Ekonomi dan Bisnis

Minyak Goreng Meroket, Pemerintah Diminta Segera Gelar Operasi Pasar

Jakarta – Harga minyak goreng mengalami kenaikan yang cukup tajam sejak akhir oktober hingga hari ini. Dari harga curah per liter Rp12-15 ribu, di beberapa wilayah sudah mendekati Rp20 ribu. Minyak goreng kemasan per dua liter kini harganya Rp35-38 ribu dari sebelumnya Rp28-30 ribu. Kondisi ini sangat memberatkan masyarakat menengah bawah dan juga usaha kecil yang terkait makanan.

Menyikapi hal ini, Dewan Pimpinan Pusat Partai Solidaritas Indonesia (DPP PSI) meminta agar segera ada langkah serius menangani kenaikan harga minyak goreng di dalam negeri. “Kami rasa sudah sangat mendesak bagi Kementerian Perdagangan dan Pemerintah Daerah untuk melakukan operasi pasar minyak goreng untuk meringankan beban hidup masyarakat dan usaha kecil,” ujar Juru Bicara DPP PSI, Kokok Dirgantoro, Rabu 24 November 2021.

Minyak goreng adalah satu dari Sembilan bahan pokok (Sembako). Keberadaannya sangat penting untuk penyediaan pangan masyarakat. Sebagai bagian dari sembako, perlu ada mekanisme kebijakan agar harganya stabil di masyarakat dan tidak menjadi bagian pemicu inflasi. Pada oktober lalu, Indeks Harga Konsumen (IHK) mengalami inflasi 0.12 persen, salah satu penyebabnya adalah kenaikan harga minyak goreng yang memberikan dampak 0,05 persen.

“Dalam kondisi ekonomi yang cukup menantang dan terimbas pandemi, pemerintah harus memikirkan perekonomian masyarakat bawah. Pedagang gorengan, pemilik warteg, pedagang ketoprak, pedagang nasi goreng, dan lain-lain semua terdampak. Demikian juga masyarakat menengah bawah. Mereka mengalami dampak langsung dari tingginya harga minyak goreng yang kemudian dampak ikutannya adalah berkurangnya margin pendapatan dan meningkatnya pengeluaran keluarga,” jelas Kokok.

Dia menambahkan pemerintah melakukan berbagai pengetatan pembatasan mobilitas untuk menangani pandemi. Mobilitas masyarakat berbanding lurus dengan pendapatan. Semakin dibatasi, semakin pendapatan stagnan atau turun. “Dalam penanganan pandemi, terkait pembatasan mobilitas, perlu dipikirkan kebijakan-kebijakan untuk meringankan beban masyarakat seperti operasi pasar. Jangan saat pendapatan belum stabil, lalu ada pembiaran kenaikan harga sembako,” tuturnya.

Kokok mengatakan Indonesia memiliki 14,6 juta hektar lahan sawit dan mampu menghasilkan 50 juta ton CPO bahkan lebih setiap tahun. Indonesia adalah penghasil CPO terbanyak di dunia dan pemilik lahan sawit terluas di dunia. Ekspor turunan dari Kelapa Sawit juga memberikan devisa terbesar untuk Indonesia. “Jangan gunakan kenaikan harga minyak goreng dunia sebagai satu-satunya alasan  kenaikan harga minyak domestik. RI memiliki lahan dan produksi terbanyak di dunia. Jangan sampai masyarakat Indonesia jadi seperti ayam yang mati di lumbung padi,” pungkasnya. (*)

Rezkiana Nisaputra

Recent Posts

Per September 2024, Home Credit Membantu Distribusi Produk Asuransi ke 13 Juta Nasabah

Jakarta - Perusahaan pembiayaan PT Home Credit Indonesia (Home Credit) terus berupaya meningkatkan inklusi keuangan… Read More

5 hours ago

Berkat Hilirisasi Nikel, Ekonomi Desa Sekitar Pulau Obin Tumbuh 2 Kali Lipat

Jakarta - Hilirisasi nikel di Pulau Obi, Maluku Utara membuat ekonomi desa sekitar tumbuh dua… Read More

6 hours ago

Menkop Budi Arie Dukung Inkud Pererat Kerja Sama dengan Cina-Malaysia di Pertanian

Jakarta - Menteri Koperasi (Menkop) Budi Arie Setiadi mendukung langkah Induk Koperasi Unit Desa (Inkud)… Read More

6 hours ago

Ajak Nasabah Sehat Sambil Cuan, BCA Gelar Runvestasi

Jakarta - PT Bank Central Asia Tbk (BCA) untuk pertama kalinya menggelar kompetisi Runvestasi pada… Read More

7 hours ago

IHSG Ambles hingga Tembus Level 7.200, Ini Tanggapan BEI

Jakarta - PT Bursa Efek Indonesia (BEI) memberi tanggapan terkait penutupan Indeks Harga Saham Gabungan… Read More

7 hours ago

BEI Gelar CMSE 2024, Perluas Edukasi Pasar Modal ke Masyarakat

Jakarta - PT Bursa Efek Indonesia (BEI) bersama Self-Regulatory Organization (SRO), dengan dukungan dari Otoritas… Read More

7 hours ago