Jakarta – Kontribusi usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) diketahui konsisten dalam memberikan kontribusi terbesar terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Hal ini terlihat dari angka kontribusi UMKM sebesar 61 persen di tahun 2023.
Meski begitu, Kepala Departemen Pengaturan dan Perizinan Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Aset Keuangan Digital, dan Aset Kripto Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Djoko Kurnijanto, mengatakan bahwa total pembiayaan perusahaan pembiayaan kepada UMKM di 2023 hanya sebesar 35,26 persen.
“Nah kalau kita lihat di sini, pembiayaan bank kepada UMKM itu hanya sekitar 20-21 persen dari portfolio kreditnya. Jadi ini cukup rendah ya. Kemudian kalau kita melihat juga bagaimana perusahaan pembiayaan untuk membiayai UMKM, kita melihat di sini, kisarannya sekitar 30-35 persen (2021-2023),” ucap Djoko dalam Webinar OJK Institute di Jakarta, 27 Juni 2024.
Baca juga: Restrukturisasi Kredit Bakal Diperpanjang, Begini Respon Para Bankir
Dengan adanya angka tersebut membuktikan bahwa, Lembaga Jasa Keuangan (LJK) saat ini masih mengalami empat tantangan utama dalam menilai risiko kredit UMKM, antara lain:
LJK mengalami beberapa kendala dalam menilai kelayakan konsumen atau UMKM seperti data yang kompleks, banyak, tidak seragam, kurang informasi, dan kurangnya Know Your Customer (KYC) dalam menilai bisnis, hal ini karena tidak semua UMKM berbentuk perusahaan, kadang kala usaha perorangan yang belum mengelola data keuangan dengan baik.
LJK tidak dapat menilai risiko dan sinyal terkait status operasional bisnis UMKM secara tepat waktu dan akurat apabila menggunakan metode analisis data tradisional, seperti pelemahan ekonomi berdampak buruk terhadap kemampuan bayar UMKM.
Beberapa LJK masih menggunakan metode tradisional seperti melakukan due diligence konsumen atau UMKM sehingga, dibutuhkan waktu dan usaha LJK yang lebih banyak dan besar.
Baca juga: OttoDigital dan OCBC Berkolaborasi Berikan Akses Kredit Tanpa Agunan untuk UMKM
UMKM yang masih merintis usaha tidak memiliki aset dan belum pernah mengajukan kredit atau pembiayaan ke LJK lebih sulit mendapatkan pendanaan dan LJK.
Menjawab tantangan tersebut, OJK memperkenalkan Innovative Credit Scoring (ICS) sebagai salah satu metode asesmen kelayakan seseorang dalam mendapatkan layanan di bidang jasa keuangan dengan menggunakan data-data alternatif, seperti data telekomunikasi, data e-commerce, dan lainnya.
Adapun, ICS dapat membantu penilaian kepada pihak yang belum memiliki data histori kredit dan keuangan, di mana proses pengolahan dan analisis data menggunakan artificial intelligence (AI), machine learning, dan big data analytics, sehingga proses asesmen kelayakan lebih akurat, cepat, dan sesuai dengan kebutuhan pemberian layanan (kredit) di bidang jasa keuangan. (*)
Editor: Galih Pratama
Suasana saat konferensi pers saat peluncuran Asuransi Mandiri Masa Depan Sejahtera di Jakarta. Presiden Direktur… Read More
Jakarta - PT. Bank Pembangunan Daerah (BPD) Nusa Tenggara Timur (Bank NTT) resmi menandatangani nota… Read More
Jakarta – Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal III 2024 tercatat sebesar 4,95 persen, sedikit melambat dibandingkan kuartal… Read More
Jakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat peningkatan biaya pendidikan yang signifikan setiap tahun, dengan… Read More
Jakarta - Koordinator Aliansi Masyarakat Tekstil Indonesia (AMTI) Agus Riyanto mengapresiasi langkah cepat Presiden Prabowo… Read More
Jakarta - Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso menyatakan pemerintah tengah membahas revisi Peraturan… Read More