Jakarta — Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bersikukuh telah menjalankan amanat Undang-undang (UU) sesuai tugas dan fungsi sebagaimana lembaga tersebut dibentuk.
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso saat menerima Delegasi World Bank menyampaikan, bahwa sebagaimana diamanatkan dalam UU OJK, OJK diberikan mandat untuk melakukan pengawasan terintegrasi terhadap sektor jasa keuangan dan kewenangan terhadap pengawasan di masing-masing sektor tetap berada pada Kepala Eksekutif masing-masing sektor yaitu sektor perbankan, pasar modal dan industri keuangan non bank.
“Dalam menyikapi mandat UU OJK ini, pendekatan yang kami terapkan tentunya mempertimbangkan kondisi internal OJK. Bagaimana kita mewujudkan pengawasan yang tidak hanya efektif tetapi juga efisien,” tutur Wimboh dalam keterangannya di Jakarta, Jumat (6/9).
Selain itu, mantan Komisaris Utama Bank Mandiri tersebut juga menyebut bahwa pihaknya terus mengadopsi teknologi dalam pengawasan dan juga mengefektifkan SDM OJK dengan meningkatkan daya analitisnya. “Sehingga tidak hanya sekadar konsolidasi data misalnya dari laporan yang disampaikan lembaga keuangan ada tentunya ada lag waktunya. Dengan demikian, proses bisnis pengawasan menjadi lebih efisien,” tuturnya.
“Untuk itu, pendekatan pengawasan yang kami ambil adalah pengawasan konglomerasi keuangan dilakukan oleh pengawas yang mengawasi entitas utamanya,” jelas Wimboh.
Jika Bank adalah entitas utamannya maka pengawasan terintegrasi dilakukan oleh Pengawas Perbankan, begitu juga dengan pengawasan Entitas Utama di industri pasar modal dan IKNB.
Pertanyaannya adalah bagaimana jika perusahaan dalam konglomerasi keuangan tersebut adalah cross sectoral, seperti Bank Mandiri yang memiliki Mandiri sekuritas dan juga perusahaan Asuransi dan Lembaga Pembiayaan?
“Terhadap cross sectoral konglomerasi keuangan ini, kami telah menerapkan pendekatan pengawasan terintegrasi melalui dibentuknya Komite Pengawasan Terintegrasi di mana secara periodik dilakukan Rapat Komite Pengawasan Terintegrasi,” terang Wimboh lagi.
Selain itu, lanjutnya, OJK juga menerapkan Deputies Meeting untuk koordinasi lintas sektor. Sedangkan tools yang digunakan dalam menilai tingkat kesehatan dan profil risiko suatu konglomerasi keuangan OJK telah menerapkan apa yang dinamakan dengan IRR (Integrated Risk Rating) dan supervisory plan serta mengintegrasikan seluruh data lintas sektor.
“Saya percaya pendekatan yang kami terapkan ini dapat secara efektif dan efisien menjalankan amanat UU OJK dalam melaksanakan pengawasan terintegrasi terhadap sektor jasa keuangan. Mewujudkan sektor jasa keuangan yang resilient dan berperan optimal bagi perekonomian nasional,” tutup Wimboh.
Sebelumnya, World Bank telah memberikan catatan khusus terkait sistem keuangan Indonesia dalam laporannya berjudul Global Economic Risks and Implications for Indonesia, yang dirilis pada September 2019.
Dalam laporan tersebut World Bank memberikan banyak masukan terkait pengawasan terintegrasi terutama untuk mengawasi konglomerasi keuangan. Salah satu saran kepada OJK adalah merevisi aturan, dan membentuk satu tim yang khusus mengawasi risiko dari konglomerasi keuangan ini. Mengingat risiko yang bisa ditimbulkan sangatlah besar. (*)
Jakarta - Kementerian Ekonomi Kreatif/Badan Ekonomi Kreatif (Kemenkraf/Bekraf) memproyeksikan tiga tren ekonomi kreatif pada 2025. … Read More
Jakarta - Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengungkapkan bahwa sejumlah barang dan jasa, seperti… Read More
Jakarta - Pemimpin tertinggi Gereja Katolik Sedunia Paus Fransiskus kembali mengecam serangan militer Israel di jalur… Read More
Jakarta - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berbalik dibukan naik 0,98 persen ke level 7.052,02… Read More
Jakarta – Pengamat Pasar Uang, Ariston Tjendra, mengungkapkan bahwa kebijakan pemerintah terkait kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN)… Read More
Jakarta - Harga emas Antam atau bersertifikat PT Aneka Tambang hari ini, Senin, 23 Desember… Read More