Jakarta – Setelah sejumlah bank di AS dan Credit Suisse mengalami krisis imbas kolapsnya Silicon Valley Bank (SVB), kini giliran Deutsche Bank yang diprediksi jadi korban SVB effect selanjutnya.
Bank asal Jerman, Deutsche Bank, menghadapi kekhawatiran akan kolaps setelah sahamnya turun 11% pada Jumat pagi, yang otomatis menambah penurunan saham bank tersebut sebesar 29% sejak krisis kolaps SVB dimulai pada awal Maret ini.
“Kita masih di masa krisis, dimana akan ada bank lain yang berpotensi kolaps. Dan di benak semua orang, Deutsche Bank jelas-jelas menjadi bank potensial berikutnya,” ujar Chris Beauchamp selaku Kepala Analis Pasar IG Group, seperti dikutip dari Reuters, Minggu, 26 Maret 2023. “Terlihat jelas bahwa krisis perbankan belum sepenuhnya mereda,” tambah Chris.
Berita terkait pasar saham di hari Jumat adalah data terbaru yang bisa menggambarkan bagaimana kondisi industri perbankan global sejak kolapsnya SVB di awal bulan ini.
Pada minggu ini misalnya, publik melihat bagaimana Credit Suisse, bank terbesar kedua di Swiss, diakuisisi oleh pesaingnya, UBS, setelah harga sahamnya jeblok dan krisis likuiditas yang dialaminya, sebagai imbas dari SVB effect.
Lebih lanjut, turunnya saham Deutsche Bank ini juga dinilai sebagai dampak lanjutan dari kasus akuisisi Credit Suisse, yang menandakan masih rendahnya kepercayaan publik terhadap sistem industri perbankan global. Ini sekaligus memasuki minggu ketiga turunnya saham bank-bank Eropa, yang secara total drop hingga 4,2%.
Sekalipun penyelamatan Credit Suisse yang difasilitasi oleh pemerintah Swiss itu diyakini dapat menstabilkan pasar Eropa, dampak berkelanjutan dari krisis keuangan ini tampaknya masih sukar dibendung. Para pemilik obligasi sebesar USD17 miliar di Credit Suisse tidak tercakup dalam kesepakatan akuisisinya. Meninggalkan para pemilik obligasi itu tanpa jaminan yang jelas, yang kemudian semakin memperparah isu kepercayaan terhadap bank lainnya, seperti Deutsche Bank.
Jatuhnya saham Deutsche Bank seolah menghapus semua keuntungan yang ada, dan membuat bank Jerman tersebut menjadi emiten terburuk di indeks saham Eropa, STOXX 600. Meskipun begitu, ternyata masih ada sejumlah pihak yang optimis bahwa nasib Deutsche Bank tak akan sama seperti Credit Suisse.
“Kita tidak khawatir dengan kelangsungan Deutsche Bank. Jujur saja, saya melihat Deutsche Bank tak akan menjadi the next Credit Suisse,” ungkap perusahaan riset yang tak mau disebut namanya, pada sebuah laporan, dikutip dari Newsweek.
Nada serupa juga diungkapkan Kanselir Jerman, Olaf Scholz, yang menyatakan bahwa Deutsche Bank telah memodernisasi dan mengorganisasi ulang bisnis modelnya. “Itu adalah lembaga bank yang sangat profitable,” katanya.
Sementara itu, para analis JP Morgan menyatakan bahwa Deutsche Bank memiliki biaya dasar yang tinggi, dan entitas itu bergantung pada elemen fixed income, mata uang, komoditas, serta melakukan trading franchise untuk mengumpulkan modal secara organik dan merating ulang kreditnya.
“Deutsche Bank memiliki tekanan utamanya sendiri terkait penerapan governance yang berkualitas,” tulis laporan JP Morgan. Steven Widjaja
Jakarta - PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) resmi membuka penjualan tiket kereta cepat Whoosh… Read More
Jakarta - PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) terus berkomitmen mendukung pengembangan sektor pariwisata berkelanjutan… Read More
Tangerang - Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) bekerja sama dengan Kementerian Perdagangan (Kemendag) meluncurkan program… Read More
Jakarta - PT Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat bahwa data perdagangan saham selama periode 16-20… Read More
Jakarta – Bank Indonesia (BI) mencatat di minggu ketiga Desember 2024, aliran modal asing keluar… Read More
Jakarta - PT Asuransi BRI Life meyakini bisnis asuransi jiwa akan tetap tumbuh positif pada… Read More