Keuangan

OJK: Sistem Co-Payment Tekan Fraud di Asuransi Kesehatan

Jakarta – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terus melakukan penguatan di sektor perasuransian. Salah satunya dengan mengatur lini bisnis asuransi kesehatan yang selama ini diwarnai fraud yang tinggi karena penyalahgunaan klaim oleh pemegang polis maupun over utilization oleh pihak rumah sakit.

OJK pun telah mengeluarkan SE OJK NO. 7/SEOJK.05/2025 tentang Penyelenggarakan Produk Asuransi Kesehatan yang salah menerapkan skema pembagian risiko (co-payment).

Skema ini mewajibkan pemegang polis atau tertanggung membayar paling sedikit 10 persen dari total pengajuan dengan batas maksimum Rp300 ribu per pengajuan klaim untuk rawat jalan dan Rp3 juta per pengajuan klaim untuk rawat inap.

Ogi Prastomiyono, Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan dan Dana Pensiun OJK menjelaskan, skema co-payment ini hanya berlaku untuk produk asuransi kesehatan komersial dan diharapkan pemegang polis bisa ikut mengontrol klaim yang tak terkendali.

Baca juga: Pengamat Sebut Skema Co-Payment Tidak Rugikan Masyarakat, Ini Alasannya

“Ini salah satu upaya untuk perbaikan ekosistem asuransi kesehatan sehingga industri asuransi kesehatan bisa tumbuh secara sustain dan efisien karena dilakukan dengan perbaikan-perbaikan yang diatur dalam SEOJK tentang Penyelenggaraan Produk Asuransi Kesehatan itu,” ujarnya dalam focus group discussion dengan media massa di Jakarta, Kamis (12/06/2025).

OJK mencatat, pertumbuhan premi asuransi kesehatan cukup tinggi dari Rp26,26 triliun pada 2023 menjadi Rp40,19 triliun pada 2024 dan pada empat bulan pertama 2025 sebesar Rp18,30 triliun. Sementara, klaimnya sebesar Rp26,51 triliun pada 2023 dan Rp28,62 triliun pada 2024.

“Pendapatan premi asuransi kesehatan mengalami peningkatan yang tinggi karena adanya repricing pada beberapa perusahaan asuransi karena rasio klaim yang terbilang tinggi,” ujar Ogi.

Baca juga: Meringankan Beban Co-Payment dengan Pendekatan Reasuransi

Peraturan yang akan berlaku mulai 1 Januari 2026 ini juga merupakan upaya untuk penguatan ekosistem asuransi kesehatan yang dilatarbelakangi dengan trend peningkatan inflasi medis yang mendorong kenaikan biaya atau premi kesehatan.

Inflasi medis di Indonesia menjadi salah satu yang tertinggi di dunia. Menurut Global Medical Trend Rates Report (AON), inflasi medis di Indonesia pada tahun 2024 mencapai 10,1 persen, jauh di atas inflasi medis global yang hanya 6,5 persen. Bahkan, inflasi medis Indonesia tahun ini diprediksi melonjak menjadi 13,6 perseb, sedangkan global hanya naik menjadi 7,2 persen. (*) KM

Galih Pratama

Recent Posts

Diduga Sebar Data Debitur, Komdigi Minta Google Hapus 8 Aplikasi “Mata Elang”

Poin Penting Komdigi ajukan delisting delapan aplikasi yang diduga menyalahgunakan data nasabah pembiayaan kendaraan bermotor… Read More

2 hours ago

Jasa Armada Indonesia (IPCM) Bagikan Dividen Interim Rp23,25 Miliar, Catat Tanggalnya!

Poin Penting IPCM bagikan dividen interim tahun buku 2025 sebesar Rp4,40 per saham atau total… Read More

12 hours ago

Transfer ke Daerah Capai Rp795,6 T hingga November 2025, Turun 0,3 Persen

Poin Penting TKD hingga November 2025 terealisasi Rp795,6 triliun atau 91,5 persen dari pagu APBN,… Read More

12 hours ago

RUPSLB Geoprima Solusi (GPSO) Setujui Susunan Baru Direksi, Komisaris, dan Remunerasi

Poin Penting RUPSLB GPSO menyetujui perubahan susunan direksi dan dewan komisaris, termasuk pengunduran diri empat… Read More

13 hours ago

Sepak Terjang Zulkifli Zaini yang Diangkat Jadi Komut Bank Mandiri

Poin Penting RUPSLB Bank Mandiri pada 19 Desember 2025 resmi mengangkat Zulkifli Zaini sebagai Komisaris… Read More

13 hours ago

RUPSLB Bank Mandiri Rombak Komisaris, Ini Susunan Lengkapnya

Poin Penting RUPSLB Bank Mandiri (BMRI) 19 Desember 2025 memutuskan perombakan jajaran dewan komisaris, sementara… Read More

14 hours ago