Oleh Togi B. Girsang, Praktisi Manajemen Risiko, Tata Kelola, dan Kepatuhan
ESENSI definisi ketahanan operasional adalah kemampuan lembaga keuangan untuk tetap menjalankan layanan. Layanan ini dapat dikategorikan sebagai layanan bisnis kritikal karena dijalankan bersamaan dengan gangguan atau disrupsi yang ada.
Lembaga keuangan yang mampu melanjutkan layanan bisnis kritikal tentu saja diawali dengan kapasitas perusahaan mengidentifikasi disrupsi. Proses identifikasi ini melekat pada prinsip adopt dan adept.
Menurut Britannica, definisi adept adalah good at doing something, sedangkan adopt adalah to change for a new situation. Hasil akhirnya adalah bahwa perusahaan mampu mengantisipasi gejolak dengan cara beradaptasi, menerima (belajar), hingga memulihkan diri dari gangguan (kondisi stres).
Setiap disrupsi dan potensi disrupsi sebaiknya diinventarisasi dan dikelompokkan untuk memudahkan penetapan rencana tindak. Pengelompokan dapat berdasarkan evaluasi dampak awal maupun lanjutan, aspek kerugian finansial dan nonfinansial, durasi dampak, jangkauan kerusakan yang terpapar, maupun parameter lain yang relevan dengan kompleksitas dan karakteristik bank.
Sebelum sampai pada parameter kekuatan ketahanan, berikut ini antara lain beberapa dampak gangguan yang mungkin dihadapi perusahaan. Satu, dinyatakan tidak mampu beroperasi secara menyeluruh. Dua, layanan operasional tertunda dalam jangka waktu pendek.
Tiga, penundaan operasional dalam jangka waktu yang dapat membuat nasabah, debitur, dan klien “berpindah ke lain hati”. Empat, mengalami tuntutan hukum karena dianggap lalai. Lima, kelalaian pemulihan menimbulkan kerugian lanjutan berupa pengenaan sanksi oleh regulator.
Jika dipetakan lebih lanjut, kita dapat menelusuri dampak-dampak di atas melalui pendekatan stress-testing atau berbagai skenario yang relevan dengan aktivitas operasional, terlebih yang berdampak pada likuiditas dan keselamatan kerja.
Pengujian ketahanan ini tersentralisasi pada (1) empat risiko utama, antara lain risiko likuiditas, reputasi, hukum, dan kepatuhan; (2) risiko lanjutan terkait risiko pasar dan kredit; dan (3) tingkat kesehatan, khususnya substansi pada parameter rentabilitas, permodalan, dan profil risiko menyeluruh. Sebagai penutup, bentuk layanan lanjutan akibat disrupsi pasti berbeda-beda.
Demikian pula halnya dengan kriteria-kriteria yang difokuskan. Pada akhirnya, setiap panduan, parameter, skenario yang disusun wajib dievaluasi secara berkala, sekurang-kurangnya satu kali dalam satu tahun atau saat terdeteksi potensi disrupsi operasional sehingga perusahaan tetap dapat menjalankan prinsip adopt dan adept.
Jakarta - PT Pertamina Hulu Energi Offshore South East Sumatera (PHE OSES) resmi menyalurkan gas bumi ke… Read More
Jakarta - PT PLN (Persero) meluncurkan program Gerakan Tertib Arsip (GEMAR) dan aplikasi New E-Arsip… Read More
Jakarta - Demi meningkatkan kinerja keselamatan dan integritas aset, Pertamina Subholding Upstream Regional Jawa dan PT Badak… Read More
Jakarta - Penyelenggara inovasi teknologi sektor keuangan (ITSK) harus melewati regulatory sandbox milik Otoritas Jasa… Read More
Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebut bersedia mendukung target pertumbuhan ekonomi 8 persen Presiden… Read More
Jakarta - Saat ini, secara rata-rata masa tunggu untuk melaksanakan ibadah haji di Indonesia bisa… Read More