Jakarta – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) di sepanjang tahun 2023, diketahui telah melakukan cabut izin usaha (CIU) kepada enam perusahaan pembiayaan (multifinance).
Perusahaan pembiayaan yang telah dicabut izin usahanya adalah PT Woka International, PT Bentara Sinergies Multifinance (BESS Finance), PT Emas Pers ada Finance, PT Century Tokyo Leasing Indonesia, PT Al Ijarah Indonesia Finance, dan terakhir PT Hewlett Packard Finance Indonesia.
Melihat keadaan tersebut, Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI), Suwandi Wiratno, mengatakan bahwa faktor dari dicabutnya izin multifinance tersebut beragam, salah satunya terkait memenuhi syarat modal minimum.
Baca juga: Alasan di Balik Agresifnya MUFG Akuisisi Multifinance di RI
“Ada yang mengalami penurunan ekuitas akibat kerugian yang tentu tidak bisa ditambah modalnya dan tidak bisa memenuhi persyaratan permodalan minimum Rp100 miliar, itu kan udah pasti lah ya kan karena 2019 Desember mestinya sudah harus minimum ekuitas Rp100 miliar, tapi diberikan sedikit relaksasi sampai dengan waktunya juga belum bisa ya dicabut pasti, bener gak?,” ucap Suwandi kepada Infobanknews, Jumat (29/12).
Lebih lanjut, Suwandi menambahkan selain pemenuhan modal minimum sebesar Rp100 miliar bagi multifinance, faktor lain yang menyebabkan keputusan cabut izin usaha tersebut adalah terkait dengan penurunan kualitas non-performing financing (NPF).
“Misalnya sekarang terkait dengan adanya penurunan kualitas non-performing financingnya tinggi, mereka harus melakukan write-off atau penghapusan piutangnya kan akan kena ke modalnya, akan kena ke laba ruginya,” imbuhnya.
Lalu, ia juga menegaskan untuk tahun 2024 tidak menutup kemungkinan akan bertambahnya jajaran multifinance yang dicabut izin usahanya, jika perusahaan pembiayaan yang masih ada saat ini tidak menjaga kondisi perusahaan yang sehat.
“Kalau misalnya terjadi pelanggaran yang memang akhirnya menyebabkan penurunan tadi ekuitasnya menjadi pelanggaran-pelanggaran yang tidak bisa dipenuhi oleh pelaku jasa usaha atau perusahaan pembiayaan pasti akan terus berlanjut, kan gak bisa berhenti begitu aja yang penting adalah harus comply, harus ngikutin aturan kan gitu,” ujar Suwandi.
Baca juga: OJK Cabut Izin 3 Perusahaan Asuransi, Pengamat Ungkap Hal Ini jadi Penyebab Utamanya
Lalu, bagaimana dalam mengarungi 2024?Suwandi memberikan strategi bagi perusahaan pembiayaan di tahun 2024, di antaranya harus memiliki manajemen risiko yang baik, dapat mematuhi segala aturan yang ada, dan turut mampu membukukan kualitas aset yang baik.
“Strateginya harus mempunyai kekuatan, manajemen risikonya harus bagus SOP-nya, terus compliancenya juga harus comply terhadap aturan yang ada, strateginya adalah yang penting jangan lupa membukukan ya kualitas aset yang bagus,” tambahnya. (*)
Editor: Galih Pratama
Head of Institutional Banking Group PT Bank DBS Indonesia Kunardy Lie memberikan sambutan saat acara… Read More
Pengunjung melintas didepan layar yang ada dalam ajang gelaran Garuda Indonesia Travel Festival (GATF) 2024… Read More
Jakarta - PT Eastspring Investments Indonesia atau Eastspring Indonesia sebagai manajer investasi penerbit reksa dana… Read More
Jakarta - Bank Indonesia (BI) mencatat perubahan tren transaksi pembayaran pada Oktober 2024. Penggunaan kartu ATM/Debit menyusut sebesar 11,4… Read More
Suasana saat penyerahan sertifikat Predikat Platinum Green Building dari Green Building Council Indonesia (GBCI) Jakarta.… Read More
Jakarta – Bank Indonesia (BI) melaporkan penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) pada Oktober 2024 mencapai Rp8.460,6 triliun,… Read More