Jakarta–PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BRI) menyikapi positif terkait dengan adanya kebijakan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) aturan baru tentang persyaratan pembukaan jaringan kantor yang akan dikaitkan tingkat efisiensi perbankan untuk memeroleh insentif.
Adapun tingkat efisiensi yang disyaratkan OJK untuk membuka jaringan kantor dengan diskon alokasi modal inti bagi bank yang dapat meningkatkan efisiensinya adalah Net Interest Margin (NIM) dan Beban Operasional Pendapatan Operasional (BOPO) dengan batasan angka tertentu.
Namun demikian, dengan kondisi NIM Bank BRI yang mencapai 8,09% di kuartal I-2016 membuat perseroan pesimis untuk mendapatkan insentif tersebut. “Memang kalau NIM enggak masuk, maka dengan menyesal kita tidak mendapatkan insentif itu karena tingginya NIM kami,” ujar Direktur Keuangan BRI, Haru Koesmahargyo di Jakarta, Kamis, 28 April 2016.
Sementara berdasarkan syarat OJK, untuk Bank BUKU IV dengan rasio NIM kurang dari 3% hingga kurang dari 4,5% dan BOPO kurang dari 70% akan memperoleh keringanan alokasi modal inti antara 50% hingga 100%. Sedangkan bank BUKU IV dengan rasio NIM kurang dari 3% hingga kurang dari 4% dan BOPO antara lebih dari sama dengan 70% sampai kurang dari 75% akan mendapat keringanan alokasi modal inti antara 50% hingga 80%.
Kendati demikian, jika dilihat dari Biaya Operasional Pendapatan Operasiona (BOPO) BRI sepanjang kuartal I-2016 mencapai 72,10% atau meningkat jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya diperiod yang sama yakni mencapai 68,04%. “Sebenernya BOPO naik itu karena meningkatnya biaya provisi (CKPN), memang agak naik ini, naik ini berarti memburuk,” tukas Haru.
Di tempat terpisah Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Nelson Tampubolon mengatakan, aturan soal pembukaan jaringan kantor tersebut sudah ada sebelumnya yaitu Surat Edaran Bank Indonesia No 15/7/DPNP tanggal 8 Maret 2013. Bedanya, regulasi yang merupakan penyempurnaan SEBI itu akan fokus pada insentif bukan disinsentif seperti aturan sebelumnya.
“Insentif lebih fokus pada pemberian kemudahan bagi bank dalam membuka jaringan kantor yang mencapai tingkat efisiensi tertentu dilihat dari dua komponen yaitu NIM dan BOPO,” kata Nelson
Jika bank-bank tidak mengikuti persyaratan tersebut, maka bank-bank itu akan memperoleh tindakan pengawasan. Pengawas bisa meminta action plan dari bank untuk mengurangi NIM dan BOPO hingga memberikan sanksi pengurangan tingkat kesehatan.
“Tergantung kasusnya, nanti pengawas akan mengundang bank ada masalah apa, seperti apa langkahnya, bisa saja kita minta supervisory action untuk meningkatkan efisiensi, bisa pinalti di tingkat kesehatan, governance dan lain-lain,” tutup Nelson. (*)
Editor: Paulus Yoga
Head of Institutional Banking Group PT Bank DBS Indonesia Kunardy Lie memberikan sambutan saat acara… Read More
Pengunjung melintas didepan layar yang ada dalam ajang gelaran Garuda Indonesia Travel Festival (GATF) 2024… Read More
Jakarta - PT Eastspring Investments Indonesia atau Eastspring Indonesia sebagai manajer investasi penerbit reksa dana… Read More
Jakarta - Bank Indonesia (BI) mencatat perubahan tren transaksi pembayaran pada Oktober 2024. Penggunaan kartu ATM/Debit menyusut sebesar 11,4… Read More
Suasana saat penyerahan sertifikat Predikat Platinum Green Building dari Green Building Council Indonesia (GBCI) Jakarta.… Read More
Jakarta – Bank Indonesia (BI) melaporkan penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) pada Oktober 2024 mencapai Rp8.460,6 triliun,… Read More