News Update

Menkeu Tekankan Pentingnya Resolusi Bank Gagal Saat Pandemi

Jakarta – Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menekankan pentingnya kebijakan pencegahan dan penanganan krisis keuangan, terutama dalam penanganan atau resolusi bank oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) ditengah pandemi covid-19.

Hal tersebut disampaikan Sri Mulyani dalam diskusi virtual LPS dan IDIC dengan tema Maintaining Financial System Resilience to the COVID-19 Black Swan: Deposit Insurance Strategic Responses & Policy. Menurutnya, Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 33 Tahun 2020 yang memberi kewenangan tambahan pada LPS untuk penempatan dana di bank yang sakit dan terancam gagal.

“Semua negara membutuhkan mekanisme untuk menjaga stabilitas. Disaat yang sama kita juga mempersiapkan untuk setiap situasi yang mendakak dan mengaharuskan kita untuk menghadapi isu penanganan bank gagal atau resolusi bank,” kata Sri Mulyani melalui video conference di Jakarta, Rabu 16 September 2020.

Lebih lanjut ia mengungkapkan, bahwa Indonesia mempunyai pengalaman yang sangat berharga dalam resolusi bank gagal ketika melewati krisis ekonomi tahun 1998 serta 2008. Oleh karena itu, Pemerintah tidak ingin mengulangi kesalahan yang sama ditengah krisis ekonomi tahun ini.

“Indonesia berpengalaman di krisis 1998 dan 2008 kita harus menyadari bahwa sitausi 2020 berbeda dan ini kenapa beberpa kebijakan kita harus dilanjutkan untuk mengadopsi resolusi bank ini terhadap LPS,” tambah Sri Mulyani.

Sebelumnya, LPS sendiri memiliki 4 opsi metode resolusi bank non-sistemik. Metode tersebut adalah pengalihan sebagian atau seluruh aset pada bank penerima (Purchase and Assumption), pengalihan sebagian atau seluruh aset pada bank perantara (Bridge Bank), melakukan penyertaan modal sementara (Bail-out), dan likuidasi. 

Sementara itu dalam aturan yang baru di PLPS Nomor 3 Tahun 2020 sebagai aturan turunan dari PP Nomor 33 Tahun 2020 LPS kini bisa melaukan penempatan dana bagi bank yang sakit. Dimana ini dilakukan untuk mengantisipasi gangguan yang lebih parah dalam suatu bank yang dapat mengganggu likuiditas dan sistem keuangan yang lebih luas. (*)

Editor: Rezkiana Np

Suheriadi

Recent Posts

BNI Sumbang Rp77 Triliun ke Penerimaan Negara dalam 5 Tahun

Jakarta - PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk atau BNI mencatatkan kontribusi terhadap penerimaan negara… Read More

6 hours ago

BI Gratiskan Biaya MDR QRIS untuk Transaksi hingga Rp500 Ribu, Ini Respons AstraPay

Jakarta - PT Astra Digital Arta (AstraPay) merespons kebijakan anyar Bank Indonesia (BI) terkait biaya Merchant Discount… Read More

6 hours ago

AstraPay Bidik 16,5 Juta Pengguna di 2025, Begini Strateginya

Jakarta - Aplikasi pembayaran digital dari grup Astra, PT Astra Digital Arta (AstraPay) membidik penambahan total pengguna… Read More

7 hours ago

Askrindo Dukung Gerakan Anak Sehat Indonesia di Labuan Bajo

Labuan Bajo – PT Askrindo sebagai anggota holding BUMN Asuransi, Penjaminan dan Investasi Indonesia Financial… Read More

7 hours ago

Presiden Prabowo Dianugerahi Tanda Kehormatan Tertinggi El Sol del Perú, Ini Maknanya

Jakarta - Presiden Prabowo Subianto memperoleh tanda kehormatan tertinggi, yakni “Grand Cross of the Order… Read More

8 hours ago

RUPS PLN Rombak Pengurus, Berikut Direksi dan Komisaris Terbarunya

Jakarta – PT PLN (Persero) telah melakukan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), pada Kamis (14/11).… Read More

9 hours ago