Dampak dari paket kebijakan ekonomi yang dikeluarkan oleh Pemerintah Jokowi tidak bisa dirasakan dalam waktu dekat, padahal yang dibutuhkan investor adalah kebijakan yang bersifat jangka pendek. Rezkiana Nisaputra
Manado–Pemerintah Joko Widodo (Jokowi) telah mengeluarkan tiga paket kebijakan ekonomi tahap pertama pada 9 September 2015 atau yang diberi nama paket kebijakan ekonomi September 1.
Paket kebijakan tersebut dirilis untuk menggenjot ekonomi Indonesia yang saat ini tengah mengalami pelambatan. Kendati paket kebijakan sudah dikeluarkan, namun kinerja Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan nilai tukar Rupiah belum berada di level yang cukup aman.
Terbitnya paket kebijakan ekonomi di era Pemerintahan Jokowi ini, telah menimbulkan banyak tanggapan yang beragam, mulai dari yang menganggap paket kebijakan ini untuk jangka panjang, bahkan ada juga yang menilai bahwa paket kebijakan ekonomi tersebut dianggap kurang tepat. Namun intinya, Presiden Jokowi mengeluarkan paket kebijakan ini dengan harapan perekonomian Indonesia bisa keluar dari gejolak yang saat ini terjadi dan mendorong perekonomian nasional untuk lebih baik lagi.
Tony Prasetyantono, Kepala Pusat Studi Ekonomi dan Kebijakan Publik UGM pun beranggapan, dampak positif paket kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah tidak ada yang instan. Dia menilai, paket kebijakan ekonomi yang dikeluarkan Presiden Jokowi tersebut memerlukan waktu dan sosialisasi baik kepada pelaku industri, maupun masyarakat. Jika hal tersebut sudah dilakukan, maka dampaknya baru akan terasa dalam ke depannya. Perekonomian yang sehat tentunya diharapkan bagi setiap negara pun tak terkecuali Indonesia.
“Paket kebijakan itu, intinyakan pasar sudah tahu, tidak ada yang langsung ujuk-ujuk menghasilkan devisa, karena tidak ada kebijakan yang langsung instan dampaknya. Jadi memang perlu waktu, perlu sosialisasi. Kemudahan investasi asing untuk masuk itu perlu waktu, kalau sudah jadi baru bisa dinikmati itu dan menuju ke arah yang lebih baik. Memang perlu waktu untuk penyesuaian kebijakan itu,” ujar Tony di Manado, Senin, 14 September 2015.
Dirinya menegaskan, kondisi perekonomian Indonesia yang saat ini tengah bergejolak, belum bisa dikatakan krisis seperti yang dialami pada 1998 silam, meski pemerintah sudah mengantisipasinya lewat paket kebijakan ekonomi. Menurutnya, kondisi ekonomi sekarang dengan 1998 sangat berbeda. Saat ini, gejolak perekonomian nasional lebih disebabkan oleh dampak dari eksternal seperti Dolar AS yang menguat terhadap seluruh mata uang di dunia, dan perekonomian China yang masih melambat.
“Sekarang ini belum krisis, yang terjadi adalah perlambatan ekonomi, yang dahulu bisa tumbuh diatas 5% sekarang di level 4%. Selama pertumbuhan ekonomi China masih melambat kita juga kena dampaknya. Karena pertumbuhan ekonomi China diprediksi masih melambat, kalau dia sakit pasti kita kena sakit. Sehingga kita harus tetap waspada,” ucapnya.
Dia berkeyakinan, paket kebijakan ekonomi yang telah diumumkan oleh Jokowi pada 9 September 2015 lalu, akan segera terasa dampaknya. Namun demikian, soal kecepatan dampaknya ke ekonomi nasional akan sangat tergantung pada respons masyarakat dan dunia usaha. Jika, paket kebijakan ekonomi tersebut cepat di respon oleh masyarakat dan dunia usaha, maka sangat mungkin perekonomian nasional akan terdorong kembali ke level yang lebih baik lagi.
Tak hanya ekonom yang berkomentar, bankir pun ikut beranggapan bahwa pelaku pasar keuangan butuh waktu yang panjang untuk dapat merespons paket kebijakan ekonomi yang telah dikeluarkan oleh Pemerintah. Kartika Wirjoatmodjo, Direktur Finance dan Strategy PT Bank Mandiri Tbk menilai, dampak dari paket kebijakan ekonomi tersebut tidak bisa dirasakan dalam waktu dekat. Mungkin, kata dia, dampak paket kebijakan itu, paling cepat baru akan terasa paling tidak tiga bulan kedepan.
“Pemerintah sekarang lebih realistis, berbeda dengan di awal pemerintahan yang saya bilang over optimis bahwa ekonomi baik-baik saja. Jadi masyarakat harus sabar, jangan pesimis terus. Stimulus pemerintah kan juga nggak cepat, jadi butuh waktu, paling cepat tiga bulan,” paparnya.
Sementara dari kacamata para analis pun menilai, bahwa paket kebijakan yang dikeluarkan pemerintah bersifat jangka panjang sehingga dampaknya belum terasa dalam jangka pendek. David Setyanto, Analis PT First Asia Capital mengungkapkan, paket kebijakan ekonomi yang telah dikeluarkan oleh pemerintah sangat bagus untuk mendorong perekonomian Indonesia. Akan tetapi, kebijakan tersebut baru hanya sebatas ucapan saja dan belum ada implementasinya. Padahal, yang dibutuhkan investor adalah kebijakan yang bersifat jangka pendek.
“Paket kebijakan pemerintah secara normatif bagus tapi secara particularly kurang, jadi masih sifatnya normatif, untuk jangka panjang, sementara jangka pendek tidak terlalu berpengaruh. Sekarang ini pasar menunggu implementasinya, semakin cepat tindakannya, semakin cepat dampak positifnya,” kata dia.
Hal yang sama ternyata juga disampaikan oleh Reza Priyambada, Analis dari PT NH Korindo Securities Indonesia. Menurut Reza, paket kebijakan pemerintah baru akan terlihat efek positifnya ke pasar saham jika telah direalisasikan dengan tindakan nyata. Jika tidak, maka paket kebijakan itu akan sia-sia. “Pelaku pasar sudah bosan diberi harapan palsu. Makanya sekarang pasar menunggu implementasi kebijakan tersebut, dan butuh waktu untuk bisa menilai itu hal positif,” tutupnya. (*)
Jakarta – Badan Gizi Nasional (BGN) menggandeng holding BUMN pangan ID FOOD dalam pelaksanaan program… Read More
Jakarta – STAR Asset Management (STAR AM) mengajak investor memanfaatkan peluang saat ini untuk berinvestasi… Read More
Jakarta - PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk atau BNI mencatatkan kontribusi terhadap penerimaan negara… Read More
Jakarta - PT Astra Digital Arta (AstraPay) merespons kebijakan anyar Bank Indonesia (BI) terkait biaya Merchant Discount… Read More
Jakarta - Aplikasi pembayaran digital dari grup Astra, PT Astra Digital Arta (AstraPay) membidik penambahan total pengguna… Read More
Labuan Bajo – PT Askrindo sebagai anggota holding BUMN Asuransi, Penjaminan dan Investasi Indonesia Financial… Read More