Expertise

Obligasi SMF Underlying Repo BI, Benarkah Jadi “Jalan Baru” Atasi Likuiditas Perbankan?

Oleh Eko B. Supriyanto, Chairman Infobank Media Group

TIDAK sedikit jalan ke Roma. Kini banyak jalan bagi bank untuk mencari jalan untuk mengatasi likuiditas. Bank tak boleh lagi “ketar-ketir” akan “seret likuiditas” karena memagang obligasi yang tenornya 5 tahun misalnya. Langkah Bank Indonesia (BI) menetapkan obligasi PT Sarana Multigriya Finansial (SMF) sebagai underlying pertama untuk transaksi Repurchase Agreement (Repo) patut dicatat, dan jadi jalan baru.

Kebijakan itu bukan sekadar tambahan daftar instrumen. Tapi sebuah sinyal penting yang mengubah lanskap persepsi risiko dan likuiditas. Penetapan ini paling tidak  memberikan dua nilai tambah yang saling memperkuat. Pertama, ia berfungsi sebagai “stempel” pengakuan dari otoritas moneter atas kualitas aset tersebut.

Stempel itu sangat berharga. Efektif menyatakan bahwa obligasi ini berisiko sangat rendah. Kedua, dan ini yang lebih penting secara sistemik. Status ini mentransformasi obligasi yang awalnya sekadar instrumen investasi, menjadi alat kelola likuiditas.

Jelas, bagi perbankan dan manajer investasi, obligasi SMF kini bukan lagi sekadar tempat menitipkan dana yang menghasilkan kupon. Akan tetapi telah menjadi aset likuid yang dapat dengan cepat dicairkan (dijual-repo) kepada BI. Jadi kebutuhan likuiditas mendesak muncul tak lagi menjadi masalah. Fleksibilitas ini mengurangi liquidity premium yang biasanya mereka minta, yang pada ujungnya akan menekan cost of fund bagi SMF.

Baca juga: Salurkan Pendanaan Rp14,53 T, SMF Kantongi Laba Bersih Rp432 M di September 2025

Efek Berantai ke Sektor Perumahan

Tidak hanya itu. Menurut Infobank Institute, setidaknya obligasi SMF Repo BI punya empat efek. Satu, stabilitas sistem keuangan terjaga. Perbankan mendapatkan instrumen baru yang sangat cair dan aman. Pengelolaan likuiditas hariannya terjaga. Jelas akan memperkuat ketahanan sektor perbankan secara keseluruhan.

Dua, pendalaman pasar modal. Status ini berpotensi memperluas basis investor obligasi SMF. Tidak hanya menarik mereka yang mencari yield, tetapi juga mereka yang memprioritaskan likuiditas dan keamanan. Lebih jauh, bisa menjadi preseden baik yang mendorong minat pada instrumen utang jangka panjang, menggeser kecenderungan pasar yang selama ini lebih menyukai tenor pendek (1-5 tahun).

Tiga, efisiensi biaya dan dampak ke sektor riil. Lazimnya, ketika produk surat utang lebih diterima pasar, tekanan untuk memberikan imbal hasil tinggi akan berkurang. Penurunan cost of fund ini adalah sebuah efisiensi struktural.

Sebab, dana yang lebih murah memungkinkan SMF memiliki leveraging power yang lebih besar. Bahkan, dapat menggenjot program-program pembiayaan perumahan. Seperti, FLPP (Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan), dalam skala yang lebih masif.

Dalam konteks makro, terobosan ini adalah secercah cahaya dalam menjawab backlog perumahan yang masih membengkak di angka 9,87 juta rumah tangga. Program Pemerintah seperti “Tiga Juta Rumah” membutuhkan fondasi pendanaan yang murah, stabil, dan berkelanjutan.

Nah, dengan menciptakan ekosistem pendanaan yang lebih efisien dan likuid di hulu, sama halnya membangun jalur pipa yang lebih kuat untuk mengalirkan pembiayaan ke sektor riil perumahan di hilir. Tampaknya di sini SMF hadir di hulu dalam ekosistem program pembangunan perumahan, yaitu dari sisi pembiayaan.

Pada akhirnya, obligasi underlying repo BI ini sebuah upaya mendewasakan pasar keuangan domestik. Ia menciptakan safe asset lokal yang kredibel, mengurangi ketergantungan berlebihan pada instrumen asing, dan membangun mekanisme transmisi kebijakan moneter yang lebih efektif.

Baca juga: Jadi Underlying Repo, Obligasi SMF Bakal Lebih Menarik di Mata Investor?

Namun demikian, obligasi SMF underying repo BI tak hanya sebatas yang dipegang oleh sektor perbankan. Tapi dalam langkah ke depan juga kepada seluruh pembeli obligasi SMF, termasuk yang dipegang dana pensiun atau investor lainnya. Layak diperluas, dan tak sebatas menyelesaikan likuiditas perbankan. Tapi juga kepada semua pemegang obligasi sehingga punya daya dorongnya lebih besar dan cepat. Saat ini menurut data Biro Riset Infobank, obligasi SMF sebesar Rp10 triliun dari Rp25,3 triliun dipegang oleh bank-bank.

Jujur saja, “stempel” BI ini merupakan terobosan. Jalan baru. Dan, sesungguhnya kita sedang menyaksikan sebuah evolusi positif — menuju pasar keuangan yang lebih dalam. Juga likuid, dan berdampak langsung pada pembangunan nasional. Inilah esensi dari pembangunan keuangan yang inklusif dan berkelanjutan.

Efek ikutannya akan menggerakan ekonomi yang lebih cepat, karena sektor perumahan merupakan sektor yang paling banyak sektor ekonomi lain yang mengikutinya, seperti manufaktur dan 175 sektor ekonomi lainnya. Pendek kata, pembangunan properti juga menciptakan dampak ekonomi berlipat ganda yang menguntungkan banyak sektor lain seperti penyediaan infrastruktur, penyediaan lapangan kerja, dan pendapatan asli daerah.

Galih Pratama

Recent Posts

Hashim Djojohadikusumo Raih Penghargaan ‘Inspirational Figure in Environmental and Social Sustainability’

Poin Penting Hashim Djojohadikusumo meraih penghargaan “Inspirational Figure in Environmental and Social Sustainability” berkat perannya… Read More

41 mins ago

Dua Saham Bank Ini Patut Dilirik Investor pada 2026

Poin Penting Mirae Asset merekomendasikan BBCA dan BMRI untuk 2026 karena kualitas aset, EPS yang… Read More

51 mins ago

Hashim Soroti Pentingnya Edukasi Publik Terkait Perubahan Iklim

Poin Penting Indonesia menegaskan komitmen memimpin upaya global melawan perubahan iklim, seiring semakin destruktifnya dampak… Read More

2 hours ago

OJK Sederhanakan Aturan Pergadaian, Ini Poin-poinnya

Poin Penting OJK menerbitkan POJK 29/2025 untuk menyederhanakan perizinan pergadaian kabupaten/kota, meningkatkan kemudahan berusaha, dan… Read More

3 hours ago

40 Perusahaan & 10 Tokoh Raih Penghargaan Investing on Climate Editors’ Choice Award 2025

Poin Penting Sebanyak 40 perusahaan dan 10 tokoh menerima penghargaan Investing on Climate 2025 atas… Read More

3 hours ago

Jelang Akhir Pekan, IHSG Berbalik Ditutup Melemah 0,09 Persen ke Level 8.632

Poin Penting IHSG ditutup melemah 0,09% ke level 8.632 pada 5 Desember 2025, meski beberapa… Read More

4 hours ago