News Update

Menkeu: Banyak Bendaharawan Tak Paham Aturan Pajak

Jakarta – Potensi penerimaan pajak yang berasal dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara maupun Daerah (APBN dan APBD) masih rendah. Salah satu indikasi sebagai titik lemah dalam pengumpulan pajak dari kegiatan APBN dan APBD adalah peranan bendaharawan.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengataan, masih terdapat bendaharawan yang belum paham akan aturan-aturan perpajakan, bahkan banyak bendaarawan tidak memahami transaksi keuangan dimana mereka memiliki kewajiban untuk melakukan pemotongan pajak.

“Peran bendahara di daerah menjadi sangat penting dan ini perlu terus untuk ditingkatkan kemampuan serta pemahaman akan aturan transaksi keuangan dan kedua mengenai kepatuhannya,” ujarnya seperti dikutip dari laman Kemenkeu, di Jakarta, Selasa, 12 September 2017.

Oleh sebab itu, untuk mendorong pemahaman bendaharawan terkait perpajakan, Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan sebagai Pembina Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) bekerja sama dengan Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dalam hal pemberian pelatihan melalui diklat.

Menurutnya, belanja dalam APBN dan APBD menciptakan potensi penerimaan negara karena menghasilkan pajak. Pajak yang dihasilkan antara lain Pajak Penghasilan (PPh) 21 untuk belanja pegawai, Pajak Pertambahan Nilai (PPN), serta PPh pasal 22 dan pasal 23 yang berhubungan dengan belanja barang dan belanja modal.

“Pajak yang berasal dari PPN, belanja barang dan modal itu belum cukup mampu untuk kita kumpulkan sesuai yang seharusnya, yaitu sesuai dengan jumlah transaksi yang terjadi. Dan di sini lah, saya meminta untuk kita semua melakukan evaluasi dalam cara bekerja kita,” ucapnya.

Lebih lanjut dia menjelaskan, bahwa penerimaan pajak dari APBN dan APBD sebetulnya dapat dihitung. Misalnya, dari belanja negara yang sekitar Rp2.133 triliun dalam APBN-P 2017, seharusnya bisa dihitung potensi penerimaan pajak penghasilan anggaran gaji pegawai yang dipotong PPh Pasal 21.

Kemudian, bisa juga mengukur potensi penerimaan pajak pertambahan nilai 10 persen yang didapat dari transkasi belanja yang menghasilkan pajak masukan dan pajak keluaran. Selain itu bisa juga mengukur potensi penerimaan PPh Pasal 21 dan Pasal 23 dari belanja barang dan belanja modal K/L. (*)

Rezkiana Nisaputra

Recent Posts

Modal Ventura Optimistis Kenaikan PPN Tak Guncang Portofolio, Ini Alasannya

Jakarta – Sejumlah perusahaan modal ventura merespons rencana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 persen… Read More

4 hours ago

Bank QNB Indonesia Dorong Keterampilan Finansial Generasi Muda

Jakarta – PT Bank QNB Indonesia Tbk ("Bank"), anak usaha QNB Group, institusi finansial terbesar… Read More

4 hours ago

RUPSLB Adaro Bagikan Dividen Rp41,7 Triliun dan Ganti Nama jadi AlamTri Resources

Jakarta - PT Adaro Energy Indonesia Tbk (ADRO) pada hari ini (18/11) telah melangsungkan Rapat… Read More

5 hours ago

Gandeng Smartfren, IIF Salurkan Kredit Sindikasi Senilai Rp500 Miliar

Dukung Akses Telekomunikasi danInformasi, IIF Salurkan Kredit SindikasiRp500 miliar. PT Indonesia Infrastructure Finance (IIF)bekerja sama… Read More

6 hours ago

Agung Podomoro Land Jual Hotel Pullman Ciawi Vimalla Hills untuk Bayar Utang

Jakarta - PT Agung Podomoro Land Tbk (APLN) resmi menjual salah satu kepemilikan aset propertinya, yakni… Read More

6 hours ago

Jadi Konstituen Indeks MSCI ESG Indonesia, Skor ESG BBNI Masuk 5 Terbaik

Jakarta - Saham PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (kode saham: BBNI) menempati posisi penting… Read More

7 hours ago