Peran Vital Pajak di Masa Pandemi

Peran Vital Pajak di Masa Pandemi

Jakarta – Di masa pandemi ini, peran pajak sebagai stimulus perekonomian terus diperkuat. Di sisi lain, tak dipungkiri pajak tetap difungsikan sebagai instrumen budgetair. Namun, kita menghadapi beberapa tantangan, salah satunya adalah masih terdapat gap kebijakan dan kepatuhan dalam pelaksanaan pemungutan perpajakan nasional.

Dalam upaya mengurangi gap tersebut, seringkali terjadi perbedaan penghitungan pajak yang terutang antara Wajib Pajak (WP) dan fiskus. Perbedaan ini menjadi salah satu sebab timbulnya sengketa pajak. Dalam kerangka negara hukum, negara memiliki kewajiban untuk menyediakan akses atau jalur penyelesaian sengketa ketika suatu sengketa timbul, tak terkecuali sengketa pajak. 

Penyelesaian sengketa pajak mengenal dua mekanisme yaitu penyelesaian sengketa melalui upaya administratif yakni melalui lembaga keberatan dan melalui lembaga yudikasi yaitu Pengadilan Pajak. Selain itu, dalam konteks hukum administrasi negara, dikenal juga istilah tindak pidana administrasi, yakni ketika terdapat pelanggaran yang bersifat administratif dapat dikenakan sanksi pidana terhadap pelanggaran tersebut.

Di atas itu semua, otoritas pajak juga memiliki peran dalam membuat sistem administrasi perpajakan yang lebih certain, sehingga mengurangi potensi sengketa atau dispute. Staf Ahli Bidang Peraturan dan Penegakan Hukum Pajak, Awan Nurmawan Nuh pun menegaskan, jika dilihat secara umum dalam konteks makro, pajak merupakan instrumen alokasi dalam APBN.

Adapun peranan pajak menjadi sangat vital dari masa ke masa. Tak terkecuali di masa pandemi Covid-19 ini, ketika masalah kesehatan menjadi masalah sosial dan ekonomi. Tentunya, ini menjadi sangat challenging, sebab penerimaan juga menjadi melambat dan di sisi lain pemerintah harus tetap menawarkan insentif untuk mendorong perekonomian

“Ini menjadi tantangan administrasi perpajakan. Selain itu, kita juga menghadapi tantangan perihal kepatuhan. Ini menjadi isu sentral perpajakan di negara manapun,” ujar Awan Nurmawan Nuh dalam pelatihan pajak yang digelar Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA), di Jakarta, Kamis, 8 April 2021.

Sementara itu, bicara mengenai administrasi Direktorat Jenderal Pajak (DJP), lanjut dia, terdapat 3 fungsi utama (core function): yaitu (1) pelayanan, (2) pengawasan, dan (3) penegakan hukum. Inti pelayanan adalah bagaimana administrasi perpajakan bisa menjalankan fungsinya dan masyarakat dapat melaksanakan hak dan kewajiban pajak dengan mudah, murah dan cepat. 

Pengawasan adalah administrasi perpajakan harus mampu mengawasi dan mengecek apakah WP menjalankan hak dan kewajiban dengan benar (Self Assessment System). Penengakan Hukum adalah sebagai instrumen keadilan, penegakan hukum bukan merupakan suatu hukuman, melainkan merupakan suatu reward untuk WP yang sudah patuh.

Ketiga fungsi tersebut bertujuan untuk meningkatkan kepatuhan agar bisa berjalan secara optimal dan tentunya kepatuhan WP bisa meningkat. Perihal penegakan hukum, ini merupakan tindakan penyidikan dan bukti permulaan yang diatur dalam Pasal 38 dan Pasal 39 UU KUP. Penegakan hukum ini merupakan upaya terakhir.

Adapun Pasal 44B merupakan indikasi pajak asas ultimum remedium. Penegakan hukum seperti bukti permulaan, penyidikan merupakan upaya akhir yang harus dikerjakan secara proper dan harus ada clear cut antara administrasi dan perpajakan. “Kepatuhan menjadi kunci untuk membayar pajak dan menghindari penyidikan,” ucapnya. (*)

Related Posts

News Update

Top News