Jakarta – Ketua Badan Anggaran DPR Said Abdullah menyampaikan pemerintah perlu menjalankan kebijakan mitigasi secara komprehensif untuk mengurangi dampak dari kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen di 2025.
Said tak menampik bahwa kenaikan tarif PPN 12 persen ini akan mempengaruhi daya beli, terutama bagi kelas menengah dan masyarakat miskin.
“Hal ini untuk memastikan bahwa dampak dari kebijakan ini tidak terlalu membebani golongan masyarakat yang sudah mengalami penurunan daya beli,” ujar Said dikutip, Senin 9 Desember 2024.
Said memberikan sejumlah rekomendasi kebijakan yang perlu dipertimbangkan untuk membantu masyarakat, terutama kelas menengah dan miskin, mengatasi dampak dari kenaikan PPN.
Pertama, perlu penambahan anggaran untuk perlindungan sosial (perlinsos) ke rakyat. Jumlah penerima manfaat perlinsos dipertebal bukan hanya untuk rumah tangga miskin tetapi juga hampir miskin/rentan miskin. “Serta memastikan program tersebut disampaikan tepat waktu dan tepat sasaran,” jelasnya.
Baca juga: Respons BEI terhadap Kenaikan PPN, Investor Diminta Tetap Optimis
Kedua, subsidi BBM, gas LPG, listrik untuk rumah tangga miskin dipertahankan, termasuk driver ojek online hendaknya tetap mendapatkan jatah pengisian BBM bersubsidi, bahkan bila perlu menjangkau kelompok menengah bawah.
Ketiga, subsidi transportasi umum diperluas yang menjadi moda transportasi massal secara hari hari. Keempat, subsidi perumahan untuk kelas menengah bawah.
Kelima, bantuan untuk pendidikan dan beasiswa perguruan tinggi dipertebal yang menjangkau lebih banyak menengah bawah.
Keenam, melakukan operasi pasar secara rutin paling sedikit 2 bulan sekali dalam rangka memastikan agar inflasi terkendali dan harga komoditas pangan tetap terjangkau.
Ketujuh, memastikan penggunaan barang dan jasa UMKM di lingkungan Pemerintah. Menaikkan belanja barang dan jasa pemerintah yang sebelumnya paling sedikit 40 persenmenjadi 50 persen untuk menggunakan produk Usaha Mikro, Kecil dan Koperasi dari hasil produksi dalam negeri.
Terakhir, memberikan program pelatihan dan pemberdayaan ekonomi untuk masyarakat kelas menengah serta meluncurkan program pelatihan keterampilan dan pemberdayaan ekonomi untuk kelas menengah yang terdampak.
“Guna membantu mereka beralih ke sektor-sektor yang lebih berkembang dan berdaya saing. Juga bisa disinkronisasi dengan penyaluran KUR,” pungkasnya.
Baca juga: Gawat! Bos Gaikindo Ungkap PPN 12 Persen Bisa Picu PHK Massal di Industri Otomotif
Lebih lanjut, Said mengatakan, Kenaikan tarif PPN dari 11 persen menjadi 12 persen adalah amanat dari Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan dan merupakan keputusan bersama antara seluruh fraksi di DPR dan Pemerintah.
“Kebijakan ini bertujuan untuk menciptakan sistem perpajakan yang lebih adil, efisien, dan mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan,” tambahnya.
Meski begitu, Said menegaskan bahwa kenaikan tarif PPN 12 persen hanya berlaku untuk barang mewah. Hal ini bertujuan agar mereka yang memiliki kemampuan ekonomi lebih tinggi dapat berkontribusi lebih besar terhadap penerimaan negara.
“Yang nantinya akan dikembalikan kepada masyarakat dalam bentuk berbagai program sosial yang meningkatkan kualitas hidup dan memperkecil kesenjangan sosial-ekonomi,” tandasnya. (*)
Editor: Galih Pratama
Jakarta – PT Bank JTrust Indonesia Tbk (J Trust Bank) mengungkapkan sejumlah rencana strategis dalam penguatan… Read More
Jakarta - Kehadiran layanan digital perbankan atau super apps telah mengubah lanskap industri keuangan. Kini, super… Read More
Jakarta - Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Ribka Haluk terus mendorong pemerintah daerah, terutama di… Read More
Jakarta - Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) atau Indonesia Eximbank menyalurkan fasilitas kredit modal kerja ekspor… Read More
Jakarta - PT AirAsia Indonesia Tbk (CMPP), atau Indonesia AirAsia, menyiapkan 554 ribu kursi penerbangan… Read More
Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) kembali mencabut izin usaha PT BPR Pakan Rabaa Solok… Read More