Musim Kemarau, El Nino Hingga Bencana Buat Produksi Pangan Makin Tergerus

Jakarta – Musim kemarau yang panjang diyakini akan berdampak terhadap produksi padi nasional. Terlebih, rentetan bencana di sentra produksi pangan ditambah lagi dengan fenomena El Nino yang bakal terjadi pada November 2018 hingga Maret 2019, membuat produksi pangan khususnya padi makin tergerus. Kondisi ini menyulitkan untuk terjadinya surplus beras.

Pengamat Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB) Khudori dalam keterangannya di Jakarta, yang dikutip Senin, 15 Oktober 2018 mengatakan, kemarau panjang yang diikuti El Nino merupakan situasi yang tak bersahabat bagi pertanian padi. Pasalnya, padi adalah salah satu komoditas pangan yang membutuhkan banyak air dalam pengembangannya.

Curah hujan yang akan menyusut mengingat musim kemarau disusul dengan adanya El Nino, membuat sawah-sawah yang mengandalkan perairannya dari air hujan, berproduksi tidak optimal. Ketidakoptimalan panen di tahun depan pun makin terlihat, dengan banyaknya sawah yang rusak di daerah-daerah terdampak bencana.

Padahal, daerah terkena bencana, yaitu Sulawesi Tengah dan Nusa Tenggara Barat (NTB) merupakan lumbung padi yang jika dikalkulasi produksinya bisa mencapai 3 juta ton tiap tahunnya. “Kalau rusak setengahnya saja, bisa kehilangan potensi 1,5 juta ton padi,” ujarnya.

Selain itu, akademisi ini juga meragukan klaim Kementerian Pertanian (Kementan) bahwa kekeringan dan bencana tak pengaruhi stok pangan nasional. Ia mengingatkan, keabsahan data produksi dari Kementerian Pertanian selalu patut dipertanyakan. “Dari beberapa lembaga menyatakan, koreksi terhadap produksi padi itu ada yang 13 persen, 17 persen, sampai 37 persen,” ucapnya.

Senada, Pengamat Pertanian UGM Andi Syahid Muttaqin mengatakan, kondisi musim kemarau di Indonesia pada tahun ini sangat unik. Bagian utara Khatulistiwa memang tidak mengalami musim kemarau berkepanjangan. Bahkan saat ini sudah memasuki musim hujan. Namun, daerah selatan Indonesia yang dekat dengan Australia justru mengalami musim kemarau dengan tingkat yang parah dan lama. Hal ini tak terlepas dari fenomena alam berupa Munson India.

Baca juga: Harga Beras Tinggi, Pemerintah Diminta Evaluasi Kementan

Pakar agroklimatologi ini memperkirakan musim kemarau panjang karena Munson India ini bisa berakhir di 10 harian pertama bulan November. Sayangnya, di saat bersamaan, pada waktu yang sama sudah muncul siklus El Nino yang mengurangi intensitas curah hujan, dibandingkan musim-musim hujan yang lalu. Ia menukas, klaim surplus pangan, tak berpijak pada kenyataan.

Di kesempatan berbeda, Peneliti INDEF Ahmad Heri Firdaus menambahkan, musim kemarau panjang yang tengah melanda Indonesia pada tahun ini mengancam kedaulatan pangan. Pasalnya, kemarau panjang telah membuat paceklik di banyak tempat di Pulau Jawa. Padahal, salah satu pulau utama di Indonesia menyumbang sekitar 60 persen dari total luas lahan pertanian di Indonesia.

“Ada risiko gagal panen yang lebih besar. Kekeringan itu akan menyebabkan harusnya produksinya satu ton, ini jadi setengahnya. Makin jauh dari optimal,” tuturnya.

Berdasarkan data InaRisk dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), risiko kekeringan di Indonesia mencapai 11,77 juta hektare tiap tahunnya. Di mana kekeringan tersebut sangat mungkin menimpa 28 provinsi yang ada di Nusantara.

Sebaliknya, Kementan bersikukuh pada proyeksinya sendiri. Direktur Serealia, Ditjen Tanaman Pangan, Kementerian Pertanian Bambang Sugiharto menyatakan, berdasarkan data BPS terakhir pada 2015, produksi padi di Indonesia mencapai 75,40 juta ton. Angka tersebut setara dengan 45,24 juta ton beras.

Menurut Bambang, kini total konsumsi beras nasional hanya di kisaran 33 juta ton per tahun. Dengan pasokan sebesar 45,24 juta ton, pihaknya yakin masih ada surplus sekitar 12 jutaan ton per tahun. Di sisi lain, bencana yang menimpa Sulawesi Tengah dan NTB, diakuinya cukup menganggu neraca beras di kawasan terdampak tersebut. (*)

Rezkiana Nisaputra

Recent Posts

Evelyn Halim, Dirut SG Finance, Raih Penghargaan Top CEO 2024

Jakarta – Evelyn Halim, Direktur Utama Sarana Global Finance Indonesia (SG Finance), dinobatkan sebagai salah… Read More

3 hours ago

Bos Sompo Insurance Ungkap Tantangan Industri Asuransi Sepanjang 2024

Jakarta - Industri asuransi menghadapi tekanan berat sepanjang tahun 2024, termasuk penurunan penjualan kendaraan dan… Read More

4 hours ago

BSI: Keuangan Syariah Nasional Berpotensi Tembus Rp3.430 Triliun di 2025

Jakarta - Industri perbankan syariah diproyeksikan akan mencatat kinerja positif pada tahun 2025. Hal ini… Read More

4 hours ago

Begini Respons Sompo Insurance soal Program Asuransi Wajib TPL

Jakarta - Presiden Direktur Sompo Insurance, Eric Nemitz, menyoroti pentingnya penerapan asuransi wajib pihak ketiga… Read More

5 hours ago

BCA Salurkan Kredit Sindikasi ke Jasa Marga, Dukung Pembangunan Jalan Tol Akses Patimban

Senior Vice President Corporate Banking Group BCA Yayi Mustika P tengah memberikan sambutan disela acara… Read More

6 hours ago

Genap Berusia 27 Tahun, Ini Sederet Pencapaian KSEI di Pasar Modal 2024

Jakarta - PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) mencatat sejumlah pencapaian strategis sepanjang 2024 melalui berbagai… Read More

6 hours ago