Jakarta – Setiap pemberlakuan kebijakan insentif, hampir dipastikan ada potensi pendapatan negara yang hilang. Hal ini juga berlaku pada insentif motor dan mobil listrik yang baru digulirkan pemerintah.
Pemerintah memberikan insentif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk pembelian kendaraan listrik, khususnya mobil listrik. Insentif berupa pemotongan PPN sebesar 10%. Artinya, calon pembeli mobil listrik hanya membayar PPN 1% saja.
Pengamat Pajak dari Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar mengatakan, insentif mobil listrik tersebut memang dipastikan akan memicu potential loss penerimaan pajak. Untuk mengukur potential loss tersebut, Fajry menilai, harus melihat jenis mobil listrik apa saja yang mendapatkan insentif.
“Tapi kalau gunakan data tahun lalu, sebenarnya potential loss-nya tak terlalu besar ya. Kisaran Rp192 miliar. Itupun masih gross. Kalau kita asumsikan permintaan naik karena ada insentif, paling Rp250 miliar,” ujar Fajry ketika dihubungi Infobanknews baru-baru ini.
Menurut Fajry, sebenarnya pemerintah tak perlu khawatir soal potential loss dari kebijakan insentif mobil listrik. Asalkan, insentif tersebut berjalan maksimal dan mampu mendorong industrialisasi kendaraan mobil listrik.
“Nggak perlu tak perlu khawatir soal potential loss. Potensi penerimaan yang akan dihasilkan (jika benar adanya industrialisasi) akan lebih besar,” katanya.
Sayangnya, masih menurut Fajry, dalam pemberian insentif mobil listrik ini, pemerintah masih fokus pada sektor hilir. Mereka melupakan sektor hulu yang sebenarnya bisa menghasilkan nilai tambah yang lebih bagi industri otomotif.
“Tanpa adanya industri komponen mobil listrik, industrialisasi mobil listrik hanya perakitan mobil listrik semata dan hanya memiliki value-added yang kecil,”jelasnya.
Seperti diketahui, mulai 1 April hingga Desember 2023, pemerintah resmi memberlakukan insentif mobil listrik berupa diskon Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
“Insentif PPN DTP ini berlaku untuk Tahun Anggaran 2023 dengan mulai berlaku masa pajak April 2023 sampai dengan masa pajak Desember 2023,” kata Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu.
Sedangkan syarat mobil listrik yang mendapakan insentif PPN ini wajib memiliki Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) di atas 40%.
Insentif yang diberikan berupa potongan PPN sebesar 10%. Artinya, calon pembeli mobil listrik hanya membayar 1%.
Adanya insentif mobil diharapkan dapat mendorong minat masyarakat dalam membeli kendaraan listrik. Sehingga bisa mendukung terciptanya ekosistem kendaran listrik di Tanah Air.
“Dalam tahap awal diperkirakan sebanyak 35.862 unit mobil listrik,” ujar Taufiek Bawazier, Dirjen ILMATE Kementerian Perindustrian.
Saat ini, ada dua jenis mobil listrik di Tanah Air yang mendapatkan insentif potongan PPN hingga 10%, yakni Hyundai Ioniq 5 dan Wuling Air ev.
Kedua model tersebut telah memenuhi syarat pemberian insentif karena memiliki Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) 40%.
Sebagai contoh, Hyundai Ioniq 5 dipasarkan dengan empat tipe, sedangkan harganya mulai dari Rp748 juta hingga Rp859 juta.
Jika Anda membeli Hyundai Ioniq tipe Prime Standard Range yang dilego Rp748 juta, dipastikan akan mendapatkan potongan harga hingga Rp68.000.000.(*)
Jakarta - PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) resmi membuka penjualan tiket kereta cepat Whoosh… Read More
Jakarta - PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) terus berkomitmen mendukung pengembangan sektor pariwisata berkelanjutan… Read More
Tangerang - Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) bekerja sama dengan Kementerian Perdagangan (Kemendag) meluncurkan program… Read More
Jakarta - PT Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat bahwa data perdagangan saham selama periode 16-20… Read More
Jakarta – Bank Indonesia (BI) mencatat di minggu ketiga Desember 2024, aliran modal asing keluar… Read More
Jakarta - PT Asuransi BRI Life meyakini bisnis asuransi jiwa akan tetap tumbuh positif pada… Read More