di era digital saat ini yang bisa saja mengatasnamakan inovasi tanpa manajemen resiko dan mekanisme perlindungan konsumen yang belum tentu baik dan akuntabel,” jelasnya.

Contohnya dalam hal kemampuan audit forensik, investigasi dan penelusuran masalah terkait potensi atau dugaan pelanggaran hukum di sektor jasa keuangan.

“Pegawai OJK yang tupoksinya terkait hal tersebut perlu dilengkapi dengan pemahaman mendasar yang kuat mengenai aspek hukum perdata dan korporasi, disamping pengetahuan hukum lainnya yang sifatnya khusus atau teknis seperti contohnya data privacy, cybersecurity dan digital finance,” Ucapnya.

Chandra berpendapat, jika dasar atau akarnya pengetahuan hukumnya tidak kuat, maka cabang atau bidang hukum teknis lainnya akan lemah fondasinya meskipun bisa dipelajari. Akibatnya pegawai OJK bisa mudah dikerjai, dikelabui bahkan bisa saja malah berkompromi dengan pelanggar hukum.

“Jika perlu, harus ada pegawai OJK yang merupakan ahli hukum dengan kemampuan aerial view, memahami penafsiran atau penemuan hukum (rechtsvinding), penghalusan hukum (rechtsverfijning) serta riset regulatory benchmarking dan pemahaman filosofis hukum yang fundamental guna mendukung spesialisasi hukum dari aspek teknis dan spesifik yang telah dipelajarinya. Mereka diharapkan dapat membedah secara analitikal, mendalam, tajam, tegas dan komprehensif beragam perencanaan, strategi dan kreativitas para pelanggar hukum untuk menutupi perbuatannya,” paparnya.

Tidak perlu terlalu mengandalkan konsultan atau tenaga ahli dari eksternal jelas Chandra, SDM OJK harus sangat kuat dalam hal ini, baik di pusat maupun daerah.
“Hal itu mutlak diperlukan untuk melindungi konsumen di Indonesia. Ketika pelanggar hukum misalnya telah mempersiapkan segala sesuatunya untuk mengelabui OJK, maka OJK tidak boleh kalah atau ketinggalan, tidak perlu menunggu masalah timbul ke permukaan atau konsumen menjerit dahulu. SDM OJK harus dipersiapkan sejak dini.” pungkasnya. (*)

Paulus Yoga

Recent Posts

Harita Nickel Raup Pendapatan Rp20,38 Triliun di Kuartal III 2024, Ini Penopangnya

Jakarta – PT Trimegah Bangun Persada Tbk (NCKL) atau Harita Nickel pada hari ini (22/11)… Read More

8 hours ago

NPI Kuartal III 2024 Surplus, Airlangga: Sinyal Stabilitas Ketahanan Eksternal Terjaga

Jakarta - Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada kuartal III 2024 mencatatkan surplus sebesar USD5,9 miliar, di… Read More

8 hours ago

Peluncuran Reksa Dana Indeks ESGQ45 IDX KEHATI

Head of Institutional Banking Group PT Bank DBS Indonesia Kunardy Lie memberikan sambutan saat acara… Read More

10 hours ago

Pacu Bisnis, Bank Mandiri Bidik Transaksi di Ajang GATF 2024

Pengunjung melintas didepan layar yang ada dalam ajang gelaran Garuda Indonesia Travel Festival (GATF) 2024… Read More

10 hours ago

Eastspring Investments Gandeng DBS Indonesia Terbitkan Reksa Dana Berbasis ESG

Jakarta - PT Eastspring Investments Indonesia atau Eastspring Indonesia sebagai manajer investasi penerbit reksa dana… Read More

12 hours ago

Transaksi Kartu ATM Makin Menyusut, Masyarakat Lebih Pilih QRIS

Jakarta - Bank Indonesia (BI) mencatat perubahan tren transaksi pembayaran pada Oktober 2024. Penggunaan kartu ATM/Debit menyusut sebesar 11,4… Read More

12 hours ago