Keuangan

Opini Jaksa Terkait Asabri-Jiwasraya Dikhawatirkan Bikin Gaduh Ekonomi

Jakarta – Pernyataan Direktur Penyidikan Jampidsus Febrie Ardiansyah baru-baru ini tentang adanya aliran dana dugaan korupsi PT Asabri ke dalam bentuk bitcoin, dinilai dapat berdampak negatif terhadap kondisi politik hingga perekonomian Indonesia. Opini yang dikhawatirkan bisa membuat gaduh tersebut dianggap tidak obyektif.

Apalagi kejaksaan hingga saat ini belum menyelesaikan perhitungan kerugian negara sehingga dapat nilai yang pasti dari tim auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Menurut pakar hukum pidana Universitas Al Azhar Indonesia, Suparji Ahmad, seharusnya Direktur Penyidikan Jampidsus tidak membuat opini pada proses yang masih prematur. 

“Meski dalam kerangka transparansi, namun jika membuat opini yang salah dikhawatirkan bisa menjadi bumerang bagi institusi kejaksaa. Proses penegakan hukum tidak boleh dibumbui dengan opini,” kata Suparji seperti dikutip di Jakarta, Selasa 20 April 2021.

Dirinya pun menyarankan agar kejaksaan dalam memberikan pernyataan harus menjaga obyektivitasnya sebagai penegak hukum. Jika serampangan, lanjutnya, maka bisa menimbulkan kegaduhan nasional.

“Maka pernyataan penyidik juga harus memperhitungkan dampak negatif terhadap politik, sosial dan ekonomi. Dan penyidik Kejagung tak boleh membekukan rekening efek tanpa memeriksa emiten serta memastikan bahwa rekening tersebut terkait dengan tindak pidananya sebagaimana amanat Pasal 39 KUHP,” ujarnya.

Menurut dia, jika tidak ada kaitannya dengan kejahatan, penyidik tidak boleh sembarangan beropini maupun menyita. Sebabnya, proses penegakan hukum yang dilakukan aparat penegak hukum tak boleh mengganggu sektor perekonomian. Apalagi di situasi pandemi seperti saat ini, ekonomi negara sudah sangat tertekan. Jadi sebaiknya jangan bikin gaduh.

Senada, pakar hukum Universitas Pelita Harapan, Rizky Karo-Karo menilai, penegak hukum yang menangani kasus Asabri maupun Jiwasraya, sejatinya dalam melakukan tugas dan kewenangan harus berdasar bukti permulaan yang cukup, minimal terdapat 2 (dua) alat bukti dalam hukum acara pidana.

“Penegak hukum pun wajib tidak melupakan asas praduga tak bersalah (presumption of innocence) hingga akhirnya terdapat putusan peradilan dari hakim pemeriksa perkara a quo yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde),” tegas dia.

Sementara terkait tudingan kejaksaan soal aliran dana ke bitcoin, kuasa hukum Benny Tjokro, Bob Hasan membantahnya. “Wah saya baru tahu ada tudingan tersebut. Kami pun tidak tahu jika ada aliran dana ke bitcoin. Dasarnya memang jaksa segitu serampangan dalam memproses hukum ini,” tutup dia. (*)

Rezkiana Nisaputra

Recent Posts

Konsumsi Meningkat, Rata-Rata Orang Indonesia Habiskan Rp12,3 Juta di 2024

Jakarta – Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan pengeluaran riil rata-rata per kapita masyarakat Indonesia sebesar Rp12,34 juta… Read More

31 mins ago

Laba Bank DBS Indonesia Turun 11,49 Persen jadi Rp1,29 Triliun di Triwulan III 2024

Jakarta - Bank DBS Indonesia mencatatkan penurunan laba di September 2024 (triwulan III 2024). Laba… Read More

1 hour ago

Resmi Diberhentikan dari Dirut Garuda, Irfan Setiaputra: Saya Terima dengan Profesional

Jakarta - Melalui Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) pada Jumat, 15 November 2024,… Read More

2 hours ago

IHSG Ditutup Bertahan di Zona Merah 0,74 Persen ke Level 7.161

Jakarta – Indeks harga saham gabungan (IHSG) pada hari ini, 15 November 2024, masih ditutup… Read More

2 hours ago

Naik 4 Persen, Prudential Indonesia Bayar Klaim Rp13,6 Triliun per Kuartal III-2024

Jakarta - PT Prudential Life Assurance atau Prudential Indonesia mencatat kinerja positif sepanjang kuartal III-2024.… Read More

3 hours ago

Kebebasan Finansial di Usia Muda: Tantangan dan Strategi bagi Gen-Z

Jakarta - Di era digital, keinginan untuk mencapai kebebasan finansial pada usia muda semakin kuat,… Read More

4 hours ago