Jakarta – Pemerintah terus berupaya dalam mempertahankan kualitas dan memanfaatkan laporan keuangan pemerintah yang baik dan terjaga. Dengan laporan keuangan yang baik, maka akan mendorong kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah.
“Kalau neraca dan laporan keuangan baik maka rakyat percaya. Kalau laporan keuangan buruk maka masyarakat akan resah,” ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, seperti dikutip dari laman Kemenkeu, di Jakarta, Rabu, 25 Oktober 2017.
Untuk bisa menjaga laporan keuangan pemerintah yang baik, kata dia, maka peran lembaga seperti Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) sangat penting dan dibutuhkan. Namun demikian, selama laporan tersebut benar maka tidak perlu khawatir.
Lebih lanjut dia mengatakan, Presiden Jokowi pernah berpesan bahwa sebagai pembuat kebijakan, pemerintah tidak perlu takut diawasi oleh lembaga seperti APIP dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) selama masih berjalan di koridor yang benar.
“Policy maker fokus pada tujuan dan selalu inovatif. Jangan takut selalu diawasi. Sepanjang kita tidak melakukan korupsi, maka inovasi harus jalan. Menjaga kualitas laporan keuangan dan meningkatkan peran APIP itu seperti BPK sebagai supreme audit yang diberikan mandat UUD,” ucapnya.
Di sisi lain, Menkeu juga mengingatkan, meskipun sudah meraih opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari BPK, namun perlu diperhatikan catatan BPK mengenai penguatan aparat pengawas internal yang belum optimal.
“Menurut BPK, laporan keuangan kita sudah WTP tetapi ada catatan termasuk memperkuat aparat pengawas internal. Kemenkeu sebagai bendaharawan negara yang mengkoordinasi Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP), saya ingatkan bahwa tidak hanya LKPP tidak sekedar WTP,” paparnya.
Menkeu meminta antara APIP dan Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPB) dapat berbagi perspektif untuk menghasilkan output yang berkualitas. “Mari kita sama-sama belajar bagaimana perspektif auditor. Sebagai APIP dan Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPB) agar sharing mengenai proses dan kualitas output,” tambahnya.
Menkeu juga menginginkan laporan keuangan dapat menjelaskan ke media tentang bagaimana pemerintah mengelola sumber daya sehingga tidak dipolitisasi soal utang.
“Di media yang selalu dikemukakan hanya status WTP padahal LKPP berisi informasi yang sangat kaya bagaimana kita mengelola sumber daya kita. Di LKPP juga harus ada analisis bagaimana mengelola cash flow, apakah bisa memenuhi dana operasional, bagaimana mengelola aset. Dan ini belum dimanfaatkan. Akhirnya banyak yang mempolitisasi tentang utang,” jelasnya.
Menkeu juga mengingatkan agar dalam mengelola Indonesia yang besar, ada kemungkinan untuk keluar dari rel yang benar. Oleh karena itu, dibutuhkan fungsi pengawasan.
“Diri sendiri perlu diingatkan, apalagi pemerintah dengan geografis luas, dengan 75.000 desa. Ini tidak mungkin jalan sesuai koridor dengan cara yang mulia untuk selalu di rel yg benar maka ada laporan pertanggungjawaban dan ada yang mengawasi,” tutupnya. (*)
Jakarta – PT Trimegah Bangun Persada Tbk (NCKL) atau Harita Nickel pada hari ini (22/11)… Read More
Jakarta - Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada kuartal III 2024 mencatatkan surplus sebesar USD5,9 miliar, di… Read More
Head of Institutional Banking Group PT Bank DBS Indonesia Kunardy Lie memberikan sambutan saat acara… Read More
Pengunjung melintas didepan layar yang ada dalam ajang gelaran Garuda Indonesia Travel Festival (GATF) 2024… Read More
Jakarta - PT Eastspring Investments Indonesia atau Eastspring Indonesia sebagai manajer investasi penerbit reksa dana… Read More
Jakarta - Bank Indonesia (BI) mencatat perubahan tren transaksi pembayaran pada Oktober 2024. Penggunaan kartu ATM/Debit menyusut sebesar 11,4… Read More