Analisis

Mengarungi Ketidakpastian

DUNIA akan mengarungi kalender 2020 yang sulit dan tidak pasti. Kecemasan akan terjadi resesi menghantui dari sekarang. Orang-orang superkaya dunia juga percaya resesi akan datang. Menurut Global Family Office Report 2019 yang dilakukan UBS dan Campden Research, dari 360 perusahaan milik keluarga secara global dengan kekayaan rata-rata US$1,2 miliar (Rp16,9 triliun), sebanyak 55% percaya akan ada resesi pada 2020. Mereka mengaku harus menata ulang portofolionya dengan mengalihkan ke aset yang lebih aman dan memperkuat cadangan kas mereka.

Awal September lalu sejumlah ekonom terkemuka memprediksi akan terjadi resesi pada 2020. Misalnya, Robert Shiller. Menurut peraih Nobel ini, peluang resesi 2020 mencapai 50%. Hal yang sama juga dikatakan Larry Summers, profesor dari Harvard University dan mantan Menteri Keuangan Amerika Serikat (AS), bahwa resesi hampir 50% terjadi sebelum 2021. Jauh sebelumnya atau pada 2018, ekonom AS, Nourel Roubini, pernah memprediksi akan terjadi krisis finansial pada 2020.

Saat ini banyak negara di dunia sudah panas dingin. Ekonomi AS yang pada 2018 tumbuh 2,9%, tahun ini diramal International Monetary Fund (IMF) melambat menjadi 2,3%. Ekonomi AS makin labil dengan prediksi pertumbuhan pada 2020 menjadi 1,9%. Jika ketegangan perang dagang dengan Tiongkok berlanjut, pertumbuhan ekonomi AS tahun ini bisa jadi hanya 2,2% dan tahun depan 1,8%.

Redupnya ekonomi AS yang menyumbang seperempat produk domestik bruto (PDB) dunia tentu saja memengaruhi ekonomi dunia. Turki yang sudah dilanda krisis sejak 2018 kini makin kejang-kejang dan Venezuela sedang berada di ambang kehancuran.

Sinyal merah menyala dari daratan Eropa. Menurut Macroeconomic Policy Institute, Jerman sebagai negara dengan perekonomian terbesar di Eropa mengalami peningkatan risiko jatuh ke dalam resesi dari 43% pada Agustus naik menjadi 60% per September lalu. Purchasing managers index (PMI) yang menjadi indikator aktivitas manufakturnya merosot ke kisaran 43,6 pada Agustus. Ekonomi Jerman yang tergantung pada ekspor mendapatkan pukulan telak akibat perang dagang. Ekonomi Jerman tahun ini hanya tumbuh 0,4%, lebih rendah dari proyeksi sebelumnya yang sebesar 0,6%.

Lalu bagaimana dengan Indonesia? Biro Riset Infobank (birI) telah membuat kajian dalam “Infobank Outlook 2020” yang diulas dalam Majalah Infobank edisi Oktober 2019. (*)

Paulus Yoga

Recent Posts

Transaksi Kartu ATM Makin Menyusut, Masyarakat Lebih Pilih QRIS

Jakarta - Bank Indonesia (BI) mencatat perubahan tren transaksi pembayaran pada Oktober 2024. Penggunaan kartu ATM/Debit menyusut sebesar 11,4… Read More

25 seconds ago

BTN Raih Sertifikat Predikat Platinum Green Building

Suasana saat penyerahan sertifikat Predikat Platinum Green Building dari Green Building Council Indonesia (GBCI) Jakarta.… Read More

1 min ago

BI Catat DPK Tumbuh 6 Persen per Oktober 2024, Ditopang Korporasi

Jakarta – Bank Indonesia (BI) melaporkan penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) pada Oktober 2024 mencapai Rp8.460,6 triliun,… Read More

29 mins ago

Apindo Tolak Kenaikan PPN 12 Persen: Ancam Daya Beli dan Pertumbuhan Ekonomi

Jakarta - Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) menolak rencana pemerintah menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi… Read More

51 mins ago

Jelang Akhir Pekan, IHSG Ditutup Menghijau ke Level 7.195

Jakarta - Indeks harga saham gabungan (IHSG) pada hari ini, Jumat, 22 November 2024, ditutup… Read More

1 hour ago

BI Laporkan Uang Beredar Oktober 2024 Melambat jadi Rp9.078,6 Triliun

Jakarta – Bank Indonesia (BI) mencatat uang beredar (M2) tetap tumbuh. Posisi M2 pada Oktober 2024 tercatat… Read More

1 hour ago