Jakarta – Ketidakpastian kini terjadi pada proses percepatan proses impor bahan pangan khususnya bawang putih dan bawang bombay. Pasalnya, pembebasan izin impor yang diputuskan Kementerian Perdagangan justru dibantah Kementerian Pertanian yang bersikukuh memberlakukan Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) sebagai syarat wajib bagi para importir.
Adanya kondisi tersebut, sikap Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo ini dinilai secara tidak langsung telah membantah perintah kepala negara (Presiden). Pengamat Politik Universitas Pelita Harapan, Emrus Sihombing, mendesak Presiden Jokowi mengevaluasi hal ini. Bahkan, dirinya berharap agar Jokowi bisa mengambil sikap tegas untuk menindak kondisi tersebut karena tak sejalan dengan Presiden.
“Presiden berhak untuk mengevaluasi menterinya. Ingat, menteri itu pembantu presiden. Jadi, secara mutlak harus mengikuti instruksi langsung dari kepala negara,” ujar Emrus kepada wartawan di Jakarta seperti dikutip, Senin, 23 Maret 2020.
Menurut Emrus, pembebasan impor itu merupakan langkah tepat. Hal ini mengingat kondisi kelangkaan komoditas itu di Indonesia di tengah merebaknya virus corona (covid-19).
Akibat sikap Kementan yang kekeuh dan tetap wajibkan RIPH, pengusaha pun bingung. Proses percepatan impor dinilai tak berjalan. Ketua Perkumpulan Pengusaha Bawang Nusantara (PPBN) Mulyadi mengaku, awalnya pengusaha mengapresiasi langkah pembebasan izin impor dan kuota yang dikeluarkan Kemendag. Namun, sampai saat ini pengusaha impor khawatir, mengingat dalam importasi masih ada kewenangan Kementan, dalam hal ini kewajiban karantina di pelabuhan.
“Berikanlah pelaku usaha ini kepastian. Jangan sampai ketika kami melaksanakan arahan Kemendag, pas di karantina dipermasalahkan. Karena (badan) Karantina itu di bawah Kementan. itu yang juga kami takutkan,” ucapnya.
Mulyadi menuturkan, pengusaha sebenarnya juga lebih nyaman jika sistem kuota seperti sekarang tidak lagi diterapkan. Sistem kuota justru menciptakan kartel dengan potensi korupsi yang besar dari sisi perizinan. Dia tak menafikan, hanya yang memenuhi persyaratan saja, terutama syarat dalam tanda petik, yang mendapatkan kouta.
“Sejauh ini hanya sekitar 18-an (importir) yang dikeluarkan (izinnya) dari ratusan pelaku usaha yang mengajukan RPIH ke kementan. Kami menilai tepatlah dibuka bebas kouta ini,” bebernya.
Senada, Guru Besar Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB) Dwi Andreas Santosa pun mengatakan, kuota impor bawang putih dan bawang bombay yang dibebaskan menjadi suatu keniscayaan. Alasan penetapan RIPH sebagai sarana menuju swasembada, dinilainya tak relevan. Hal ini sejalan dengan Indonesia yang masih bergantung pada luar negeri, khususnya China pada komoditas tersebut.
“Memangnya kita bisa swasemada bawang putih? Bohong besar itu lah. Enggak kan,” tegasnya.
Menurutnya, kebijakan RIPH, kuota dan segala prosesnya, menjadi biang keladi kacaunya harga bawang putih dan bawang bombay. “Karena banyak permainan di dalam itu. Kebijakan tanam 5% (untuk importir bawang putih) mana hasilnya? Nol besar,” cetusnya.
Sementara Ketua II Perkumpulan Pelaku Usaha Bawang Putih dan Sayuran Umbi Indonesia (Pusbarindo), Valentino sebaliknya mendukung langkah yang diambil Kementan menerapkan RIPH dan syarat wajib tanamnya. Namun untuk kondisi kini, Pusbarindo menunggu sikap Kementan apakah masih menerapkan RIPH atau tidak. Diharapkan, Kementan dan Kemendag bisa sinkron dengan hal ini.
“Jika tidak sinkron, dikhawatirkan setelah ini berjalan akan timbul masalah baru lagi. Kami berharap importir yang sudah mengajukan RIPH segera dirilis oleh Kementan, karena kebijakan pembebasan import ini hanya sementara,” ucapnya.
Sebelumnya, Dirjen Hortikultura Kementerian Pertanian Prihasto Setyanto menegaskan, pihaknya tetap memberlakukan RIPH, khususnya untuk komoditas bawang bombay dan bawang putih. Prihasto menjelaskan, kewajiban RIPH merupakan amanat dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2010, Pasal 88 yang menyatakan, impor produk hortikultura wajib memenuhi beberapa syarat.
“Artinya, untuk mendapatkan Surat Persetujuan Impor (SPI) dari Kementerian Perdagangan, importir harus mendapatkan rekomendasi atau RIPH dari Kementerian Pertanian terlebih dahulu, katanya, Sabtu.
Sebaliknya, Menteri Perdagangan Agus Suparmanto mengumumkan penyederhanaan peraturan dengan keluarnya Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 27 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 44 Tahun 2019, tentang Ketentuan Impor Produk Hortikultura. Kebijakan tersebut diundangkan pada Rabu (28/3) dan mulai berlaku Kamis (19/3) sampai dengan 31 Mei 2020.
Dia menegaskan, kebijakan itu sudah sesuai arahan Presiden Jokowi dan berkordinasi dengan Menyan Syahrul. “Ini kan sesuai arahan Bapak Presiden, kita harus cepat menangani situasi ini terutama untuk bahan-bahan pokok. Ini sifatnya sementara sampai harga kembali stabil,” terang Agus beberapa waktu lalu. (*)
Jakarta – Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan pengeluaran riil rata-rata per kapita masyarakat Indonesia sebesar Rp12,34 juta… Read More
Jakarta - Bank DBS Indonesia mencatatkan penurunan laba di September 2024 (triwulan III 2024). Laba… Read More
Jakarta - Melalui Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) pada Jumat, 15 November 2024,… Read More
Jakarta – Indeks harga saham gabungan (IHSG) pada hari ini, 15 November 2024, masih ditutup… Read More
Jakarta - PT Prudential Life Assurance atau Prudential Indonesia mencatat kinerja positif sepanjang kuartal III-2024.… Read More
Jakarta - Di era digital, keinginan untuk mencapai kebebasan finansial pada usia muda semakin kuat,… Read More