Jakarta–Upaya Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) untuk menggenjot ekspor ditempuh dengan mengambil “jalur bahaya”. Untuk misi itu, LPEI berani masuk ke pasar nontradisional. Seperti apa? Berikut wawancara Novita Adi Wibawanti dari Infobank dengan Ngalim Sawega, Ketua Dewan Direktur dan Direktur Eksekutif LPEI, bulan lalu. Petikannya:
Tahun 2015 sebentar lagi berakhir. Bagaimana LPEI memanfaatkan sisa waktu ini untuk mendorong kinerja, termasuk misi mendorong ekspor?
Dari sisi target-target kami, sebenarnya kami sudah ter-archive bisa masuk seluruhnya. Dalam membuat planning dan memberikan pembiayaan, kami genjot terus. Terkait dengan penugasan khusus, yang namanya National Interest Account (NIA), pemerintah memberikan penugasan untuk proyek yang secara komersial sulit. Namun, proyek ini oleh pemerintah dipandang perlu, makanya dari sisi biaya juga dari pemerintah.
Contohnya, soal ekspor gerbong kereta api. Ini menjadi hal baru karena selama ini kita tidak pernah melakukan itu. Negara tujuan ekspornya juga baru. ‘Kan tidak mungkin ekspor gerbong kereta api ke negara maju seperti Jepang. Pasti kita cari di bawahnya. Nah, kita masuk ke sana, non traditional market.
Apakah tidak berisiko?
Mungkin risikonya tinggi, tapi pemerintah memandang ini punya potensi. Kalau saat ini kami memberikan pembiayaan dalam rangka NIA, katakanlah kemudian bisa ekspor ke Bangladesh, mungkin berikutnya bisa ke Myanmar atau negara lain. Ada opportunity untuk kita menjadi eksportir kereta api.
Selain itu, apa yang dilakukan saat ini merupakan emergency policy respons. Ekonomi turun, ekspor turun, kasus PHK di mana-mana. Dalam kondisi seperti saat ini, PHK bisa berpengaruh ke stabilitas sosial, penurunan daya beli. Kalau daya beli turun, pengusaha otomatis terganggu. Jadi, ini sebetulnya menjadi mata rantai yang harus kita benerin.
Artinya, ini berbeda dengan pembiayaan komersial?
Yang membedakan esensinya ialah kalau komersial ya betul-betul kita lihat komersialnya. Visibel atau tidak. Secara prudential lebih ketat. Di sini, saya memandang bukanlah investasi pemerintah, melainkan ini me-rescue suatu keadaan emergency. Yang namanya me-rescue itu artinya adalah ‘cost’. Kalau kita diam saja, ini bisa lebih jatuh lagi. Kalau jatuh lagi, biayanya akan jauh lebih besar lagi.
Tugas LPEI termasuk menghindari PHK di bidang ekspor?
Ya. Kami sudah melakukan maping. Kami melihat seperti apa dan di sektor mana. NIA ini sendiri anggotanya pejabat di berbagai kementerian. Mereka inilah yag kemudian juga merekomendasikan produk ekspor seperti apa, sektor-sektor seperti apa yang kira-kira sekarang terdampak dan harus di-approach.
Ada standar perusahaan yang dibiayai?
Ada. Jadi, begini, kita harus punya keyakinan bahwa kita kasih pembiayaan, dia tidak mem-PHK, kemudian perusahaannya kembali normal. Tapi, kalau menurut hitung-hitungan perusahaan tersebut ketika kita biayai tetap akan jatuh, ya kita tidak ke situ.
Sektor apa yang selama ini besar untuk portofolio pembiayaan LPEI?
Kita yang besar itu produk tekstil, kemudian CPO, manufaktur, dan lainnya.
Jakarta - Direktur Utama PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk, Irfan Setiaputra menanggapi rumor mengenai pergantian… Read More
Jakarta – Rupiah diprediksi masih akan mengalami pelemahan terhadap dolar Amerika Serikat (AS), akibat peningkatan data inflasi… Read More
Jakarta - Pada pembukaan perdagangan pagi ini pukul 9.00 WIB (14/11), Indeks Harga Saham Gabungan… Read More
Jakarta - Harga emas Antam atau bersertifikat PT Aneka Tambang hari ini, Kamis, 14 November… Read More
Jakarta – Pilarmas Investindo Sekuritas melihat Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) secara teknikal hari ini… Read More
Jakarta - Presiden Direktur Zurich Syariah, Hilman Simanjuntak, menyambut baik kebijakan pemutihan utang bagi petani… Read More