Jakarta – Forum Dekan Ekonomi Perguruan Tinggi Muhammadiyah (PTM) menilai, perekonomian 2016 masih akan terus diseret oleh dinamika ekonomi dunia. Maka dari itu diperlukan strategi oleh pemangku kebijakan publik dalam menyikapi keadaan ekonomi Indonesia kedepan.
Peryataan tersebut seperti disampaikan oleh Juru bicara Forum Dekan Ekonomi PTM se Indonesia, Mukhaer Pakkanna dalam keterangannya, di Jakarta, Senin, 30 November 2015. Menurutnya ada empat empat kekuatan yang akan menyeret ekonomi nasional.
“Pertama, melemahnya pertumbuhan ekonomi dunia. Kedua, ketidakpastian kebijakan the Federal Reserve AS, lalu ketiga melemahnya daya serap pasar dunia, termasuk Tiongkok, dan kondisi geo-politik global yang makin tidak menentu,” ujar Mukhaer.
Dia mengungkapkan, dalam kondisi seperti itu, posisi perekonomian Indonesia bakal semakin rapuh. Oleh sebab itu, untuk menghindari kerapuhan perekonomian pada 2016 tersebut, direkomendasikan beberapa langkah, yakni, penguatan basis produksi dan konsumsi nasional.
Dari sisi lain, dalam penguatan produksi, pemerintah diharapkan bisa fokus mengembangkan produksi berbasis substitusi impor yang lebih berorientasi padat karya dan memiliki kandungan lokal tinggi. “Pilihan jenis produksi paling layak sebagai prioritas adalah sektor pertanian dan perikanan, terutama dalam rangka penguatan kedaulatan pangan,” ucapnya.
Sementara berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, proporsi impor produk-produk barang modal, bahan baku dan bahan penolong secara bersama-sama mencapai 90% dari total impor Indonesia. Namun sayangnya, pemerintah belum benar-benar mengupayakan pengurangan kebergantungan terhadap produk-produk barang modal, bahan baku dan bahan penolong dari luar negeri.
Langkah selanjutnya adalah, penguatan basis pasar dalam negeri. Dia menilai, perlu mengamankan pasar dalam negeri dari gangguan impor, memperluas pasar dan pusat distribusi, kepastian peredaran barang, serta memberikan peluang sebesar-besarnya bagi wirausaha nasional dalam memasok kebutuhan pasar dalam negeri, termasuk promosi penggunaan produk dalam negeri.
Lalu langkah berikutnya, berkenaan akses kredit usaha, maka di tengah ketidakpastian ekonomi pada tahun 2016, diperlukan pemihakan pada pembiayaan pada usaha kecil dan mikro. Peningkatan akses kredit pada jenis usaha inidianggap sangat penting di tengah pelemahan ekonomi dunia dan nasional yang secara umum masih ditopang oleh kinerja korporasi-korporasi besar.
“Pengucuran kredit ke sektor pertanian, perdagangan, ekonomi kreatif, industri padat karya, dinilai dapat menciptakan geliat kegiatan ekonomi masyarakat menengah ke bawah dan menjaga daya beli,” ucapnya.
Data membuktikan, total Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan nasional yang jumlahnya sekitar Rp5.104 triliun hingga September 2015, seharusnya tidak hanya dilokasikan kepada sektor korporasi besar. Porsi kredit ke sektor korporasi besar jumlahnya mencapai 85%.
“Hal ini sensitif terhadap pertumbuhan PDB yang tinggi. Karenanya, perlu adanya alokasi ke sektor yang sensitif terhadap perluasan kesempatan kerja yang diperankan oleh usaha kecil dan mikro,” tutup Mukhaer.
Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebut bersedia mendukung target pertumbuhan ekonomi 8 persen Presiden… Read More
Jakarta - Saat ini, secara rata-rata masa tunggu untuk melaksanakan ibadah haji di Indonesia bisa… Read More
Labuan Bajo - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebutkan bahwa, akan menerbitkan Peraturan OJK (POJK) terbaru… Read More
Jakarta - PT Trisula Textile Industries Tbk (BELL), emiten penyedia kain, seragam, dan fashion berhasil… Read More
Jakarta – Guna meningkatkan literasi keuangan para pekerja migran Indonesia (PMI), Asosiasi Fintech Indonesia (AFPI)… Read More
Labuan Bajo - PT Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat bahwa, perdagangan saham pada pekan ini… Read More