Ekonomi dan Bisnis

Menjaga Ketersediaan Listrik Nasional Pasca Pandemi

Jakarta – Salah satu dasar pembangunan pembangkit listrik dalam proyek nasional penyediaan energi listrik 35.000 MW adalah asumsi pertumbuhan ekonomi sekitar 6% ke atas. Pandemi kemudian menghempaskan pertumbuhan itu. Namun, diyakini sektor industri akan tumbuh kembali positif (rebound) segera pandemi usai. Ketersediaan energi listrik dinilai banyak kalangan, krusial untuk mengantisipasi peningkatan investasi dan laju ekonomi tersebut.

“Jika pandemi usai, industri tumbuh, aktivitas masyarakat pulih, konsumsi listrik pasti dengan cepat akan pulih dan bahkan naik,” ujar Direktur Eksekutif ReforMiner Komaidi Notonegoro, seperti dikutip Sabtu, 30 Januari 2021.

Untuk itu, ia menyarankan pemerintah untuk merampungkan pelaksanaan proyek 35.000 MW, demi menjaga ketersediaan listrik nantinya. Komaidi mengutarakan, adanya penurunan demand terhadap listrik, lebih disebabkan pandemi dan pembatasan yang berimbas terhadap banyak sektor ekonomi. Adanya kondisi dunia usaha yang membaik usai vaksinisasi di tahun ini, menuntut ketersediaan listrik cukup. Rencana pemerintah yang ingin menghentikan pembangunan PLTU dengan total daya 15,5 GW pada RUPTL 2021-2030, dinilainya harus dikoreksi secara moderat.

Kementerian Perindustrian mengamini ada tren perbaikan investasi dan proyeksi lonjakan pascapandemi. Staf Ahli Menteri Perindustrian Bidang Iklim Usaha dan Investasi Imam Haryono mengakui, sepanjang 2020 pertumbuhan sektor industri masih terkontraksi. Tetapi, dirinya menegaskan bahwa tren perbaikan tetap ada. Sepanjang tahun lalu, pertumbuhan diperkirakan terkontraksi sebesar -2,22%.

“Dari sisi persepsi pelaku industri, ada indikator penting yaitu PMI,” ucapnya.

PMI atau Purchasing Managers’ Index sendiri adalah indikator ekonomi yang dibuat dengan melakukan survey terhadap sejumlah Purchasing Manager di berbagai sektor bisnis. Makin tinggi angka PMI, makin menunjukkan ptimisme pelaku sektor bisnis tersebut terhadap prospek perekonomian ke depan.

Indeks PMI Indonesia memang terus membaik sejak September. Di Desember, PMI naik signifikan menjadi 51,3.Imam menyebutkan tren ekspansi sektor industri dan penikangkatan nilai PMI adalah modal penting dalam menggenjot pertumbuhan sektor industri di tahun 2021. “Pada 2021, diproyeksikan semua subsektor industri mampu tumbuh positif,” imbuh Imam.

Kondisi pandemi covid-19 yang menekan pertumbuhan sektor manufaktur nampaknya tidak banyak mempengaruhi sisi investasi di sektor ini. Kontraksi investasi di Indonesia cukup rendah bila dibandingkan negara ASEAN lainnya di tengah pandemi. Terdapat rencana relokasi beberapa pabrik dari China yang membuktikan bahwa Indonesia menjadi salah satu destinasi investasi pasca pandemi covid-19.

Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencatat pada Januari–Desember 2020, realisasi investasi sektor industri mencapai Rp272,9 triliun. Angka ini menyumbang 33% dari total nilai investasi nasional yang mencapai Rp826,3 triliun. Menteri Perindustrian Agus Gumiwang pun menargetkan realisasi penanaman modal di sektor industri manufaktur pada tahun 2021 mencapai Rp323,56 triliun, naik 18,56% dari realisasi 2020 sebesar Rp272,9 triliun.

Optimisme ini didukung dengan implementasi Undang-Undang Cipta Kerja dan perbaikan perekonomian dunia pasca-vaksinasi. Karenanya, semua infrastruktur yang dibutuhkan, termasuk listrik harus terpenuhi dengan pasokan yang stabill.

Sementara itu, Anggota Komisi VII DPR Mulyanto menyebutkan permintaan listrik sebelum covid-19 hanya tumbuh di bawah 5%. Angkanya semakin merosot setelah musibah covid-19 melanda. Di tengah kondisi surplus listrik yang berdampak pada keuangan PLN,  ia menilai bahwa kebutuhan terhadap PLTU tidak terhindarkan. Selain biaya murah, terdapat alasan lain berupa cadangan batu bara yang melimpah.

Mengutip data triwulan III 2020, beban bahan bakar listrik PLN (non-IPP) masing-masing untuk air Rp23/kWh, batu bara Rp419 per kWh, panas bumi Rp832/kWh, gas Rp1.035/kWh, dan BBM Rp1.878 Rp/kWh.  Menilik data tersebut, setelah energi air, sumber energi batu bara adalah yang termurah. Mulyanto sepakat bahwa proyek 35.000 MW harus tetap jalan. Namun, resceduling melihat dinamika ekonomi, perlu dilakukan. (*)

Rezkiana Nisaputra

Recent Posts

BNI Sumbang Rp77 Triliun ke Penerimaan Negara dalam 5 Tahun

Jakarta - PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk atau BNI mencatatkan kontribusi terhadap penerimaan negara… Read More

9 hours ago

BI Gratiskan Biaya MDR QRIS untuk Transaksi hingga Rp500 Ribu, Ini Respons AstraPay

Jakarta - PT Astra Digital Arta (AstraPay) merespons kebijakan anyar Bank Indonesia (BI) terkait biaya Merchant Discount… Read More

9 hours ago

AstraPay Bidik 16,5 Juta Pengguna di 2025, Begini Strateginya

Jakarta - Aplikasi pembayaran digital dari grup Astra, PT Astra Digital Arta (AstraPay) membidik penambahan total pengguna… Read More

10 hours ago

Askrindo Dukung Gerakan Anak Sehat Indonesia di Labuan Bajo

Labuan Bajo – PT Askrindo sebagai anggota holding BUMN Asuransi, Penjaminan dan Investasi Indonesia Financial… Read More

10 hours ago

Presiden Prabowo Dianugerahi Tanda Kehormatan Tertinggi El Sol del Perú, Ini Maknanya

Jakarta - Presiden Prabowo Subianto memperoleh tanda kehormatan tertinggi, yakni “Grand Cross of the Order… Read More

11 hours ago

RUPS PLN Rombak Pengurus, Berikut Direksi dan Komisaris Terbarunya

Jakarta – PT PLN (Persero) telah melakukan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), pada Kamis (14/11).… Read More

12 hours ago