Moneter dan Fiskal

Pajak E-Commerce Bisa Bikin Harga Barang Naik, Begini Kata Bos Pajak

Jakarta – Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Bimo Wijayanto menyatakan pemberlakuan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 37 Tahun 2025 tentang pemungutan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 kepada merchant di e-commerce tidak akan membebankan atau menaikkan harga barang yang dijual kepada konsumen.

Bimo menjelaskan, pajak e-commerce ini bukan merupakan pajak baru, sehingga tidak akan menaikkan harga barang yang ditawarkan kepada konsumen.

Menurutnya, merchant sudah menghitung kewajiban pajaknya, meskipun tanpa melalui pemungutan dari platform atau marketplace.

“Enggak ada (kenaikan harga), ini bukan pajak baru, tidak akan menaikan harga. Jadi platform kan sudah jelas harganya, mereka sudah menghitung kewajiban perpajakan, tanpa melalui pemungutan platform, mereka juga harus comply,” kata Bimo saat ditemui di Gedung DPR RI, Selasa, 15 Juli 2025.

Baca juga: Ojol hingga Penjual Pulsa Dikecualikan dari Pajak E-Commerce, Simak Aturan Lengkapnya

Bimo menyatakan, aturan tersebut sudah berprinsip pada keadilan sesuai dengan yang selama ini telah diimplementasikan pemerintah.

“Policy itu sudah sangat fair sesuai dengan apa yang selama ini sebenernya diimplementasikan,” pungkasnya.

Kekhawatiran tersebut disuarakan Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) yang menilai adanya potensi aturan pajak tersebut berdampak pada konsumen di dalam praktiknya.

Sekretaris Jenderal idEA Budi Primawan mengatakan, PMK ini tidak menambah beban pajak baru bagi penjual, melainkan mengalihkan mekanisme pemungutannya ke platform digital. Namun demikian, implementasi di lapangan tetap membawa sejumlah tantangan administratif dan teknis.

Baca juga: Marketplace Jadi Pemungut Pajak, Seberapa Besar Dampaknya ke Penerimaan Negara?

“Marketplace memang tidak diwajibkan memverifikasi surat pernyataan omzet dari penjual, namun harus menyediakan sistem yang memungkinkan seller mengunggah dokumen tersebut dan menyampaikannya kepada sistem DJP. Surat tersebut wajib dicetak, ditandatangani, dan bermeterai. Ini memerlukan kesiapan sistem, edukasi, dan komunikasi yang baik kepada para penjual,” kata Budi dalam keterangan resmi, Selasa, 15 Juli 2025.

idEA menilai perlu adanya masa transisi yang cukup dan sosialisasi yang menyeluruh, terutama bagi pelaku UMKM yang belum terbiasa dengan administrasi perpajakan berbasis digital. Konsensus Marketplace mengindikasikan perlu waktu setidaknya 1 tahun untuk persiapan ditunjuk sebagai pemungut pajak.

Di sisi lain, meskipun pajak dibebankan kepada seller, dalam praktiknya ada potensi beban tersebut diteruskan ke konsumen, tergantung strategi masing-masing penjual. (*)

Editor: Galih Pratama

Irawati

Recent Posts

IHSG Kembali Dibuka Menguat 0,28 Persen ke Posisi 8.633

Poin Penting IHSG dibuka menguat 0,28% ke level 8.633,34 dengan nilai transaksi Rp633,57 miliar. Phintraco… Read More

1 hour ago

Rupiah Menguat Tipis di Awal Perdagangan, Ini Faktor Pendorongnya

Poin Penting Rupiah dibuka menguat 0,02% ke level Rp16.746 per dolar AS seiring sentimen risk-on… Read More

1 hour ago

IHSG Berpotensi Melemah, Ini Katalis Penggeraknya

Poin Penting IHSG diprediksi variatif cenderung melemah, dengan support 8.443–8.521 dan resistance 8.696–8.776 menurut CGS.… Read More

2 hours ago

Membangun Zhenshen Indonesia

Oleh Cyrillus Harinowo, Komisaris Independen Bank Central Asia PAGI itu saya melakukan kunjungan ke Kawasan… Read More

3 hours ago

Bank Mandiri Segarkan Komisaris, Pertebal Pengawasan di Tengah Ekspansi

Poin Penting Bank Mandiri merombak jajaran Dewan Komisaris melalui RUPSLB 19 Desember 2025 dengan menunjuk… Read More

15 hours ago

Aliran Modal Asing Masuk RI Rp0,24 Triliun di Pekan Ketiga Desember 2025

Poin Penting Modal asing masuk Rp0,24 triliun ke Indonesia pada pekan ketiga Desember 2025, terutama… Read More

23 hours ago