Jakarta – Otoritas Jasa Keuangan meminta Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk melakukan relaksasi dalam mengklasifikasi dana repatriasi dari program kebijakan pengampunan pajak (tax amnesty).
Sebagaimana diketahui, di dalam transaksi perbankan, jika ada uang yang masuk dalam jumlah besar di luar kebiasaan, maka akan terekam sebagai transaksi mencurigakan dan datanya masuk ke PPATK. Di mana dana repatriasi dari tax amnesty ini, sangat berpotensi masuk ke PPATK.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Nelson Tampubolon meyakini, dana repatriasi yang masuk ke bank persepsi pasti akan di luar pola (kebiasaan) dan itu harus di laporkan. Sementara dalam Undang-Undang Tax Amnesty, dana yang dikeluarkan ini rahasia untuk semua pihak kecuali Kementerian Keuangan.
Artinya, bentuk pola transaksi tersebut bisa dikatakan tidak wajar, dan sudah seharusnya dilaporkan kepada PPATK. Hal tersebut pun sudah diatur ketentuannya dalam Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang.
“Sekarang ini yang kami sudah bicarakan dengan Kementerian Keuangan perlu penanganan lebih lanjut masalah pelaporan ke PPATK terkait masalah transaksi-transaksi yang mencurigakan, artinya yang keluar pola dari pemilik rekening,” ujar Nelson, di Gedung Parlemen, Jakarta, Rabu, 20 Juli 2016.
Perbankan dalam hal ini bank persepsi, harus segera melaporkan kepada PPATK, jika ada pola transaksi yang masuk dalam kategori mencurigakan, termasuk dana repatriasi. Namun, kata Nelson, hal ini justru bersebrangan dengan aturan yang sudah tercantum dalam UU tax amnesty, dimana bank persepsi harus tetap menjaga kerahasiaan data para nasabah yang merepatriasi dananya.
“Kalau tidak dilaporkan, bank bisa kena penalti. Tapi kalau dilaporkan, bisa menabrak UU tax amnesty,” tukasnya.
Oleh sebab itu, lanjut Nelson, pemerintah diminta segera menyelesaikan permasalahan tersebut, sebelum nantinya Indonesia semakin dibanjiri likuiditas dari dana repatriasi. Sehingga, ke depannya tidak menimbulkan keraguan bagi bank persepsi yang sudah ditunjuk oleh pemerintah.
“Diharapkan ini segera diselesaikan apakah ini akan dilaporkan atau tidak, kalau dilaporkan bisa saja menabrak dari sisi kerahasian perbankan. Dalam proses kesiapan kita belum lihat akan ada realisasi dana masuk, tapi persiapannya perlu dilakukan terkait permasalhan PPATK ini,” ucap Nelson.
Sementara itu di tempat yang sama, Direktur Utama PT Bank Tabungan Negara (BTN) Maryono menyatakan hal yang sama. Menurutnya, perlu ada relaksasi dari PPATK terkait hal tersebut mengingat jangka waktu tax amnesty hanya sembilan bulan yakni sampai 31 Maret 2017.
“Kami juga mungkin ini usulan bahwa tax amnesty ini berlaku sembilan bulan, jadi perlu ada suatu bagaimana kemudahan atau relaksasi dari PPATK dan sebagainya apakah aturan baru atau pasal lain karena tax amnesty ini sembilan bulan sudah selesai,” tutupnya. (*)
Jakarta - Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengungkapkan bahwa sejumlah barang dan jasa, seperti… Read More
Jakarta - Pemimpin tertinggi Gereja Katolik Sedunia Paus Fransiskus kembali mengecam serangan militer Israel di jalur… Read More
Jakarta - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berbalik dibukan naik 0,98 persen ke level 7.052,02… Read More
Jakarta – Pengamat Pasar Uang, Ariston Tjendra, mengungkapkan bahwa kebijakan pemerintah terkait kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN)… Read More
Jakarta - Harga emas Antam atau bersertifikat PT Aneka Tambang hari ini, Senin, 23 Desember… Read More
Jakarta – Direktorat Jenderal Pajak (DJP) buka suara terkait dengan transaksi Quick Response Code Indonesia Standard (QRIS)… Read More