Poin Penting
Jakarta – PT Indonusa Bara Sejahtera atau OVO Finansial buka suara terkait tuduhan adanya permainan manfaat ekonomi atau suku bunga yang dilayangkan oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).
Komisaris OVO Finansial Karaniya Dharmasaputra membantah keterlibatan pihaknya dalam praktik kartel suku bunga oleh pelaku fintech peer to peer (P2P) lending.
“Kami 100 persen tidak terlibat seperti yang dituduhkan dalam praktik kartel suku bunga,” ujarnya di Jakarta, Kamis, 18 September 2025.
Ia menegaskan, tuduhan kartel terhadap OVO Financial sama sekali tidak benar. Menurutnya, praktik kartel itu merugikan konsumen dan cenderung menaikkan harga diluar batas kewajaran dan pada akhirnya memberatkan konsumen.
“Kami di OVO Finansial tidak suka dan menentang kartel. Kami agak bingung kalau praktik seperti ini (batas atas) ditetapkan, lalu batas atas itu diturunkan terus sehingga suku bunga pindar turun terus. Masa iya suku bunga turun merugikan konsumen,” bebernya.
Baca juga : Sidang Lanjutan KPPU: Terlapor Dugaan Kartel Bunga Pindar Diminta Sampaikan Tanggapan
Ia pun mempertanyakan kebijakan penurunan suku bunga pindar yang dilakukan Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) sesuai arahan Otoritas Jas Keuangan (OJK) untuk melindungi konsumen dinilai salah.
“Kenapa praktik kebijakan yang baik ini dinilai salah dan kami mau dihukum. Apa di negara ini kalau kita mau berbuat baik malah dihukum,” ujarnya.
Diketahui, OVO Financial menjadi 1 dari 97 perusahaan terlapor dalam dugaan kartel suku bunga pindar dalam sidang KPPU.
Pihak KPPU menuding perusahaan layanan pindar diduga menetapkan plafon bunga harian secara bersama-sama melalui kesepakatan internal di AFPI.
Baca juga : Lengkap! Daftar 97 Perusahaan Terlapor Dugaan Kartel Bunga di Sidang KPPU
Tarif bunga yang meliputi biaya pinjaman dan biaya lainnya awalnya dibatasi 0,8 persen per hari, lalu pada 2021 diturunkan menjadi 0,4 persen per hari.
KPPU telah mengajukan tuntutan terhadap sejumlah pelaku industri pindar atas dugaan praktik pengaturan suku bunga secara kolektif. Tindakan ini mencakup periode antara tahun 2020 hingga 2023.
Temuan dari KPPU menyebutkan bahwa pelaku usaha di sektor ini diduga melanggar ketentuan Pasal 5 dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 mengenai larangan monopoli dan persaingan usaha yang tidak sehat. Dugaan pelanggaran tersebut dinilai menekan iklim persaingan dan dapat merugikan konsumen.
”Kami menemukan adanya pengaturan bersama mengenai tingkat bunga di kalangan pelaku usaha yang tergabung dalam asosiasi selama tahun 2020 hingga 2023,” ujar M Fanshurullah Asa, Ketua Umum KPPU. (*)
Editor: Galih Pratama
Poin Penting PT Phapros Tbk (PEHA) mencetak laba bersih Rp7,7 miliar per September 2025, berbalik… Read More
Poin Penting Unilever Indonesia membagikan dividen interim 2025 sebesar Rp3,30 triliun atau Rp87 per saham,… Read More
Poin Penting IFAC menekankan pentingnya kolaborasi regional untuk memperkuat profesi akuntansi di Asia Pasifik, termasuk… Read More
Poin Penting BAKN DPR RI mendorong peninjauan ulang aturan KUR, khususnya agar ASN golongan rendah… Read More
Poin Penting IHSG menguat ke 8.655,97 dan sempat mencetak ATH baru di level 8.689, didorong… Read More
Poin Penting Konsumsi rumah tangga menguat jelang akhir 2025, didorong kenaikan penjualan ritel dan IKK… Read More