Jakarta – Fenomena debt collector (DC) atau penagih utang kembali menjadi sorotan publik akibat kasus yang viral di media sosial, yang melakukan kekerasan dalam menarik kendaraan.
Di sisi lain, DC diperlukan bagi perusahaan multifinance untuk menuntaskan debitur-debitur nakal yang menunggak kreditnya. Namun tentunya DC yang sudah bersertifikasi agar sesuai dengan SOP (standar operasional prosedur) dalam melakukan penagihan.
Direktur Literasi dan Edukasi Keuangan OJK Horas V.M. Tarihoran mengatakan, mengenai DC jangan hanya dilihat dari sisi negatifnya saja, karena mereka melakukan tugasnya dengan benar untuk menagih tunggakan para debitur.
“Mereka melakukan tugasnya dan kita sudah berjanji di dalam perjanjian tertulis, kalau kita menunggak dua atau tiga kali itu bisa ditarik, cuma cara penarikannya yang benar itu gak boleh sembarangan, debt collector itu punya sertifikasi dan ada asosiasinya,” ujar Horas dalam Webinar Milenial Cuan Melek Keuangan yang diselenggarakan Infobank, Selasa, 28 Februari 2023.
Kemudian, yang berurusan dengan debt collector paling banyak terjadi adalah kasus terkait dengan leasing kendaraan bermotor. Leasing sendiri menggunakan prinsip fidusia, jadi selama masih dalam masa pinjaman kendaraan tersebut adalah milik dari perusahaan pembiayaan.
“Itu milik mereka tapi dititipkan sehingga atas nama kita, kadang-kadang orang lupa kalau atas nama saya, ya suka-suka saya dong, nah begitu gak bayar datanglah DC menagih. Tapi kita tidak langsung melepaskan kendaraanya juga tanyakan bukti bahwa kendaraan di jaminkan fidusianya,” ungkap Horas.
Jika seperti itu, debitur disarankan untuk tidak melawan meskipun dalam Undang-Undang disebutkan bila tidak ada kesepakatan kedua belah pihak, objek tersebut tidak bisa diambil, tapi harus tetap menuntaskan kewajiban untuk membayar.
“Biasanya kita dikasih waktu 30 hari untuk menyelesaikan tunggakan kita, bahwa tunggakan-tunggakan diluar pokok bisa dinegosiasikan, misalnya sanksi denda berapa bulan terlambat, bunga sedang berjalan yang mau dilunasin sisanya bisa dinegosiasikan, tapi kalau pokoknya tidak bisa,” pungkasnya.
Horas pun mengingatkan, masyarakat haruslah bijak dalam berutang. Ketika memutuskan untuk menggunakan jasa pembiayaan atau kredit, bijaklah dalam mengambil besaran biaya yang dibutuhkan.
“Bijaklah dalam berhutang, jangan salahkan setelah kita berhubungan dengan debt collector. Kita lihat lagi berapa yang kita butuhkan dan pakai, karena itu menentukan besaran kita untuk membayar utang. Sebagaian besar kasus debt colllector diluar kemampuan kita untuk membayar,” katanya.
Dirinya pun mengimbau bagi masyarakat agar jangan sampai ada kredit macet karena dengan adanya SLIK (sistem layanan informasi keuangan) OJK semua akan terdata. Akibatnya tidak akan bisa meminjam di BPR atau pembiayaan lainnya.
“Dengan adanya SLIK kita macet di pembiayaan nanti masuk SLIK, bahkan kedepannya kalau ada catatan tidak bisa pinjam di pegadaian. Bahkan pijol dan paylater akan masuk SLIK,” terangnya. (*)
Editor: Rezkiana Nisaputra
Jakarta – PT Trimegah Bangun Persada Tbk (NCKL) atau Harita Nickel pada hari ini (22/11)… Read More
Jakarta - Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada kuartal III 2024 mencatatkan surplus sebesar USD5,9 miliar, di… Read More
Head of Institutional Banking Group PT Bank DBS Indonesia Kunardy Lie memberikan sambutan saat acara… Read More
Pengunjung melintas didepan layar yang ada dalam ajang gelaran Garuda Indonesia Travel Festival (GATF) 2024… Read More
Jakarta - PT Eastspring Investments Indonesia atau Eastspring Indonesia sebagai manajer investasi penerbit reksa dana… Read More
Jakarta - Bank Indonesia (BI) mencatat perubahan tren transaksi pembayaran pada Oktober 2024. Penggunaan kartu ATM/Debit menyusut sebesar 11,4… Read More