Jakarta — Badan Pusat Statistik (BPS) merilis data neraca perdagangan pada bulan April yang mengalami defisit hingga US$2,5 miliar. Data tersebut tercatat anjlok dalam dibanding neraca perdagangan pada Maret lalu yang mencatat surplus US$540,2 juta.
Kepala BPS Suhariyanto menuturkan defisit neraca perdagangan disebabkan karena jumlah ekspor yang turun tajam hingga 10,8 persen.
“Nilai ekspor April ternyata turun 10,8 persen dibanding bulan sebelumnya yakni US$14,12 miliar,” kata Suharyanto di Kantor Pusat BPS Jakarta, Rabu, 15 Mei 2019.
Lebih rinci lagi, angka defisit terjadi akibat nilai ekspor April sebesar US$12,6 miliar sementara impornya sebesar US$15,10 miliar.
Suharyanto menjelaskan, penurunan ekspor disebabkan beberapa faktor, salah satunya adalah penurunan harga komoditas batu bara, timah, nikel dan bijih besi. Hal tersebutlah yang mempengaruhi ekspor pertambangan yang turun 7,31 persen secara bulanan.
Sedangkan segmen impor April tercatat terus naik 12,25 persen dibanding bulan sebelumnya yang hanya sebesar US$13,45 miliar.
Tercatat segmen impor barang konsumsi naik 24,12 persen, Suharyanto menyebut kenaikan tersebut karena menjelang persiapan ramadan. Tak hanya itu, angka impor bahan baku juga tercatat meningkat 12,09 persen secara bulanan dan barang modal naik 6,78 persen secara bulanan. (*)
Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melaporkan telah melaporkan hingga 20 Desember 2024, Indonesia Anti-Scam… Read More
Jakarta - PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) membidik penambahan sebanyak dua juta investor di pasar… Read More
Jakarta - PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) masih mengkaji ihwal kenaikan PPN 12 persen… Read More
Jakarta – Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menegaskan kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi… Read More
Jakarta – Indeks harga saham gabungan (IHSG) pada hari ini, Senin, 23 Desember 2024, ditutup… Read More
Jakarta – Di tengah penurunan kunjungan wisatawan, PT Pembangunan Jaya Ancol Tbk (PJAA) tercatat mampu… Read More