Categories: Analisis

Nih Dampak Jika Suku Bunga AS Naik di Akhir Tahun

Jakarta – Hasil rapat Federal Open Market Committee (FOMC) semalam boleh saja menyepakati suku bunga bank sentral Amerika Serikat (AS) (The Federal Reserves/Fed) tidak dinaikan, sejalan dengan masih lemahnya data ekspor, serta inflasi di AS. Namun bukan berarti di akhir tahun atau Desember 2015 nanti suku bunga AS sudah pasti tidak naik.  Gubernur Bank Indonesia (BI),  Agus D.W Martowardojo bahkan mengungkapkan, bahwa hasil rapat FOMC semalam mengindikasikan ada kemungkinan kenaikan suku bunga AS terjadi pada Desember 2015 nanti sejalan dengan tren perbaikan  ekonomi AS dalam beberapa bulan terakhir.

Lalu, apa yang terjadi jika suku bunga AS benar-benar naik di akhir tahun? Apakah Rupiah dan IHSG semakin tertekan? Analis Quant Kapital Investama, Hans Kwee mengatakan, suku bunga AS sendiri kemungkinan belum akan dinaikan di akhir tahun nanti. Karena,  menaikan suku bunga adalah sebuah langkah paling akhir dalam meredam gejolak perekonomian. Apalagi saat ini, US$ indeks masih cukup kuat bertahan. “Walau dalam tekanan, namun USD indeks masih cukup kuat bertahan sehingga mereka (The Fed) juga tidak menginginkan USD terlalu strong di market berkaitan dengan competitiveness,” kata Hans kepada Infobank di Jakarta, Jumat, 30 Oktober 2015.

Meski demikian,  ia tidak menampik bahwa peluang suku bunga AS naik masih ada. Namun ia tetap optimis, efek yang ditimbulkan ke Rupiah dan IHSG tidak lagi signifikan dan setelah itu bisa kembali menguat. “Masih berpeluang terjadi, terutama bila Yuan dijadikan mata uang utama dunia bersama USD, Euro dan JPY. Namun pelemahan cuma sementara saja. IHSG akan menguat sesudah itu,” jelasnya.

Analis Pemeringkat Efek Indonesia, (PEFINDO) Guntur Tri Hariyanto juga menuturkan, potensi kenaikan suku bunga AS masih kemungkinan terjadi. Meskipun bila berkaca pada data-data ekonomi AS terakhir ada kemungkinan kenaikan suku bunga akan ditahan. Data terakhir menyebutkan,  pertumbuhan ekonomi AS kembali melambat atau hanya tumbuh 1,5% di kuartal III 2015, atau terendah untuk kuartal III sejak 2013. Hal itu  menjadi salah satu indikasinya.

Turunnya laju pertumbuhan AS ini disebabkan oleh penyusutan ekspor yang terkena dampak pelemahan ekonomi global dan penguatan USD. Selain itu, penurunan laju pertumbuhan juga disebabkan oleh menurunnya belanja pemerintah dan investasi pada proyek-proyek infrastruktur. Di sisi lain, konsumsi masyarakat masih sangat kuat. Kepercayaan konsumen juga lebih tinggi pada tahun ini dibandingkan tahun sebelumnya.

Dengan the Fed mempertimbangkan juga dampak risiko ekonomi global dalam pengambilan keputusannya, dan perkiraan bahwa  hingga akhir tahun ekspor trennya melemah, perdagangan dan manufaktur AS, maka peluang dinaikkannya Fed Fund Rate (FFR) masih 50:50 atau belum dapat dipastikan secara lebih menyakinkan.

Bila FFR dinaikkan, dampak bagi Indonesia adalah terjadinya penarikan dana besar-besaran dari pasar keuangan sehingga menyebabkan pelemahan Rupiah dan turunnya harga-harga aset investasi, termasuk IHSG. Selain itu juga, akan terjadi kenaikan volatilitas di pasar keuangan sehingga menyulitkan ekonomi dan pelaku bisnis untuk dapat mengandalkan pasar keuangan bagi perkembangan ekonomi yang positif tanpa kenaikan biaya yang tinggi.

Kondisi ini akan memberatkan ekonomi Indonesia, karena saat ini juga sedang berjuang untuk meningkatkan kualitas perekonomian, menaikkan kembali laju pertumbuham dan perdagangan internasional, di tengah lemahnya harga komoditas yang berkepanjangan.

“Tetapi ada baiknya kenaikan FFR bisa dipastikan, sehingga meskipun ekonomi kita akan mengalami tekanan yang cukup besar, tetapi kemudian ekonomi dapat pulih kembali,” kata Guntur.

Dampak kenaikan FFR yang lebih nyata lanjutnya akan lebih baik bagi ekonomi, karena kemudian program penguatan ekonomi dapat dilakukan secara lebih terarah.

Dibandingkan dampak dari ketidakpastian akan naiknya FFR, seperti saat ini, Rupiah dan IHSG sudah cenderung melemah meskipun belum terjadi. Sedangkan dampak riilnya pada ekonomi belum terjadi secara penuh. (*) Dwitya Putra

Apriyani

View Comments

Recent Posts

Melalui Program Diskon Ini, Pengusaha Ritel Incar Transaksi Rp14,5 Triliun

Tangerang - Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) bekerja sama dengan Kementerian Perdagangan (Kemendag) meluncurkan program… Read More

13 mins ago

IHSG Sepekan Anjlok 4,65 Persen, Kapitalisasi Pasar Ikut Tertekan

Jakarta - PT Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat bahwa data perdagangan saham selama periode 16-20… Read More

2 hours ago

Aliran Modal Asing Rp8,81 Triliun Kabur dari RI Selama Sepekan

Jakarta – Bank Indonesia (BI) mencatat di minggu ketiga Desember 2024, aliran modal asing keluar… Read More

8 hours ago

Bos BRI Life Ungkap Strategi Capai Target Bisnis 2025

Jakarta - PT Asuransi BRI Life meyakini bisnis asuransi jiwa akan tetap tumbuh positif pada… Read More

9 hours ago

Donald Trump Isyaratkan Akhiri Konflik Gaza Sebelum Biden Lengser

Jakarta - Presiden terpilih Amerika Serikat, Donald Trump, mengisyaratkan rencana untuk mengakhiri konflik yang berlangsung… Read More

24 hours ago

Allianz Catat Pertumbuhan GWP 10 Persen di November 2024, Segini Nilainya

Jakarta – PT Asuransi Allianz Utama Indonesia (Allianz Utama) mencatatkan pertumbuhan positif untuk Growth Written Premium atau GWP… Read More

1 day ago