Moneter dan Fiskal

Naiknya Cadangan Devisa Mitigasi Risiko Global

Jakarta – Posisi cadangan devisa Indonesia yang naik cukup signifikan pada Februari 2017 menjadi US$119,9 miliar, diyakini akan menjadi sentimen positif bagi Indonesia dalam memitigasi risiko dari ketidakpastian ekonomi global.

Demikian pernyataan tersebut seperti disampaikan oleh Ekonom Mandiri Sekuritas Leo Rinaldy dalam risetnya, di Jakarta, Rabu, 8 Maret 2017. Menurutnya, peningkatan cadangan devisa itu disebabkan solidnya kondisi net ekspor terutama ekspor migas, dan stabilnya nilai tukar rupiah sehingga tidak banyak membutuhkan intervensi BI.

“Cadangan devisa dapat melawan kondisi risiko dari eksternal (external headwinds) ke depannya karena levenya sudah lebih dari kebutuhan minimum impor tiga bulan,” ujarnya.

Di sisi lain, kata dia, posisi cadangan devisa juga dapat menutup kebutuhan minimal impor dan larinya dana asing secara tiba-tiba sekitar US$90 miliar. Cadangan valuta asing di BI juga akan bertambah jika sudah memasukkan nilai dari perjanjian Swap Indonesia dengan beberapa negara yang nilainya US$83,1 miliar.

Sebagai informasi, Swap merupakan kerja sama pertukaran yang dilakukan oleh otoritas di masing-masing negara untuk melindungi nilai penjualan ekspor, modal yang ditanamkan atau dipinjam di luar negeri daari kerugian akibat fluktuasi kurs mata uang.

“Cadangan valas dapat naik jika memasukkan perjanjian swap Indonesia dengan beberapa negara senilai total US$83,1 miliar,” paparnya.

Menurut Bank Indonesia (BI), penambahan devisa lebih disebabkan karena faktor penerimaan pajak dan devisa ekspor migas bagian pemerintah, penarikan pinjaman luar negeri pemerintah, serta hasil lelang Surat Berharga Bank Indonesia (SBBI) valas.

Sebelumnya, Deputi Direktur Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI Riza Tyas menyatakan, pada Maret 2017 memang ada risiko terhadap cadangan devisa karena BI perlu mengantisipasi volatiltas kurs rupiah mengingat The Federal Reserve kemungkinan besar akan menaikkan suku bunga acuannya.

“Tapi kami percaya reaksi pasar akibat The Fed naik tidak akan ekstrem, sudah priced in. BI selalu berada di pasar tetapi tetap terukur,” tutup dia. (*)

Rezkiana Nisaputra

Recent Posts

APBN Hanya Sanggup Danai 12,3 Persen Kebutuhan Iklim, Pemerintah Akui Fiskal Terbatas

Jakarta – Kapasitas ruang fiskal APBN masih sangat terbatas dalam mendanai berbagai proyek transisi energi… Read More

4 hours ago

53 Persen Perusahaan di Indonesia Belum Pakai AI, Helios dan AWS Ungkap Alasannya

Jakarta - Tahun 2024 lalu, perusahaan akuntansi multiglobal, menemukan data bahwa 53 persen pemimpin perusahaan… Read More

5 hours ago

Laba BTPN Syariah Tumbuh 18 Persen jadi Rp311 Miliar di Kuartal I 2025

Jakarta - PT Bank BTPN Syariah Tbk mencatatkan kinerja yang solid pada kuartal I 2025… Read More

5 hours ago

Kuartal I 2025, Laba BFI Finance Tumbuh 12,2 Persen Jadi Rp405,5 Miliar

Jakarta – PT BFI Finance Indonesia Tbk (BFI Finance) mengawali 2025 dengan catatan positif. Di… Read More

5 hours ago

Antisipasi Tarif Trump, RI Incar Peluang Dagang Baru Lewat BRICS dan CPTPP

Jakarta – Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkapkan potensi Indonesia untuk membuka pasar baru dalam perdagangan internasional,… Read More

6 hours ago

Sri Mulyani Siap Rombak Aturan Demi Lancarkan Negosiasi Dagang dengan AS

Jakarta - Pemerintah akan melakukan perubahan kebijakan atau deregulasi sebagai langkah negosiasi perdagangan yang dinilai… Read More

6 hours ago