News Update

Mitigasi Penyalahgunaan Data Debitur, OJK Sempurnakan Regulasi

Jakarta – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menyempurnakan POJK No.18/POJK.03/2017 tentang Pelaporan dan Permintaan Informasi Debitur melalui Sistem Layanan Informasi Keuangan (Perubahan POJK SLIK).

Penyempurnaan POJK ini disusun sebagai landasan hukum untuk mengakomodir tambahan lembaga jasa keuangan di Pasar Modal yaitu Perusahaan Efek (PE) yang menjalankan kegiatan usaha sebagai perantara pedagang efek dan Lembaga Pendanaan Efek (LPE) untuk menjadi pelapor SLIK. 

“Penyempurnaan Perubahan POJK ini juga mencakup pengaturan terkait  penyampaian dan penggunaan informasi debitur dalam rangka meningkatkan  efektivitas pelaksaaan SLIK serta mitigasi penyalahgunaan informasi debitur,” seperti dikutip dalam aturan POJK, Selasa 5 Januari 2021.

Dalam penyempurnaan tersebut tertulis, pelapor SLIK hanya dapat mengakses data informasi debitur maksimum  sebesar 100% dari jumlah debitur yang dilaporkan pada posisi 2 (dua) bulan  sebelumnya.  Selain itu, pelapor SLIK dapat mengajukan permintaan tambahan informasi debitur  dengan mengajukan permohonan ke OJK.

Selain itu, informasi debitur juga diatur hanya dapat digunakan untuk: mendukung kelancaran proses pemberian Fasilitas Penyediaan Dana; menerapkan manajemen risiko kredit atau pembiayaan; mengidentifikasi kualitas Debitur untuk pemenuhan ketentuan OJK atau pihak lain yang berwenang;  pengelolaan sumber daya manusia pada Pelapor; dan/atau verifikasi untuk kerja sama Pelapor dengan pihak ketiga.

OJK juga berwenang menetapkan penyesuaian penyampaian cakupan informasi  laporan debitur berdasarkan pertimbangan tertentu. Sementara itu, pelapor juga dilarang untuk memperjualbelikan data SLIK. Pelapor juga wajib melakukan audit intern terhadap pelaksanaan SLIK paling  sedikit 1 (satu) kali dalam setahun.

OJK juga telah menetapkan sanksi denda maksimum atas pelanggaran terhadap permintaan  dan penggunaan informasi debitur.  Dimana bagi pelapor dengan total aset <Rp 500 miliar akan dikenakan sanksi denda Rp10 juta per informasi debitur dan maksimum sebesar Rp100 juta.

Selain itu, bagi pelanggaran pelapor dengan total aset Rp500 miliar hingga Rp20 triliun terdapat sanksi denda  Rp 50 juta per informasi debitur dan maksimum Rp500 juta. Terakhir, bagi pelanggaran pelapor dengan total aset > Rp20 triliun: sanksi denda Rp50 juta per informasi debitur dan maksimum Rp5 miliar. (*)

Editor: Rezkiana Np

Suheriadi

Recent Posts

Netflix, Pulsa hingga Tiket Pesawat Bakal Kena PPN 12 Persen, Kecuali Tiket Konser

Jakarta - Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengungkapkan bahwa sejumlah barang dan jasa, seperti… Read More

45 mins ago

Paus Fransiskus Kembali Kecam Serangan Israel di Gaza

Jakarta -  Pemimpin tertinggi Gereja Katolik Sedunia Paus Fransiskus kembali mengecam serangan militer Israel di jalur… Read More

50 mins ago

IHSG Dibuka Menguat Hampir 1 Persen, Balik Lagi ke Level 7.000

Jakarta - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berbalik dibukan naik 0,98 persen ke level 7.052,02… Read More

3 hours ago

Memasuki Pekan Natal, Rupiah Berpotensi Menguat Meski Tertekan Kebijakan Kenaikan PPN

Jakarta – Pengamat Pasar Uang, Ariston Tjendra, mengungkapkan bahwa kebijakan pemerintah terkait kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN)… Read More

3 hours ago

Harga Emas Antam Stagnan, Segini per Gramnya

Jakarta -  Harga emas Antam atau bersertifikat PT Aneka Tambang hari ini, Senin, 23 Desember… Read More

3 hours ago

Transaksi QRIS Kena PPN 12 Persen, Begini Penjelasan DJP

Jakarta – Direktorat Jenderal Pajak (DJP) buka suara terkait dengan transaksi Quick Response Code Indonesia Standard (QRIS)… Read More

3 hours ago