Potensi aset wakaf diperkirakan terus meningkat. Saat ini potensi aset wakaf yang telah terintegrasi sudah mencapai Rp300 triliun. Rezkiana Nisaputra
Surabaya – Bank Indonesia (BI) mengaku akan memperluas dan mengembangkan instrumen sukuk. Hal ini sejalan dengan penerbitan sukuk negara yang terus mengalami peningkatan dalam setiap tahunnya.
Deputi Gubernur Senior BI, Mirza Adityaswara mengatakan, salah satu instrumen yang digunakan dalam membangun sistem keuangan syariah adalah melalui pengembangan aset wakaf sebagai underlying melalui penerbitan sukuk.”Perlu berbagai pendekatan inovatif. Ini dilakukan untuk melakukan eksplorasi konsep pembangunan sistem keuangan syariah secara cross border. Ini untuk mengembangkan sektor wakaf secara progresif,” ujar Mirza di Surabaya, Rabu malam, 28 Oktober 2015.
Mirza mengungkapkan, pengembangan aset wakaf tersebut secara sistemastis akan mampu menimbulkan snowball effect bagi pembangunan aset wakaf lainnya yang berpotensi dapat menyediakan berbagai fasilitas yang terjangkau di seluruh segmen masyarakat.
“Di pasar likuiditas syariah juga akan dirasakan dengan hadirnya berbagai instrumen keuangan. Terutama dengan klasifikasi sovereign yang mampu meningkatkan pendalaman pasar syariah,” tukasnya.
Sebagaimana diketahui, penggunaan sukuk merupakan salah satu instrumen moneter BI yang tertuang dalam Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 2004 tentang Surat Pemberdaharaan Syariah (SPN). Pendalaman pasar keuangan syariah, tidak hanya concern BI, tetapi juga Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai otoritas pasar modal, termasuk pasar modal syariah, Kementerian Keuangan, Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dan lain-lain.
Di tempat yang sama, Deputi Gubernur BI, Perry Warjiyo menambahkan, berdasarkan hitungan yang dilakukan BI, potensi aset wakaf yang telah terintegrasi mencapai Rp300 triliun. Namun, potensi ini dipercaya semakin meningkat, karena ada beberapa aset wakaf yang saat ini belum terdaftar di Badan Wakaf Indonesia (BWI).
“Hitungan BI, sekitar Rp300 triliun yang tanah wakaf. Kalau total pasti aset wakaf yang belum terdaftar, dan surat-suratnya belum dilengkapi itu ada Rp2.400 triliun. Dengan segini banyak, itu bisa dipergunakan untuk kesejahteraan sosial,” ujarnya.
Lebih lanjut dia mengungkapkan, dengan adanya kondisi tersebut, artinya masih ada beberapa aset wakaf yang tidak dipergunakan pengelola secara optimal. Padahal, aset tersebut mampu digunakan untuk mendapatkan pendanaan dengan menerbitkan sukuk.
“Tanahkan bisa dijadikan aset untuk menerbitkan sukuk. Dananya, digunakan untuk mendirikan rumah sakit. Pendapatan dari rumah sakit ini nantinya bisa untuk membayar cicilan,” tutup Perry. (*)
Jakarta - Masyarakat perlu bersiap menghadapi kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025. Salah… Read More
Jakarta - Kementerian Ekonomi Kreatif/Badan Ekonomi Kreatif (Kemenkraf/Bekraf) memproyeksikan tiga tren ekonomi kreatif pada 2025. … Read More
Jakarta - Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengungkapkan bahwa sejumlah barang dan jasa, seperti… Read More
Jakarta - Pemimpin tertinggi Gereja Katolik Sedunia Paus Fransiskus kembali mengecam serangan militer Israel di jalur… Read More
Jakarta - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berbalik dibukan naik 0,98 persen ke level 7.052,02… Read More
Jakarta – Pengamat Pasar Uang, Ariston Tjendra, mengungkapkan bahwa kebijakan pemerintah terkait kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN)… Read More