Moneter dan Fiskal

Ngeri! Gara-Gara Pertalite Naik, Inflasi Pangan Diproyeksi Bisa Capai 15%

Jakarta – Kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) Subsidi (Pertalite dan Solar) akan memicu kenaikan inflasi yang diperkirakan dapat mencapai kisaran 7% hingga 9% dan inflasi pangan atau volatile food mencapai 15% hingga akhir tahun.

Direktur Eksekutif CORE Indonesia, Mohammad Faisal, mengatakan bahwa keputusan pemerintah dalam menaikan harga BBM tersebut dinilai kurang tepat, pasalnya dengan menaikan harga BBM tersebut memiliki dampak lebih besar terhadap inflasi dan kemiskinan.

“Jika BBM bersubsidi dinaikkan ini jauh lebih besar dampak terhadap ekonominya daripada risiko fiskalnya karena kalau tambahan defisit fiskal itu sebetulnya masih dalam ruang target pemerintah, jadi sementara dampaknya bagi kemiskinan bagi terhadap inflasi itu jauh lebih besar,” ujar Faisal saat dihubungi Infobank, seperti dikutip 4 September 2022.

Kenaikan pertalite dan solar yang mencapai angka sekitar 30% juga akan berdampak pada peningkatan rata-rata upah yang masih berada di bawah rata-rata, serta kondisinya yang masih belum pulih akibat pandemi.

“Dengan rata-rata peningkatan upah yang masih relatif rendah bahkan masih di bawah kondisi pra pandemi ya, berarti tingkat kesejahteraan turun dan daya beli juga pasti turun, terutama untuk kalangan bawah yang daya belinya turun,” tambah Faisal.

Lanjut dia, dengan menurunnya daya beli masyarakat di kalangan bawah, terutama untuk memenuhi kebutuhan dasar yang diperkirakan menurun, nantinya akan menyebabkan inflasi pangan melonjak dan kemiskinan meningkat.

“Daya beli terhadap basic needs ya kemampuan untuk mengkonsumsi kebutuhan dasar yaitu pangan ya apalagi kalau inflasi secara pangannya juga lebih tinggi dibandingkan inflasi umumnya sebelum kenaikan BBM aja sudah 11,5% dengan Kenaikan BBM yang barusan diumumkan ini bisa 15% inflasi pangannya,” imbuhnya.

Baca juga: Jokowi Resmi Naikan Harga BBM Pertalite, Solar Hingga Pertamax jadi Segini

Jika nantinya bantuan langsung tunai (BLT) dari pemerintah akan diberikan kepada masyarakat yang terdampak, hal tersebut tidak sebanding dengan efek negatif yang dirasakan secara langsung oleh masyarakat. Pasalnya, proses penyaluran bantuan sosial sejauh ini seringkali tidak tepat sasaran, bahkan penyalurannya dinilai lambat. 

“Jadi jelas ini berdampak buruk besar dibandingkan terhadap ekonomi dan masyarakat kalangan bawah,” tutupnya. (*) Khoirifa

Rezkiana Nisaputra

Recent Posts

Per September 2024, Home Credit Membantu Distribusi Produk Asuransi ke 13 Juta Nasabah

Jakarta - Perusahaan pembiayaan PT Home Credit Indonesia (Home Credit) terus berupaya meningkatkan inklusi keuangan… Read More

6 hours ago

Berkat Hilirisasi Nikel, Ekonomi Desa Sekitar Pulau Obin Tumbuh 2 Kali Lipat

Jakarta - Hilirisasi nikel di Pulau Obi, Maluku Utara membuat ekonomi desa sekitar tumbuh dua… Read More

6 hours ago

Menkop Budi Arie Dukung Inkud Pererat Kerja Sama dengan Cina-Malaysia di Pertanian

Jakarta - Menteri Koperasi (Menkop) Budi Arie Setiadi mendukung langkah Induk Koperasi Unit Desa (Inkud)… Read More

6 hours ago

Ajak Nasabah Sehat Sambil Cuan, BCA Gelar Runvestasi

Jakarta - PT Bank Central Asia Tbk (BCA) untuk pertama kalinya menggelar kompetisi Runvestasi pada… Read More

7 hours ago

IHSG Ambles hingga Tembus Level 7.200, Ini Tanggapan BEI

Jakarta - PT Bursa Efek Indonesia (BEI) memberi tanggapan terkait penutupan Indeks Harga Saham Gabungan… Read More

8 hours ago

BEI Gelar CMSE 2024, Perluas Edukasi Pasar Modal ke Masyarakat

Jakarta - PT Bursa Efek Indonesia (BEI) bersama Self-Regulatory Organization (SRO), dengan dukungan dari Otoritas… Read More

8 hours ago