Jakarta – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan hingga akhir Maret 2025 total aset Bank Perekonomian Rakyat (BPR) dan Bank Perekonomian Rakyat Syariah (BPRS) mencapai Rp228,36 triliun. Angka ini tumbuh 5,31 persen secara tahunan (year on year/yoy).
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae menyatakan kinerja keuangan industri BPR/BPRS terus menunjukan tren positif dan tumbuh secara berkelanjutan.
“Total aset hingga Maret 2025 itu tumbuh sebesar 5,31 persen yoy, menjadi senilai Rp228,36 triliun,” ungkap Dian dalam The Finance Top 100 BPR Awards 2025 yang diselenggarakan The Finance yang merupakan bagian dari Infobank Media Group di Jakarta, Jumat, 20 Juni 2025.
Sejalan dengan total aset yang tumbuh, lanjut Dian, penyaluran kredit dan pembiayaan juga terus menunjukan peningkatan, yakni sebesar 6,51 persen yoy, menjadi senilai Rp172,10 triliun.
Baca juga: OJK Ungkap 85 Persen BPR dan BPRS Sudah Penuhi Modal Inti Minimum
Kemudian, dana pihak ketiga (DPK) yang dihimpun juga tercatat tumbuh sebesar 4,98 persen menjadi sebesar Rp160,43 triliun hingga Maret 2025.
Dian menyatakan, aspek permodalan BPR/BPRS senantiasa terjaga. Ini tercermin dari capital adequacy ratio (CAR) yang mencapai angka 28,12 persen.
“Menunjukkan ketahanan yang tentu saja sangat baik dan mampu menopang resiko kredit atau pembiayaan yang sedang menunjukkan tren peningkatan,” imbuhnya.
Meski begitu, Dian menyatakan industri BPR/BPRS akan menghadapi tantangan struktural. Pertama, terkait permodalan dan disparitas skala usaha. Mayoritas BPR/BPRS masih berskala kecil dan menghadapi kewajiban untuk memenuhi pemenuhan modal inti minimum.
“OJK senantiasa mendorong dan mendukung BPR/BPRS untuk melakukan aksi korporasi melalui konsolidasi BPR/BPRS berupa penggabungan, peleburan atau akusisi penambahan modal di setor dan pertumbuhan laba organik Dengan fokus pada core business dan captive market masing-masing BPR dan BPRS,” jelas Dian.
Kedua, tantangan tata kelola dan manajemen risiko. Kata Dian, kualitas SDM dan pengurus menjadi kunci penguatan industri BPR, sehingga dibutuhkan penerapan tata kelola yang baik dan manajemen risiko yang lebih efektif untuk meningkatkan kinerja industri BPR/BPRS.
Baca juga: OJK Ungkap 261 BPR/BPRS Telah Ajukan Izin Konsolidasi
“Sehingga meningkatkan kinerja dalam hal pemasaran, produk, aktivitas yang atraktif ditawarkan kepada nasabah, Serta mencegah dan mengidentifikasi lebih dini dari tindakan kecurangan atau fraud,” tandasnya.
Ketiga, tantangan digitalisasi. Menurut Dian, BPR/BPRS harus menghadapi persaingan yang semakin ketat dengan lembaga keuangan khususnya untuk segmen usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dari hulu sampai ke hilir.
“Oleh karena itu, OJK senantiasa mengingatkan bahwa daya saing atau competitiveness dan eksistensi bank pada saat ini dan mendatang akan sangat tergantung pada kemampuan bank dalam menerapkan dan mengelola teknologi, yang memerlukan biaya yang sangat besar,” kata Dian. (*)
Editor: Galih Pratama