Moneter dan Fiskal

Menkeu Tegaskan Kondisi RI Beda Dengan Turki

Jakarta – Kendati saat ini nilai tukar rupiah sudah menembus ke level Rp14.600 an per dolar Amerika Serikat (AS), namun menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, kondisi ekonomi Indonesia sejauh ini masih cukup kuat, dan jauh lebih aman bila dibandingkan dengan kondisi di Turki yang saat ini mata uangnya tengah terjun bebas.

Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu membantah, bahwa pelemahan nilai tukar rupiah yang tengah terjadi saat ini akan membawa kondisi perekonomian Indonesia bernasib seperti Turki. Menurutnya, ada perbedaan yang cukup signifikan dari struktur ekonomi Indonesia dengan Turki. Pasalnya, kondisi pelemahan rupiah saat ini masih bisa terbendung.

“Ada perbedaan yang sangat nyata, inflasi kita 3,5 persen kalau di Turki sudah di atas 15 persen. Growth kita 15 persen tapi tidak berhubungan dengan CAD (defisit transaksi berjalan) yang tinggi seperti di Turki. Utang dari sisi forex yang dilakukan perbankan, swasta, juga relatif terkontrol,” ujarnya di Jakarta, Selasa, 14 Agustus 2018.

Meskipun depresiasi nilai tukar rupiah sudah hampir menembus 8 persen, namun kata dia, sejauh ini pemerintah masih merasa kondisi perekonomian secara keseluruhan masih bisa bertahan, dan tidak terlalu berpengaruh dari kondisi pelemahan rupiah tersebut. Apalagi, pemerintah dan Bank Indonesia juga terus melakukan koordinasi.

“Kita tidak dalam situasi eksposurnya terhadap forex exchange itu sangat besar, karena waktu itu sudah dilakukan langkah-langkah seperti tahun 2015 waktu terjadi tapper tantrum,” ucapnya.

Lebih lanjut dirinya optimis, bahwa bank sentral akan tetap menjaga stabilitas nilai tukar rupiah. Sementara di sisi lain, pemerintah akan ikut serta membantu agar ekonomi Indonesia tidak terlalu rentan akan gejolak eksternal. “Sehingga tidak muncul vulnerability atau kerawanan,” paparnya.

Mata uang Lira Turki menyentuh level terendahnya sepanjang sejarah di posisi 7,24 Lira per dolar Amerika Serikat pada perdagangan Asia Pasifik. Lira telah kehilangan lebih dari 45 persen nilainya di sepanjang tahun ini. Depresiasi dalam yang dialami Lira sebagian besar diakibatkan oleh pengaruh Erdogan di perekonomian Turki.

Erdogan mendesak agar suku bunga perbankan terus turun ketika inflasi justru meroket, dan memburuknya hubungan Ankara dengan Washington. Pekan lalu, Lira sempat rontok hingga 18 persen yang merupakan depresiasi terdalamnya sejak 2001. Hal itu terjadi setelah Presiden AS Donald Trump mengatakan ia telah melipat gandakan bea masuk baja dan aluminium Turki. (*)

Rezkiana Nisaputra

Recent Posts

Breaking News! Pertumbuhan Ekonomi RI Melambat ke 4,95 Persen di Kuartal III 2024

Jakarta – Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia di kuartal III 2024 tumbuh… Read More

1 hour ago

Akan Merapat ke KUB Bank Jatim, Begini Kinerja Bank NTT di Triwulan III 2024

Jakarta - Bank Pembangunan Daerah Nusa Tenggara Timur (Bank NTT) menyatakan ingin tetap menjadi bank… Read More

1 hour ago

Diangkatnya 2 Kader Gerindra di Pertamina Dinilai Berpotensi Memicu Konflik Kepentingan

Jakarta – Pengangkatan Simon Aloysius Mantiri dan Mochamad Iriawan, yang lebih dikenal sebagai Iwan Bule,… Read More

2 hours ago

Kabar Gembira! Adaro Mau Kasih Tambahan Dividen Tunai, Segini Bocorannya

Jakarta - Ada kabar gembira bagi para pemegang saham PT Adaro Energy Indonesia Tbk (ADRO).… Read More

2 hours ago

Satgas PASTI Blokir 498 Entitas Ilegal hingga September 2024

Jakarta - Satuan Tugas Pemberantasan Aktivitas Keuangan Ilegal atau Satgas PASTI pada periode Agustus hingga… Read More

2 hours ago

Bank Mandiri Raih Gelar The Strongest Bank in Indonesia 2024

Jakarta - Bank Mandiri konsisten mendukung pertumbuhan ekonomi kerakyatan dengan mengandalkan transformasi digital. Melalui wholesale… Read More

2 hours ago