Moneter dan Fiskal

OJK Tegaskan Jasa Keuangan RI Kokoh Hadapi Perlambatan Ekonomi Global

Jakarta – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai bahwa stabilitas sektor jasa keuangan nasional terjaga baik. Hal tersebut didukung oleh permodalan yang kuat, likuiditas yang memadai dan profil risiko yang terjaga, sehingga diharapkan mampu menghadapi potensi perlambatan pertumbuhan ekonomi global.

Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Mahendra Siregar mengatakan, bahwa indikator perekonomian secara global menunjukkan moderasi atau perlambatan pertumbuhan di beberapa negara, khususnya di negara-negara Uni Eropa dan Tiongkok.

“Perlambatan pertumbuhan ekonomi itu mendorong inflasi turun mendekati target inflasi, sehingga memberikan ruang bagi bank sentral untuk lebih akomodatif,” ujar Mahendra dalam Konferensi Pers, Selasa 9 Januari 2024.

Baca juga: OJK Terbitkan Aturan Baru Terkait Perlindungan Konsumen, Simak 11 Poin Pentingnya

Semantara itu, di Amerika Serikat (AS), The Federal Reserve  (The Fed) mengisyaratkan akan menurunkan suku bunga kebijakan sebesar 75 bps di 2024. Pasar pun menilai ekonomi AS masih cukup resilien dan diperkirakan tidak akan mengalami resesi.

Namun demikian, pasar juga mencermati perkembangan geopolitik ke depan seperti eskalasi ketegangan di laut merah imbas dari konfik Palestina-Israel serta penyelenggaraan pemilihan umum yang mencakup 50 persen populasi dunia seperti AS, Uni Eropa, India dan Taiwan dan termasuk Indonesia.

Secara umum, tambah Mahendra, sentimen di pasar keuangan global cenderung positif pada Desember 2023, didukung oleh ekspektasi penurunan suku bunga AS atau Fed Funds Rate (FFR) dan narasi soft landing di AS.

“Sehingga mendorong kembalinya aliran dana masuk ke emerging market dan penguatan pasar keuangan global, termasuk pasar keuangan di Indonesia,” katanya.

Baca juga: Awas! OJK Diam-Diam Nyamar jadi Intel di Warung Kopi, Gali Informasi Pasar Modal

Di domestik, leading indicator perekonomian nasional tercatat positif. Di antaranya ditunjukkan oleh neraca perdagangann yang surpuls dan PMI Manufaktur yang masih ekspansif. Selain itu, tingkat inflasi juga terjaga rendah di level 2,61 persen yoy, dibandingkan pada November 2023 sebesar 2,28 persen. Hal ini ditunjukkan oleh volatilitas yang baik di pasar saham, surat utang, maupun nilai tukar terpantau menurun.

“Namun begitu masih perlu dicermati perkembangan permintaan domestik ke depan, seiring masih berlanjutnya penurunan inflasi inti, penurunan optimisme konsumen serta melandainya penjualan ritel dan kendaraan bermotor,” pungkas Mahendra. (*)

Editor: Galih Pratama

Irawati

Recent Posts

Siap-Siap! Transaksi E-Money dan E-Wallet Terkena PPN 12 Persen, Begini Hitungannya

Jakarta - Masyarakat perlu bersiap menghadapi kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025. Salah… Read More

1 hour ago

Kemenkraf Proyeksi Tiga Tren Ekonomi Kreatif 2025, Apa Saja?

Jakarta - Kementerian Ekonomi Kreatif/Badan Ekonomi Kreatif (Kemenkraf/Bekraf) memproyeksikan tiga tren ekonomi kreatif pada 2025. … Read More

2 hours ago

Netflix, Pulsa hingga Tiket Pesawat Bakal Kena PPN 12 Persen, Kecuali Tiket Konser

Jakarta - Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengungkapkan bahwa sejumlah barang dan jasa, seperti… Read More

2 hours ago

Paus Fransiskus Kembali Kecam Serangan Israel di Gaza

Jakarta -  Pemimpin tertinggi Gereja Katolik Sedunia Paus Fransiskus kembali mengecam serangan militer Israel di jalur… Read More

3 hours ago

IHSG Dibuka Menguat Hampir 1 Persen, Balik Lagi ke Level 7.000

Jakarta - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berbalik dibukan naik 0,98 persen ke level 7.052,02… Read More

4 hours ago

Memasuki Pekan Natal, Rupiah Berpotensi Menguat Meski Tertekan Kebijakan Kenaikan PPN

Jakarta – Pengamat Pasar Uang, Ariston Tjendra, mengungkapkan bahwa kebijakan pemerintah terkait kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN)… Read More

4 hours ago