Oleh Diding S. Anwar, Ketua Bidang Penjaminan Kredit RGC FIA Universitas Indonesia
BERDASARKAN Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 2016 tentang Penjaminan, perusahaan penjaminan di Indonesia wajib memiliki dukungan dari perusahaan penjaminan ulang (re-guarantee/re-gar). Namun, dalam masa transisi di mana belum ada perusahaan penjaminan ulang yang terbentuk, regulator memperbolehkan perusahaan penjaminan untuk menggunakan jasa perusahaan reasuransi. Saya menyebut, “nyebrang” ke industri asuransi.
Saat ini, perusahaan penjaminan di Indonesia bergantung pada perusahaan reasuransi, yang beroperasi di sektor asuransi dan mungkin kurang memahami nuansa risiko yang unik dalam industri penjaminan. Meskipun ini bisa diterima sebagai solusi sementara, jangka panjangnya tidak ideal karena reasuransi didesain untuk menangani risiko asuransi, bukan penjaminan.
Lalu, kapan perusahaan penjaminan ulang hadir? Hingga sekarang, perusahaan penjaminan ulang belum terbentuk. Ada beberapa kendala utama yang menghambat pendirian perusahaan ini.
Satu, butuh modal besar. Perusahaan penjaminan ulang memerlukan modal yang signifikan untuk memiliki kapasitas finansial yang memadai guna mendukung perusahaan penjaminan.
Dua, kesiapan regulasi dan infrastruktur. Pendirian perusahaan penjaminan ulang juga memerlukan regulasi yang matang dan kesiapan infrastruktur pendukung, seperti pengawasan ketat dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan kerangka hukum yang lebih jelas.
Tiga, political will. Niat politik dan dorongan kuat dari pemerintah diperlukan untuk mempercepat proses pembentukan perusahaan penjaminan ulang. Tanpa komitmen yang jelas dari pemerintah, regulator, dan dukungan asosiasi perusahaan penjaminan, pembentukan perusahaan ini bisa terus terhambat.
“Nyebrang” ke perusahaan reasuransi kemungkinan akan terus berlanjut sampai perusahaan penjaminan ulang yang khusus menangani risiko penjaminan terbentuk. Ketergantungan ini dapat memperlemah ekosistem penjaminan karena reasuransi tidak dirancang secara khusus untuk menanggung risiko yang terkait dengan penjaminan. Berbeda dengan penjaminan ulang yang lebih fokus pada risiko penjaminan.
Solusi terbaik adalah mempercepat pembentukan perusahaan penjaminan ulang dengan dukungan political will yang kuat dari pemerintah. Pemerintah perlu bekerja sama dengan asosiasi perusahaan penjaminan untuk mendirikan perusahaan ini.
Ada beberapa langkah yang bisa dilakukan, di antaranya (1) memberikan insentif fiskal kepada investor yang ingin mendirikan perusahaan penjaminan ulang; (2) mempercepat pembentukan regulasi dan pengawasan yang mendukung operasional perusahaan penjaminan ulang; dan (3) kolaborasi antara pemerintah dan sektor swasta untuk mendirikan perusahaan ini dalam waktu yang cepat.
Sebagai solusi sementara, perusahaan penjaminan dapat menerapkan co–guarantee (co-gar). Dalam skema ini, beberapa perusahaan penjaminan bergabung dan berbagi risiko secara proporsional. Setiap perusahaan penjamin memiliki porsi tanggung jawab yang jelas atas proyek atau entitas yang mereka jamin bersama-sama.
Aspek | Co-Guarantee (Co-Gar) | Re-Guarantee (Re-Gar) |
Definisi | Kerja sama antarperusahaan penjamin untuk berbagi risiko secara proporsional. | Penyerahan risiko dari perusahaan penjamin ke perusahaan penjaminan ulang. |
Struktur Risiko | Risiko dibagi antarperusahaan penjamin yang terlibat. | Risiko dialihkan ke perusahaan penjaminan ulang. |
Pengelolaan | Dikelola secara kolektif oleh perusahaan penjamin. | Dikelola oleh perusahaan penjaminan ulang. |
Fleksibilitas | Fleksibel dan mudah diimplementasikan antarperusahaan penjamin. | Bergantung pada keberadaan perusahaan penjaminan ulang. |
Biaya | Biaya administrasi internal, tanpa biaya imbal jasa penjaminan (IJP) tambahan. | Perlu membayar imbal jasa penjaminan ulang (IJPU) kepada perusahaan penjaminan ulang. |
Kapasitas Risiko | Terbatas oleh kapasitas kolektif dari perusahaan penjaminan yang terlibat. | Kapasitas lebih besar karena perusahaan penjaminan ulang memiliki cadangan dana besar. |
Sifat Risiko | Risiko dibagi sejak awal kontrak secara proporsional. | Risiko dialihkan sepenuhnya atau sebagian setelah perusahaan penjaminan ulang mengambilnya. |
Co-Guarantee (Co-Gar)
Keuntungan dari co-guarantee (co-gar) ini salah satunya yaitu dari sisi fleksibilitas. Model ini mudah diimplementasikan karena tidak perlu melibatkan pihak eksternal. Dari sisi diversifikasi risiko, beban risiko tersebar di antara beberapa perusahaan, sehingga mengurangi potensi kerugian besar bagi satu perusahaan. Selain itu, biaya lebih rendah. Tidak ada IJP tambahan yang harus dibayar kepada pihak ketiga.
Kerugiannya antara lain kapasitas terbatas. Risiko besar mungkin sulit diatasi karena kemampuan finansial yang terbatas dari perusahaan yang terlibat.Dari sisi kompleksitas pengelolaan juga memerlukan koordinasi yang baik antarperusahaan, terutama dalam menangani klaim.Sementara, untuk risiko potensi konflik, adanya potensi konflik atau perselisihan antarperusahaan mengenai tanggung jawab dalam pembayaran klaim.
Re-Guarantee (Re-Gar)
Keuntungan dari re-gar ini ialahkapasitasnya yang lebih besar. Perusahaan penjaminan ulang biasanya memiliki kapasitas finansial yang lebih besar. Hal itu memungkinkan perusahaan penjaminan mengambil risiko lebih besar.
Dari sisi mitigasi risiko, risiko dapat dialihkan secara signifikan ke pihak eksternal. Hal itu mengurangi beban keuangan perusahaan penjamin. Ada stabilitas finansial. Penjaminan ulang dapat membantu perusahaan penjamin dalam menjaga stabilitas keuangan, terutama jika terjadi klaim besar.
Kerugian darire-gar antara lainadanya biaya imbal jasa penjaminan ulang (IJPU). Perusahaan penjamin harus membayar IJPU kepada perusahaan penjaminan ulang, yang bisa menjadi beban biaya tambahan.
Selain itu, ketergantungan kepada pihak ketiga. Jika perusahaan penjaminan ulang tidak stabil atau memiliki masalah finansial, ini dapat memengaruhi perusahaan penjamin.
Euler Hermes, salah satu perusahaan penjaminan terbesar di dunia, menggunakan kombinasi antara co-gar dan re–gar untuk menangani risiko besar. Di proyek-proyek infrastruktur besar, mereka bekerja sama dengan perusahaan penjaminan lokal dan internasional untuk berbagi risiko secara proporsional, sementara sebagian risiko besar dialihkan ke perusahaan penjaminan ulang.
2. Sinosure (Tiongkok)
Sinosure, perusahaan penjaminan kredit ekspor di Tiongkok, memanfaatkan skema re-gar untuk mengalihkan risiko besar ke perusahaan penjaminan ulang internasional. Ini memungkinkan Sinosure untuk mendukung proyek-proyek ekspor berisiko tinggi dengan kapasitas yang lebih besar.
3. Coface (Prancis)
Di sektor penjaminan kredit ekspor, Coface juga menerapkan model kombinasi antara co-gar dan re-gar. Mereka bekerja sama dengan bank dan lembaga keuangan lainnya untuk berbagi risiko secara kolektif, sambil tetap mempertahankan penjaminan ulang sebagai lapisan perlindungan tambahan.
Perusahaan penjaminan ulang (re-guarantee/re-gar) sangat diperlukan untuk meningkatkan kapasitas industri penjaminan dan memberikan stabilitas jangka panjang. Perlu ada political will yang kuat dari pemerintah untuk segera mendirikan perusahaan penjaminan ulang.
Dalam masa transisi, co-gar adalah solusi sementara yang efektif untuk berbagi risiko antarperusahaan penjaminan. Namun, keterbatasan kapasitasnya membuatnya kurang ideal untuk risiko besar. Re-gar tetap menjadi solusi terbaik untuk risiko besar karena memberikan dukungan finansial yang lebih stabil.
Dengan belajar dari praktik terbaik di luar negeri, Indonesia juga dapat membangun ekosistem penjaminan yang lebih kuat.
Semoga bermanfaat, dan sukses serta terus semangat insan industri penjaminan!
Jakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan rata-rata upah buruh di Indonesia per Agustus 2024… Read More
Jakarta - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada hari ini (5/11) berakhir ditutup pada zona… Read More
Jakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan bahwa ekonomi Indonesia di kuartal III 2024 tumbuh… Read More
Jakarta - Di era globalisasi ini, perusahaan yang memegang kendali dan memimpin teknologi dipastikan berpeluang… Read More
Jakarta – Google Pixel, smartphone besutan Alphabet, mengalami nasib serupa dengan iPhone 16 yang dilarang… Read More
Jakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi menurut komponen pengeluaran masih menunjukkan pertumbuhan… Read More