Menyoal Tantangan di Sektor Properti

Jakarta–Ekspansi kredit properti yang disalurkan perbankan tertahan sejak 2014. Salah satunya dikarenakan ketatnya peraturan pemberian kredit properti. Sementara, persoalan lain yang dihadapi industri properti saat ini ialah penurunan daya beli masyarakat yang membuat permintaan terhadap kredit properti mengalami pelambatan.

Bisnis properti yang sedang kurang bergairah tersebut menjadi perhatian banyak pihak, termasuk kalangan perbankan. Pasalnya, properti merupakan salah satu sektor yang memiliki kemampuan untuk menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi. Di dalam sektor properti setidaknya ada 135 sektor turunan yang memengaruhi ekonomi masyarakat.

Melihat kondisi tersebut, Ketua Umum Perhimpunan Bank-Bank Nasional (Perbanas), Sigit Pramono mengatakan, para pemangku kepentingan terkait, harus dapat mencari jalan keluar dari beberapa permasalahan yang dihadapi oleh industri properti selama ini. Sehingga industri properti dapat tumbuh lebih baik lagi di masa depan.

“Beberapa permasalahan, antara lain adalah bunga kredit properti yang tinggi. Ini ada empat komponen penyebabnya yakni biaya dana, biaya operasional bank, margin keuntungan, dan premi risiko,” ujar Sigit dalam seminar Properti and Morgage Summit 2016 yang diselenggarakan Infobank Institute bekerjasama dengan Perbanas, di Jakarta, Kamis, 18 Februari 2016.

Sementara itu di tempat yang sama, Menteri Keuangan, Bambang Brodjonegoro menambahkan, mengenai isu bunga, perbankan hanya mampu mengendalikan biaya operasional. Karena itu, peluang adanya bunga tinggi tidak sepenuhnya menjadi tanggung jawab perbankan.

“Pemerintah menggagas supaya pemilik dana tidak berorientasi bunga tinggi. Ini kita mulai dari pemerintah dulu, pusat dan daerah. Tujuannya supaya bank tidak bersaing tingkat bunga. Ini menurut saya pendidikan yang bagus buat bangsa Indonesia,” tukas Bambang.

Pemimpin Redaksi Infobank, Eko B. Supriyanto mengungkapkan, di sisi lain, masyarakat yang menjadi konsumen, tidak sedikit yang dibuat tidak nyaman oleh perilaku sebagian pengembang yang nakal. Hal ini menjadi perhatian banyak pihak. Kemudian, dari sisi pengembang properti, mereka juga harus menghadapi peraturan yang memperberat langkah bisnisnya.

“Ini juga bagaimana supaya kita bisa memberi masukan bagi pembuat kebijakan di sektor properti. Tujuan besarnya juga, bagaimana mendorong industri properti tumbuh dengan good corporate governance (GCG) baik,” tutupnya. (*) Rezkiana Nisaputra

Paulus Yoga

Recent Posts

BEI Optimistis Pasar Modal RI Tetap Tumbuh Positif di 2025

Jakarta - PT Bursa Efek Indonesia (BEI) menyebut kinerja pasar modal Indonesia masih akan mengalami… Read More

24 mins ago

Jadwal Operasional BCA Selama Libur Nataru, Cek di Sini!

Jakarta - PT Bank Central Asia Tbk (BCA) menyesuaikan jadwal operasional kantor cabang sepanjang periode… Read More

1 hour ago

IHSG Tinggalkan Level 7.000, BEI Beberkan Biang Keroknya

Jakarta - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada hari ini (19/12) kembali ditutup merah ke… Read More

2 hours ago

Ekonomi AS dan China Turun, Indonesia Kena Imbasnya?

Jakarta - Senior Ekonom INDEF Tauhid Ahmad menilai, perlambatan ekonomi dua negara adidaya, yakni Amerika… Read More

2 hours ago

KB Bank Beri Suntikan Pembiayaan untuk Vendor Tripatra

Jakarta – KB Bank menjalin kemitraan dengan PT Tripatra Engineers and Constructors (Tripatra) melalui program… Read More

3 hours ago

IHSG Hari Ini Ditutup Anjlok 1,84 Persen, Tembus Level 6.977

Jakarta – Indeks harga saham gabungan (IHSG) pada hari ini, Kamis, 19 Desember 2024, kembali… Read More

5 hours ago