tax amnesty_pajak
Jakarta – Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto memastikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) akan naik menjadi 12 persen di tahun 2025.
Airlangga menjelaskan, kenaikan tarif PPN dari 11 persen ke 12 persen tersebut sudah sesuai dalam Undang-Undang tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).
Sebagai informasi, dalam UU HPP Pasal 7 ayat 1 menyebutkan bahwa kenaikan tarif PPN naik 10 persen menjadi 11 persen berlaku mulai 1 April 2022. Kemudian, pemerintah akan kembali menaikkan tarif sebesar 12 persen paling lambat 1 Januari 2025.
Baca juga : Pemerintah Simulasikan Potensi Kenaikan PPN 12 Persen, Segini Perkiraan Penerimaan bagi Negara
“Kan UU sudah jelas (kenaikan PPN 12 persen),” ujar Airlangga di Kantor Kemenko Perekonomian, Kamis 8 Agustus 2024.
Meski demikian, kata Airlangga, bisa saja kenaikan tarif PPN tersebut ditunda bila pemerintah menerbitkan aturan lainnya. Namun, sejauh ini dia menyatakan bahwa aturan itu tidak ada.
“Kecuali ada hal yang terkait UU, kan tidak ada. Jadi kita monitor aja catatan nota keuangan nanti,” ujarnya.
Sebelumnya, Sekretaris Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso mengatakan, pemerintah tengah mensimulasikan potensi penerimaan pajak negara atas rencana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen di tahun depan.
“Sedang dihitung (potensi kenaikan PPN). Sudah kita simulasikan. Kira-kira potensinya berapa, kemudian dampaknya ke sektor usaha juga, karena kan harus berlaku di Januari 2025,” kata Susi di Kantornya, Selasa 6 Agustus 2024.
Baca juga : DPD Soroti Kenaikan PPN Jadi 12 Persen, Begini Jawaban Sri Mulyani
Susi mengatakan, berdasarkan hitungan pemerintah kenaikan PPN 12 persen akan menambah penerimaan negara sebesar Rp70 triliun.
“Kalau naik dari 11 persen ke 12 persen itu kan naik 1 persen. 1/11 itu kan katakan 10 persen. Total realisasi PPN kita Rp 730-an triliun, berarti kan tambahannya sekitar Rp70-an triliun,” jelasnya.
Meski demikian, Direktur Eksekutif CELIOS Bhima Yudhistira meminta pemerintah untuk menunda kenaikan tarif PPN 12 persen tersebut. Bahkan, PPN saat ini yang 11 persen diturunkan ke level 8-9 persen menstimulus konsumsi domestik.
Pasalnya, saat ini kondisi kelas menengah sedang tertekan, sementara kelas atas cenderung menahan untuk melakukan konsumsi secara berlebih.
“Kalaupun mereka kemudian mengeluarkan uang, kelas atas ini cenderung untuk membuat investasi, jadi menggeser dari tabungan ke produk-produk investasi. Jadi tunda dulu kenaikan tarif PPN menjadi 12 persen, kalau bisa turunkan tarif PPN di range 8-9 persen untuk menstimulus konsumsi domestik,” ungkap Bhima dalam Media Briefing. (*)
Editor : Galih Pratama
Poin Penting Hashim Djojohadikusumo meraih penghargaan “Inspirational Figure in Environmental and Social Sustainability” berkat perannya… Read More
Poin Penting Mirae Asset merekomendasikan BBCA dan BMRI untuk 2026 karena kualitas aset, EPS yang… Read More
Poin Penting Indonesia menegaskan komitmen memimpin upaya global melawan perubahan iklim, seiring semakin destruktifnya dampak… Read More
Poin Penting OJK menerbitkan POJK 29/2025 untuk menyederhanakan perizinan pergadaian kabupaten/kota, meningkatkan kemudahan berusaha, dan… Read More
Poin Penting Sebanyak 40 perusahaan dan 10 tokoh menerima penghargaan Investing on Climate 2025 atas… Read More
Poin Penting IHSG ditutup melemah 0,09% ke level 8.632 pada 5 Desember 2025, meski beberapa… Read More