Jakarta – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) meluncurkan Roadmap Pengembangan dan Penguatan Industri Bank Perekonomian Rakyat (BPR)- Bank Perekonomian Rakyat Syariah (BPRS) atau RP2B 2024-2027. Visi utama dari RP2B ini tidak lain demi menjadikan BPR sebagai bank yang mampu mendukung kegiatan daerah, khususnya usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Menurut Mohamad Miftah, Direktur Pengembangan Perbankan OJK, setidaknya ada tiga tantangan utama yang akan dihadapi BPR di era 4.0. Tantangan yang dimaksud adalah permodalan dan disparitas usaha, tata kelola dan infrastruktur produk maupun layanan, serta peran BPR untuk perekonomian wilayah.
Untuk tantangan pertama, Miftah menilai, saat ini BPR ataupun BPRS didominasi oleh bank rural dengan skala usaha yang kecil. Akibatnya, kinerja mereka sering dinilai kurang optimal.
Baca juga: OJK Perkuat Kelembagaan BPR dan BPRS Lewat POJK No 7 Tahun 2024
“BPR dan BPRS ini cukup banyak, dan sebagian besar didominasi oleh BPR dan BPRS dengan skala usaha yang kecil, dengan kinerja yang bisa dinilai kurang optimal,” tutur Miftah pada Seminar Bisnis BPR bertajuk Transformasi dan Roadmap Pengembangan BPR/BPRS 2024-2027 yang diselenggarakan The Finance, Jumat, 21 Juni 2024.
“Selain itu, BPR dan BPRS juga masih dihadapkan dengan adanya kewajiban pemenuhan modal inti minimum sebesar 6 miliar. Untuk BPR, (tenggatnya) sampai dengan 31 Desember 2004, sementara untuk BPRS itu di tahun depan,” tambah Miftah.
Sementara tantangan kedua, Miftah yakin kualitas dan kuantitas pengurus SDM industri BPR dan BPRS masih bisa dioptimalkan. Menurutnya, dibutuhkan penerapan tata kelola yang baik dan manajemen risiko yang lebih efektif untuk meningkatkan kinerja industri BPR.
Selain itu, BPR dan BPRS juga dihadapkan dengan persaingan usaha dengan berbagai lembaga keuangan. Dari sisi OJK, kata Miftah, pihaknya berupaya melakukan pengawasan secara konsisten terhadap bank rural, agar mereka tetap sehat.
“OJK dihadapkan pada upaya untuk selalu mengawasi BPR dan BPRS secara efektif dan efisien. Ini juga untuk memastikan industri BPR dan BPRS berkinerja sehat dengan memperhatikan aspek perlindungan konsumen,” paparnya.
Dan tantangan terakhir, OJK juga menganggap, kontribusi BPR dan BPRS masih terbatas di wilayahnya masing-masing.
Hal ini menjadi landasan bagi OJK untuk meluncurkan RP2B. Roadmap ini dilandaskan dari Undang-Undang (UU) Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK). Setidaknya ada empat pilar dari RP2B.
Baca juga: The Finance Top 100 BPR 2024: Tantangan Makin Berat di Era Suku Bunga Tinggi
“Keempat pilar tersebut adalah yang penguatan struktur dan daya saing, akselerasi digitalisasi BPR dan BPRS, penguatan peran BPR dan BPRS terhadap wilayahnya, dan penguatan pengaturan perizinan dan pengawasan,” tutur Miftah.
Lebih lanjut, RP2B juga memiliki tiga fokus utama, yaitu memperkuat modal BPR, mengakselerasi konsolidasi, serta memperkuat tata kelola. (*) Mohammad Adrianto Sukarso
Jakarta - PT Eastspring Investments Indonesia atau Eastspring Indonesia sebagai manajer investasi penerbit reksa dana… Read More
Jakarta - Bank Indonesia (BI) mencatat perubahan tren transaksi pembayaran pada Oktober 2024. Penggunaan kartu ATM/Debit menyusut sebesar 11,4… Read More
Suasana saat penyerahan sertifikat Predikat Platinum Green Building dari Green Building Council Indonesia (GBCI) Jakarta.… Read More
Jakarta – Bank Indonesia (BI) melaporkan penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) pada Oktober 2024 mencapai Rp8.460,6 triliun,… Read More
Jakarta - Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) menolak rencana pemerintah menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi… Read More
Jakarta - Indeks harga saham gabungan (IHSG) pada hari ini, Jumat, 22 November 2024, ditutup… Read More