Apa imbas gagal bayar Yunani terhadap utang-utangnya. Apakah bakal berimbas langsung bagi Indonesia? Ria Martati
Jakarta–Kegagalan Yunani memenuhi kewajibannya pada International Monetary Fund (IMF) senilai 1,5 juta Euro Selasa lalu, kekhawatiran akan menjalarnya krisis di benua biru pada negara-negara lain makin merebak.
Dampak dari krisis tersebut terhadap pasar keuangan global diakui Plt Kepala Eksekutif Lembaga Penjamin Simpanan Fauzi Ichsan sebagai salah satu kondisi yang patut diwaspadai oleh Indonesia. Kendati, menurutnya ancaman krisis Yunani tersebut tidak akan berpengaruh signifikan terhadap pasar keuangan Indonesia.
Menurut Fauzi, sektor keuangan Indonesia khususnya perbankan dalam kondisi sehat. Rasio kecukupan modal atau CAR tercatat aman di angka 20%, sementara rasio kredit macet atau Non Performing Loan (NPL) secara rata-rata masih dalam batas aman sebesar 2,5%.
Mei 2015, banking stability index Indonesia masih di level 99,96 atau masih termasuk dalam range level normal. Meski kualitas kredit tercatat memburuk, namun masih di bawah batas 5%.
Meski gross NPL di perbankan Indonesia masih bisa naik di triwulan ketiga 2015, tingkatnya diperkirakan tidak setinggi di tahun 2009, sewaktu pertumbuhan PDB hanya 4,5%.
Walau laba perbankan tergerus, industri perbankan masih ditopang pertumbuhan ekonomi dan kekuatan modal yang masih tinggi dibanding negara lain. Menurut indikator modal dibanding ATMR di kuartal empat 2014 tercatat 18,72% lebih tinggi dibanding negara lain seperti Brazil yang 16,67%, China 13,18%, India 12,48%, Filipina 18,29%, Rusia 12,87%, Turki 16,28%.
Terpisah, Anggota Dewan Komisioner dan Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Nelson Tampubolon mengatakan, dampak tak langsung krisis Yunani patut diwaspadai. Ia mengatakan, dampak langsung untuk perbankan memang akan sangat minim, mengingat tidak ada eksposure perbankan yang berhubungan langsung dengan Yunani.
Kendati demikian, ia mengakui dampak lanjutan dari krisis Yunani tersebut belum bisa diprediksi. Dampak tak lansgung seperti penurunan ekspor jika ekonomi Eropa terganggu, misalnya.
Riset DBS menunjukkan di eropa harga saham turun 1%-1,5%. Di Asia,dampak krisis Yunani paling terasa di India, pasar keuangan juga turut jatuh, kendati yield bond 10 tahun tetap 7,8%-7,9%. Diantara negara-negara lain yang memiliki eksposure perbankan ke Yunani, dampak di India tak terlalu signifikan dibandingkan Jerman, Inggris dan bank-bank di Belanda. Namun di level mikro perusahaan-perusahaan India yang memiliki eksposure bisnis di Eropa atau yang memiliki pembiayaan berdenominasi Euro diperkirakan akan terdampak jika nilai tukar berubah secara fluktuatif. Kendati demikian, secara makro fundamental India tercatat kuat. Otoritas di India dinilai masih memiliki buffer yang kuat untuk menghadapi tantangan eksternal, cadangan devisa tercatat USD355 juta pada Juni.
Seperti diketahui, Yunani saat ini tengah menghadapi resesi mendalam dan telah memutuskan untuk menyerahkan tuntutan para kreditor pada rakyat Yunani melalui referendum 5 Juli mendatang. Hal itu terjadi setelah kebuntuan dalam pertemuan dengan para kreditur. Para Menteri Keuangan wilayah Eropa memutuskan menolak memberikan bailout. Pemerintah Yunani akhir pekan lalu juga memutuskan untuk menutup bank dan membatasi penarikan uang hanya senilai 60 euro saja. Sementara itu, lembaga ratting Fitch telah menurunkan peringkat bagi empat bank Yunani yaitu Greek Banks, National Bank of Greece, Piraeus Bank, Euroban Ergasias dan Alpha Bank menjadi restricted default (gagal bayar terbatas). (*)
@ria_martati