Jakarta – Di tengah proses restrukturisasi kredit perbankan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengaku akan lebih ketat mengawasi sektor jasa keuangan agar tidak terjadi risiko likuiditas maupun kredit macet.
Hal tersebut disampaikan Kepala Eksekutif Pengawasan Perbankan OJK Heru Kristiyana saat menghadiri live video conference Halal Bihalal OJK dengan media. Menurutnya, ditengah perlambatan ekonomi saat ini risiko pengetatan likuiditas dan kredit macet masih akan membayangi kinerja bisnis perbankan.
“OJK mencermati perkembangan seluruh bank di sisituasi pandemi ini kepada seluruh bank. Kita juga melakukan pengawasan lebih ketat lagi karena kita memahami risiko likuiditas dan kredit menjadi prioritas,” kata Heru di Jakarta, Kamis 4 Juni 2020.
Meski begitu, menurutnya, kinerja intermediasi lembaga jasa keuangan hingga April 2020 masih tumbuh meski melambat sejalan dengan perlambatan ekonomi. Berdasarkan data dari Rapat Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), kredit perbankan hanya tumbuh sebesar 5,73% yoy lebih rendah dari Maret 2020 yang sempat mencapai 7,95%.
Sementara untuk angka piutang pembiayaan perusahaan pembiayaan tercatat tumbuh sebesar 0,8% yoy. Dari sisi penghimpunan dana, Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan tumbuh sebesar 8,08% yoy. Pada April 2020, industri asuransi berhasil menghimpun pertambahan premi sebesar Rp15,7 triliun.
OJK memandang profil risiko lembaga jasa keuangan pada April 2020 juha masih terjaga pada level yang terkendali dengan rasio NPL gross tercatat sebesar 2,89% (NPL net Bank Umum Konvensional (BUK): 1,09%) dan Rasio NPF sebesar 3,25%. Risiko nilai tukar perbankan dapat dijaga pada level yang rendah terlihat dari rasio Posisi Devisa Neto (PDN) sebesar 1,62%, jauh di bawah ambang batas ketentuan sebesar 20%.
Sementara itu, likuiditas dan permodalan perbankan berada pada level yang memadai. Rasio alat likuid/non-core deposit dan alat likuid/DPK April 2020 terpantau pada level 117,8% dan 25,14%, jauh di atas threshold masing-masing sebesar 50% dan 10%. Permodalan lembaga jasa keuangan terjaga stabil pada level yang memadai.
Capital Adequacy Ratio BUK tercatat sebesar 22,13% serta Risk-Based Capital industri asuransi jiwa dan asuransi umum masing-masing sebesar 651% dan 309%, jauh diatas ambang batas ketentuan sebesar 120%. (*)
Editor: Rezkiana Np
Jakarta - PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) resmi membuka penjualan tiket kereta cepat Whoosh… Read More
Jakarta - PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) terus berkomitmen mendukung pengembangan sektor pariwisata berkelanjutan… Read More
Tangerang - Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) bekerja sama dengan Kementerian Perdagangan (Kemendag) meluncurkan program… Read More
Jakarta - PT Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat bahwa data perdagangan saham selama periode 16-20… Read More
Jakarta – Bank Indonesia (BI) mencatat di minggu ketiga Desember 2024, aliran modal asing keluar… Read More
Jakarta - PT Asuransi BRI Life meyakini bisnis asuransi jiwa akan tetap tumbuh positif pada… Read More